File 2.5.3 - You've Had Enough Rest, Watson

337 77 6
                                    

Watson kesal. Dia kesal sekali.

Kenapa dia begitu lemah? Kenapa dia tidak bisa melawan saat dibawa paksa oleh musuh orangtuanya? Andaikan dia pandai berkelahi, dia pasti bisa membela diri dan tidak perlu merepotkan semua orang karena dirinya yang hilang. Lihat, dia bahkan kehilangan satu matanya!

Sepertinya Watson terlalu menganggap remeh dunia mafia yang cenderung berteman dengan kegelapan. Perkataan Beaufort benar. Mafia itu manusia brengsek, tidak peduli pada nyawa siapa pun asal tujuan mereka tercapai.

"Haruskah aku belajar satu dua seni bela diri?" gumam Watson, menyangga kepala. Dia sudah siuman selagi kakek, nenek, dan pamannya ribut di lorong.

Aish, tapi Watson malas. Dia terlalu sibuk dengan kasus ini-itu. Mana punya waktu luang untuk belajar bertarung?

Tapi-tapi, coba pikirkan baik-baik. Selama ini, Watson menjadi beban di aksi walau dia terhebat di skema. Dia tidak bisa terus-menerus mengandalkan Aiden dan Jeremy melindunginya dan yang lain.

Lagian belajar bela diri takkan sulit untuk genius sepertinya, kan? Dia cukup hafal gerakan defensif dan ofensif di buku, melihat prateknya, lalu ciat! ciat! ciat!, Watson berhasil mengingatnya.

"Apa aku minta tolong ke Bari untuk mengajariku? Aah..." Watson meremas anak rambut. "Hari ini pertunjukan pentas dramanya. Aku pasti bakal dimarahi lagi."

Cowok itu menyibak selimut, mencabut jarum selang di punggung tangannya. Dia sudah cukup beristirahat. Waktunya kembali ke permukaan. Sudah berapa lama Watson menahan amarahnya karena tidak bisa apa-apa saat diculik tak berkesudahan? Teman-temannya pasti sangat khawatir atau terlihat kasus besar.

Keputusan Watson kali ini sudah bulat.

Watson membuka pintu, mengagetkan Beaufort dan kakek-neneknya. Mereka menoleh kepadanya yang pucat.

"My lovely grandson! Kamu sudah sadar!" seru Adan dan Conrie serempak (mereka berdua selalu gencatan senjata di depan cucu kesayangan). "Apa ada yang sakit??"

"Paman." Watson memanggil Beaufort.

Beaufort menatapnya. Apa?

"Ajari aku judo. Aku lelah menjadi lemah."

.

.

"Oh, Maleficent!" Jeremy terduduk putus asa ke lantai. "Jika kamu menaruh dendam, lampiaskan kepadaku! Tolong jangan menargetkan putriku!"

"TIDAK!" jawab Erika. Ekspresinya sangar. "Kamu juga harus merasakan rasa sakit dari kehilangan sesuatu yang berharga. Aku sangat percaya padamu, Raja. Tetapi kamu...! Mengkhianati kepercayaan itu! Memotong sayapku, memuseumkannya seolah itu barang antik kepunyaanmu. Manusia tidak bisa dipercaya. Hahaha! Bagaimana mungkin aku jatuh cinta dengan makhluk remeh sepertimu?"

Properti tongkat sihir diulurkan dengan benang bening dari atas panggung. Erika menangkapnya. "Aku akan mengutuk putrimu, Wahai Raja yang Hina! Putri Aurora akan tertidur selamanya begitu dia menusukkan jarinya ke jarum pemintal!"

Pelataran panggung berubah jadi gelap.

Di belakang pentas, Aiden, Grim, dan Hellen terkagum-kagum dengan akting Erika yang totalitas. Apa dia memang berbakat dalam akting? Itu terlihat alami.

"Dengan begitu, Maleficent Penyihir Jahat Hutan Moors memberi kutukan pada Putri Aurora. Putri takkan bangun selamanya jika dia tidak mendapatkan ciuman sejati," ucap Sang Narator (ketua kelas).

Aiden mendorong Hellen, lebih tepatnya menendang kawannya itu untuk naik ke atas panggung. "Ayo cepat pergi sana! Berikutnya adeganmu bermain di taman."

Detective Moufrobi : There is Only One Main Character Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang