File 2.4.7 - Then Why is He Covered in Blood?

380 85 6
                                    

DETECTiVE WATSON

"Kira-kira Enda dan Tante Gatelas punya hubungan apa, ya? Pasti ada sesuatu nih! Tak mungkin beliau sampai rela kerja rodi jadi pengangkut kardus demi orang tak dikenal."

"Tunggu, Jeremy, masih terlalu cepat menyimpulkan orang yang membuat Gatelas bungkam adalah Enda. Bagaimana, Cho?"

Dextra menggeleng. Sejauh apa dia mencari, Gatelas tidak memiliki sosmed dan riwayat informasi yang detail. Hanya satu yang pasti, Gatelas seorang janda dan tidak punya anak. Terlebih Dextra sudah memeriksa semua rekaman cctv beberapa bulan silam. Enda tak pernah tampak mengunjungi Gatelas.

Maka entah apa hubungan keduanya. Atau mungkin perkataan Michelle barusan benar.

"Kali saja mereka bertemu diam-diam? Di tempat yang minim cctv," celetuk Aiden. "Dex, coba periksa rute harian yang dilewati Tante Gatelas. Semoga kita dapat sesuatu."

"Sedang kulakukan, Kak Aiden, tapi..." Dextra mendesah. Matanya capek memelototi layar laptop. "Tidak ada yang mengganjal. Beliau memungut sampah tanpa gangguan."

Lengang sejenak. Kelimanya stuck.

"Apa sebaiknya kita tunggu para pelakunya datang sendiri ke flatnya Tante Gatelas dan menyergap mereka tiba-tiba?" usul Hellen.

Michelle menggeleng. "Itu akan boros waktu. Kita juga belum tahu motif mereka menyekap orang lain untuk mengendalikan Gatelas..." Tatapannya berpindah ke koran yang Hellen pegang. Pembahasan tentang dua pendatang asing dari Brazil yang belum ditemukan.

Entah kenapa Michelle merasa berita itu ada sangkut pautnya dengan kasus Enda. Jadi ini yang dimaksud 'insting detektif'?

"Ternyata kalian di sini."

Mereka tersentak mendengar suara penuh kegeraman itu, menoleh kompak ke belakang, spontan keringat dingin (kecuali Michelle yang memasang ekspresi datar-datar saja).

Itu Anjalni! Bagaimana dia bisa tahu mereka ada di sana?? Kan cctv sudah dialihkan!

Dextra mengepalkan tangan. Jin Woo, tidak kusangka kamu seorang cepu! batinnya kesal.

Anjalni sudah berdiri di depan mereka. Aura wanita itu tidak baik sama sekali. "Aku sarankan agar kalian kembali ke sekolah dengan baik-baik tanpa perlunya kekerasan. Besok drama musikal Sleeping Beauty akan dilaksanakan dan akting kalian masih amat payah. Apa kalian mau memalukan sekolah?"

"Persetan dengan festival! Kami—Ng?" Aiden melirik Michelle yang menghalanginya.

"Dengar Miss, ada seseorang yang diculik dan kemungkinan dalam bahaya saat ini. Kami tidak punya waktu untuk festival apalah itu. Tolong pengertiannya," jelas Michelle pendek.

Tanda jengkel berkedut di kening Anjalni. "Jika begitu kenapa kalian tidak memanggil polisi, huh? Apa kalian pikir kalian sanggup bertahan di dunia kriminal hanya karena menyelesaikan satu dua kasus? Sadarlah, bocah-bocah kemarin sore! Ini dunia orang dewasa! Kalian fokus sekolah dan belajar!"

Percuma saja. Anjalni bukan tipe yang bisa dibujuk. Dia keras kepala dan berpendirian!

"Aku sungguh tidak suka dia!" sungut Jeremy, bersedekap. "Padahal kita sudah membantu meluruskan kesalahpahamannya, tapi lihatlah balasannya. Harusnya aku bilang pada Watson untuk tidak menolong guru nyebelin ini!"

Hellen diam saja. Enggan berkomentar.

"Ngomong-ngomong di mana ketua kalian, heh? Dia yang paling bermasalah di sini. Aktor yang tak punya emosi, hanya mampu mengingat dialog. Dia butuh latihan ekstra."

"Kenapa kami harus menjawabmu, Miss?" Sudah cukup basa-basinya. Paling tidak Michelle sudah berusaha berbicara, namun memang Anjalni-nya saja yang sulit diajak mengobrol. "Kami punya kasus saat ini. Kami takkan kembali ke sekolah untuk melakukan latihan konyol itu sebelum kasusnya selesai."

"Kalian melawan guru kalian sendiri?"

"Miss yang terlalu memaksa. AYO KABUR!"

Michelle sialan! Paling tidak kasih aba-aba kalau kita mau melarikan diri dong!

*

Ini keliru. Klub detektif Madoka mengabaikan fakta bahwa Anjalni adalah anggota C.I.A yang menyamar menjadi guru sekolahan. Jelas fisiknya lima kali lipat lebih bertenaga daripada mereka karena sudah menerima berbagai macam latihan dari masa mudanya.

Alhasil mereka terpecah menjadi dua bagian. Tim satu: Aiden, Michelle, dan Dextra. Tim dua: Hellen dan Jeremy. Berpencar jauh.

"Hosh... Hosh... ada apa dengan guru satu itu? Kenapa dia sebegitunya cuman karena festival?!" Aiden menggerutu di sela-sela menormalkan napas. "Apakah festival Madoka sepenting itu baginya? Aku jadi curiga."

"Benar..." Michelle mengelap keringat. "Aku juga berpikir begitu. Kenapa seorang intel sepertinya menyusup ke sekolahan?"

"Mungkin buronan yang dibicarakan Watson, Henox Von Ladilaus dan Gianni Mazza Parision, berkeliaran di Moufrobi atau entahlah. Moufrobi ini kota sarang masalah!"

Kalau begitu seharusnya Anjalni fokus saja pada pengejarannya. Kenapa sampai totalitas mengerjakan profesinya sebagai guru? Benar-benar wanita yang sulit dimengerti.

"Oi, Dextra, kamu baik-baik saja?" Aiden khawatir sebab cowok itu masih belum selesai mengatur napasnya yang ngos-ngosan. "Kamu tidak terbiasa berlari kencang kayak tadi?"

"M-maaf, Kak Aiden... Tapi sejak keluar dari flat Tante Glenda, tubuhku jadi lemas. Ini gara-gara bau getah pohon di kamarnya... Sejak dulu aku kurang suka bau seperti itu..."

Aiden mengerjap heran. "Aroma getah? Hei, apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mencium bau apa pun di sana kecuali bau sampah."

"Apa kamu menderita Hiperosmia?"

Dextra menggeleng cepat. "T-tidak! Bukan begitu...! Mungkin hidungku terlalu sensitif... Aku tak apa-apa! Aku takkan jadi beban!"

Aiden berkacak pinggang. Ada apa dengan adik kelasnya itu? Dasar! Sejak dulu Dextra selalu begitu. Terbata-bata gugup seolah dia akan diterkam oleh Aiden atau yang lain.

"Tidak ada yang mengatakanmu beban!" ucap Aiden gemas, menjewer telinga Dextra. "Jadi setop bersikap penakut begitu!"

"AAAAA!!! KAK AIDEN MARAH PADAKU!!!"

Sementara mereka bermain-main, Michelle mulai menyusun petunjuk-petunjuk yang mereka dapatkan sejauh ini (walau sedikit).

Hubungan Gatelas-Enda. Aroma getah pohon di dalam flat apartemen Gatelas. Code 1, Gatelas tidak bisa melapor pada siapa-siapa karena kenalannya disandera. Tempat tinggalnya diawasi ketat... Apa ada sesuatu yang disembunyikan di dalam flatnya?

Tidak, bukan itu yang penting sekarang. Michelle takkan mendapatkan apa pun jika dia belum tahu motif pelaku. Dia harus menebak siapa tawanannya. Jika benar Enda, mereka bisa menentukan langkah selanjutnya. Kalau bukan, mereka harus mencari lagi.

"Aiden, kita harus tanya lebih banyak soal Enda ke Nema dan Gervas. Kita tak bisa diam buntu begini. Beri pesan ke Jeremy dan Hellen. Kita berkumpul di sekolah mereka..." Michelle menoleh ke Aiden yang bergeming gugup, pun Dextra. "Ada apa dengan kalian?"

Mau tak mau Michelle ikut menatap apa yang dipandangi Aiden dan Dextra, refleks mematung. Sungguh timing yang buruk!

Beaufort Dan berdiri di seberang jalan sambil menatap lurus ke arah mereka.

"P-Pamannya Kak Watson..." cicit Dextra.

"B-bagaimana ini? A-apa yang harus kita katakan pada beliau? Dan saat ini kan..."

"Tenanglah kalian berdua! Kalian tidak lupa kan kalau orang itu bukan Beaufort Dan yang asli? Dia palsu. Aku sudah bilang, satu dari Phony Baloney mahir menyamar. Jangan terintimidasi dan ikuti saja arahanku."

"Tapi Michelle..." Aiden menelan ludah. Matanya berbinar. "Apa benar dia palsu?"

Beaufort perlahan menghampiri mereka.

"Lantas kenapa... dia dipenuhi darah?"





Detective Moufrobi : There is Only One Main Character Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang