04

14 5 1
                                    

Happy Reading

***

"Kenapa kamu kayak gitu?" tanya Putri.

"Gitu kenapa sih bun?" tanya Aprita balik.

Putri menghela nafasnya pelan. "Kamu kan yang kasih tau Ayah kalo sebenernya Naya punya pacar?" ujar Putri.

"Kalo iya emangnya kenapa bun? Bukannya lebih bagus kalo Ayah tau yang sebenernya terjadi?" balas Aprita.

Putri tidak tahu harus bilang apa lagi pada anaknya ini, benar-benar keras kepala sama seperti Ayahnya dulu. "Ta, bunda kan udah bilang sama kamu jangan ikut campur urusan ade Ayah. Kasian dia, dijodohin aja itu udah jadi beban yang berat buat dia apalagi kalo harus dimarahin Ayah karna punya pacar." jelas Putri.

"Ta kamu kan udah dewasa, harusnya kamu bisa jadi tempat sandaran buat dia di tengah masalah hidup yang dia rasain ini. Kamu harus jadi kakak yang selalu siap berdiri dibelakang dia Ta." sambung Putri.

Aprita menghela nafasnya malas jika mendengarkan ucapan bundanya yang terlalu mengedepankan Naya. "Sebenernya yang anak bunda tuh aku apa Naya sih? Perasaan yang sering bunda khawatirin itu selalu Naya." ujar Aprita kesal.

Putri mengusap kepalanya pusing dengan sikap Aprita yang masih juga belum dewasa. "Kapan sih Ta kamu bisa mulai berfikir dewasa? Naya lagi kesulitan di posisi dia sekarang ini, kamu bisa ngertiin itu gak sih?" tanya Putri.

"Gak." balas Aprita kemudian pergi meninggalkan Putri yang masih diam di tempat.

Putri hanya geleng-geleng kepala melihat sikap anaknya itu. Sikap anaknya itu sangat mirip seperti Ayahnya yaitu mantan suami Putri, bahkan Putri sama sekali tidak bisa melihat satupun hal dari anaknya yang mirip dengannya. Kemudian ia memutuskan pergi ke dapur untuk beres-beres.

***

Sejak tadi Dafin hanya mentap Naya yang diam saja sambil melamun. Dafin selalu berusaha bertanya tapi ia rasa Naya tidak memperhatikannya, atau mungkin bahkan tidak tidak mempedulikan Dafin.

"Huhh." Naya tiba-tiba menghela nafasnya.

Tak berselang lama Dafin pun ikut menghela nafasnya. "Huhhh, kamu kenapa sih Nay? Kalo aku buat salah kamu bilang dong, jangan diem aja kayak gini. Aku kan jadi bingung harus gimana." ujar Dafin.

Setelah mendengar itu Naya pun melirik Dafin. "Kamu gak salah." balas Naya.

"Ya terus kamu kenapa diem aja kayak gini?" tanya Dafin lagi sambil mengacak-acak rambutnya.

Naya kembali diam dengan tatapan kosong. "Aku cuma kepikiran aja sama perjodohan aku sama Revan." jawab Naya tanpa menatap Dafin.

"Kenapa lagi sama perjodohan itu?" tanya Dafin sedikit frustasi.

Naya menundukkan kepalanya kemudian berkata lirih. "Entah kenapa dari semalem aku kepikiran terus sama perjodohan itu."

".....Mungkin karena sekarang aku baru sadar kalo perjodohan itu tuh permintaan terakhir Mama aku." sambung Naya sambil menunduk.

Dafin sebenarnya sangat membenci perjodohan itu, tapi ia juga tidak bisa melakukan apa-apa selain terus berdoa agar perjodohan itu batal.

Senja SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang