Dalam damai gelap yang dirasakan di kala matanya masih tertutup rapat, tiba-tiba suara gemuruh tanpa permisi masuk ke gendang telinga yang semakin lama terdengar kian kuat hingga berhasil mengganggu kedamaian itu. Dengan keadaan 'nyawa' yang belum sepenuhnya berkumpul, sang mulut berusaha mengeluarkan suara,
“URUSAAAIIII!!” teriak Midori dengan tenaga seadanya.
“Nee-chan bangun! BANGUN!!” suara yang jelas ia kenali itu seakan tak lelah berulang mengucap kata yang sama. Ditambah tangan jahilnya yang tak bisa berhenti menggedor pintu kamar Midori.
“U..ru..sai.. huhu..” lemahnya dengan mata yang masih terasa berat untuk terbuka.
“Nee-chan ayo bangun! Bangun! Jangan tidur terus! Udah siang! Bangun! Bangun! Bangun bangun bangun!!” bayangkan saja.. si bakayaro itu malah mengarang bebas sebuah lagu sambil menjadikan pintu kamar kakaknya ibarat drum yang sedang ia mainkan. Dung tak~ dung dung tak~ Tanpa jeda membuat emosi si pemilik kamar memuncak.
“Kurang asem ini anak! Beberapa hari gak ketemu udah mulai ngibarin bendera perang aja!” bangkit dari kasur dengan membawa guling, Midori siap mengeroyok adiknya. Namun, apa karena saking pintarnya sang adik atau dirinya yang gampang ditebak, saat kuncinya ia putar dan membuka pintu, ‘si pelaku’ sudah menghilang dari sana. Heh!
“Taishiiii!!” serunya panjang. Yang disebut kemudian muncul dengan membawa pelindung yang sama juga.
“Aku gak akan kena hantaman Nee-chan, hahaha!" tawa Taishi.
Dasar! Menyebalkan! Tidak kasihan kah dia pada kakaknya ini yang baru saja kemarin sore sampai apartemen setelah melakukan perjalanan yang menguras batin? Hah? Me.. ngu.. ras.. batin? Apa sebenarnya yang terjadi saat hari terakhir di kota tercinta itu? Biar nanti saja Midori bahas. Sekarang ia akan menyelesaikan dulu urusan dengan si anak tengik itu.
“Jadi, ada apa adekku sayang?!” mencoba berbicara lembut walau ujungnya suara Midori tetap bernada sinis.
“Ada laundryan datang tuh.”
“Itu doang? Yaudah tinggal kamu terima. Ngapain sampe bangunin Nee-chan!”
“Lha Nee-chan belum bayar katanya! Huh!”
“Ee?” kemudian Midori pun teringat saat terakhir kali menyerahkan laundryan. Ternyata ia memang belum sempat membayar karena dikejar waktu keberangkatan kereta ke Osaka.
“Belum bayar kan? Kasihan tuh kurirnya nunggu. Lagian bukannya bayar di muka mentang-mentang itu tempat langganan.” kini Taishi yang balik menyudutkannya.
Debat ini sungguh akan awet jika tak ada yang mau mengalah. Sudahlah..
“Gomen!" tegas Midori. Lalu meminta Taishi untuk memberikan uang pembayaran kepada si kurir karena sudah jelas, dengan kondisi muka dan pakaian yang kusut, ia tidak mungkin bisa bertemu orang lain.
Satu kantong kresek besar ia terima. Langsung ia rapikan saja pakaiannya. Mengeluarkannya satu persatu, ada dua buah pakaian yang tak dikenali.
“Ah! Ini.. baju sama jaketnya Kazuhara-san yang waktu itu gue pake.” ingatnya pada peristiwa kehujanan mendadak di malam hari itu.
Apa ia kembalikan sekarang saja yaa.. Mumpung masih ada waktu sebelum besok dirinya kembali ke kesibukan bekerja. Tapi, apa pemiliknya sedang ada di rumahnya? Haruskah Midori tanya dulu? Namun perasaan gengsi masih menyelimuti meskipun kini si sosok itu telah menguasai hatinya. Apa ia tanya pada Taishi? Tidak! Bakal habis lah dirinya mendapat ledekan. Pfftt menyusahkan diri sendiri..
KAMU SEDANG MEMBACA
Story (other Version)
FanfictionSebuah fan fiction bersama grup musik dari Jepang, GENERATIONS from EXILE TRIBE. Fan Fiction ini sudah ditulis dan dipublikasikan sampai tamat sejak Juli 2018 - Juli 2020. Ditempatkan di blog pribadi dan menjadi fan fiction GENE berchapter pertama y...