Bagian 18 (Akhir Versi 2): Always with You

5 2 0
                                    

“Di depan kan gak ada lampu merah, kok macet?” Midori bingung.

Lumayan lama mobilnya diam di tempat. Belum maju sedikit pun. Ia juga tak tahu apa yang sedang terjadi di depan sana. Terus melihat ke arah jarum jam yang kini sudah menunjukkan pukul 19.20. Bagaimana ini.. ia harus berbuat apa? Baiknya ia hubungi Ryuto dulu untuk menjelaskan apa yang tengah menimpa padanya. Ia sangat berharap bahwa Ryuto akan mengerti karena ini bukanlah keinginannya juga. Jadi jika ia datang terlambat, Ryuto bisa menerimanya.

Hah?! Mengapa tidak ada sinyal??? Sial sekali!!!

Di pusat kota ini mengapa sinyal pun sulit didapat di waktu yang dibutuhkan? Oh syitt! Apa yang sebenarnya sedang terjadi! Jangan sampai hal buruk yang malah aku dapat! Terus cari cara, Midori! Lakukan sesuatu untuk terbebas dari ini!

Satu-satunya yang ada dalam pikiran Midori saat ini adalah, apakah ia bisa sampai di sana tepat waktu sesuai dengan kesepakatan bersama Ryuto?

Perlahan kendaraan di depan Midori mulai bergerak. Ada secercah harapan baginya untuk bisa sampai ke tujuan tepat waktu. Kumohon, jangan berhenti. Teruslah maju. Namun.. harapan itu musnah saat mobilnya kembali diam tak bisa berpindah ke mana-mana. Hanya bergerak sekitar 30 meter sangat tak terasa. Membuat dirinya semakin dongkol diikuti kecemasan saat waktu telah berlalu sia-sia selama lima menit.

Apa Midori harus nekat meninggalkan kendaraannya di tengah jalan demi cepat sampai ke tempat Ryuto? Bisa ditegur habis-habisan lah ia oleh pengendara lain karena telah menghambat laju. Pikirannya benar-benar kosong tak bisa berkutik. Sinyal pun masih saja belum terkoneksi kembali.

Benar-benar penasaran, Midori menurunkan kaca jendela di pintu sebelah kiri untuk bertanya pada orang sekitar tentang apa yang sedang terjadi. Seorang Oji-san datang menghampiri jendela yang terbuka itu,

“Nona, apakah mau membeli minuman dari kedai kami? Mungkin anda akan kehausan karena telah lama terjebak dalam kemacetan ini.” orang itu yang merupakan pemilik salah satu kedai di sekitar menawarkan minuman pada Midori.

“Tidak, Paman. Terima kasih. Memang ada apa sampai bisa terjadi kemacetan?” tanya Midori penuh kekhawatiran sambil terus mengotak-atik ponsel berharap sinyal dapat kembali dengan segera.

“Di depan sedang ada demo,” kemudian beliau menjelaskan dengan rinci peristiwa yang menjadi pusat perhatian daerah sini. Jalur kendaraan di arah Midori terhalang oleh para pendemo, makanya harus menggunakan jalur sebelah secara bergantian. Pantas saja.. macet tak bisa dihindari. Dan faktanya pun, hilangnya sinyal di sini merupakan akibat dari hiruk pikuk demo tersebut.

“Apa anda sedang buru-buru?” tanyanya lagi. Midori mengangguk dengan cepat berkali-kali. “Jika mau, anda bisa memarkirkan mobil di sebelah kedai saya. Ada satu tempat kosong yang pas untuk kendaraan anda.” beliau menawarinya tempat untuk parkir.

“Aku—“ karena kepanikan yang sulit dikontrol, ponsel yang berada di genggaman Midori terjatuh ke bawah jok saat ia akan menjawab tawaran dari paman tersebut. Ucapannya tertahan dulu untuk mengambil ponsel itu. Tangannya sudah meraba-raba, namun belum ditemukan juga. Menyusahkan saja!

Setelah ponselnya kembali didapat, segera ia sambung kalimat tadi, “Aku mau paman!!” tetapi orang itu sudah tak ada di posisi semulanya. Membuat Midori bingung mencarinya.

Beliau kemudian lewat lagi dari arah belakang dengan tak menghiraukan Midori. Langsung ia teriak memanggilnya, “Oji-san! Tunggu!” beliau menoleh dan mendatangi mobil Midori. “Aku mau parkir di tempatmu, Paman!”

Tapi sayang.. beliau mengatakan jika Midori sudah terlambat. Tempat parkir itu telah diberikan untuk orang lain. Kiranya, Midori tak berminat pada tawaran tersebut karena lumayan lama dirinya tak menjawab tanya dari si paman. Jadi beliau beralih menawarkan ke pengemudi lain.

Story (other Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang