File 2.3.3 - Is This a Joke for You?

326 98 13
                                    

Ada yang tidak beres dari kematian Akinlana.

Dimulai dari coretan darah di dinding. Watson mengelus dagu. Luka tusuk di perut Akinlana bahkan tidak mengenai bagian vital, maka tidak lazim darah bisa menyembur ke dinding selebar 60 sentimeter. Itu seolah dipercikkan dengan sengaja oleh pelaku supaya polisi dan forensik salah menebak senjata pembunuhan.

"Kapan forensik akan datang, Inspektur?" tanya Watson ogah-ogahan ke Angra yang juga menatapnya setengah hati. Mereka berdua adalah dua karakter yang saling membenci tapi terpaksa harus bekerja sama karena keadaan.

"Salahkan skala pesta yang diselenggarakan oleh sekolahmu membuat macet jejalanan. Atau kamu mau aku menyuruh mereka datang dengan sirine?" Angra menyeringai culas.

Memangnya seriuh apa sih festival ini sampai halaman sekolah tak cukup menampung mobil? Mereka (para tamu) pasti memarkirkan mobil di luar gerbang. Watson jadi sedikit penasaran bagaimana cara Yolanda menyusup masuk.

"Hahaha. Sepertinya saya bisa menebak masa sekolah Inspektur sangat lah suram." Watson tertawa datar. "Takkan saya biarkan anda merusak festival ini," lanjutnya menatap tajam.

"Jangan samakan aku dengan Deon murahan yang melunak karena sederet kalimat sampah diucapkan oleh anak manipulator sepertimu. Kamu pikir aku akan patuh padamu, huh?"

Gyut. Hati Watson tercubit. Jemarinya terkepal.

"Setidaknya... Detektif Deon bekerja sebagai polisi teladan. Tak seperti anda. Sudah masuk lewat koneksi orang dalam, mengabaikan panggilan rakyat lagi. Polisi macam apa anda?"

Brak! Angra membanting papan laporan di tangannya ke meja, lantas mencengkeram kerah seragam Watson. Nyali Detektif Muram itu tidak ciut, malahan balik memelototi Angra.

"Kamu sangat berbakat membuat orang marah ya, Bocah. Segitu inginnya mau kupukul?"

"Pukul saja. Sebagai gantinya, saya akan menuntut anda kekerasan terhadap anak di bawah umur. Jika mereka membutuhkan bukti konkret, cctv telah merekam ruangan ini—"

Dan mereka pun terdiam, refleks menoleh ke kamera cctv di sudut ruangan. Berkedip-kedip tanda menyala. Benar juga. Watson dan yang lain disibukkan oleh suasana TKP yang ganjil hingga melupakan pemeriksaan rekaman cctv.

"Ingil, apa hanya itu satu-satunya cctv?" tanya Angra, melepaskan cengkeramannya.

"Saya rasa iya." Ingil menggaruk kepala heran. "Haah, aneh. Kenapa kita tidak sadar cctv-nya masih hidup? Kita terlalu fokus pada jasad."

Watson dan Angra saling tatap. Tanpa babibu Angra pun mendorong Watson, bergegas menuju pintu keluar. Dia harus mendapatkan rekamannya sebelum bocah menyebalkan itu.

"Michelle! Bari! Halangi Inspektur Angra!" seru Watson, setengah berteriak. Gawat jika Angra mendapatkan rekamannya dahulu. Mengingat kepribadiannya yang seperti itu, bisa jadi Angra malah membuat hipotesis tak masuk akal lalu kasus Akinlana ditutup begitu saja.

Bukan Michelle ataupun Jeremy yang berhasil mencegat Angra, melainkan Aiden dan Hellen. Mereka datang mendongkak pintu membuat wajah Angra mencium pintu. Aiden mendorong sepasang remaja ke dalam ruangan.

"Siapa mereka?" tanya Michelle. Salah satu dari sejoli itu menurunkan tinggi tongsisnya.

"Duo brengsek ini melihat semua yang terjadi di TKP dan merekam kami membawa Miss Dula ke uks. Mereka mengancamku dan Aiden akan membeberkan video itu di Klub Penyiaran jika menolak membawa mereka kemari. Duo sialan ini tidak peduli festival sekolah berantakan."

"Apa?!" Jeremy menatap galak dua murid itu. Tidak pakai rompi, sepertinya anak kelas satu. "Yak! Apakah ini lelucon bagian kalian?"

"Kenapa sih, Kak Jeremy? Apa salah kami? Berita hangat ini pantas diumumkan biar murid lain tidak ketinggalan informasi lalu followers tiktok kami bisa bertambah. Kami hanya memberitahu fakta penting. Apa bahayanya?"

Detective Moufrobi : There is Only One Main Character Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang