Bagian 18 (Pengantar): Brave it Out

6 3 0
                                    

"Ini karena kalian belum saling mengutarakan satu sama lain! Belum mencoba untuk bicara secara tenang. Tanpa ada emosi, tanpa ada kekesalan, kalian pasti bisa menemukan titik terang!"

Kata-kata dari Ryota selalu berulang menyesaki pikiran Midori. Kalimat tegas yang telah ia tujukan untuknya sekaligus Ryuto. Sembari memandang langit-langit kamar kala mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur setelah tadi siang menghadiri acara pernikahan Nagisa, Midori menyusun rencana mencari cara agar bisa menemui Ryuto. Keberaniannya sudah mulai terkumpul. Dan rasa gengsinya, tolong pergilah menjauh dari dalam diri!

Ini bukan tentang seorang wanita yang mengemis-ngemis pada pria. Bukan tentang 'mengejarnya' untuk bisa 'meluluhkannya'. Kasus yang terjadi pada Midori berbeda dengan konteks itu. Intinya, alasan yang ia punya adalah bahwa ia ingin memperbaiki keadaan di antara dirinya dan Ryuto. Menghapus tumpukan 'dosa' yang telah ia perbuat pada pria itu.

Berbicara tentang dosa, karena memang pikiran mengenai hal itu masih menghantui Midori, belum bisa menenangkan hatinya dalam beberapa waktu ini, jadi jika ia teringat kembali akan setiap perlakuan serta kata-kata menyakitkannya pada Ryuto, ia hanya terbayang bahwa kesulitan lah yang akan dirinya dapat ketika menemui Ryuto nanti.

Apakah Ryuto masih mau melihat wajahnya? Apalagi mendengarkannya? Gara-gara ini, keberaniannya jadi terjun bebas lagi. Rasa pesimis bangkit untuk melawan keoptimisan yang telah Midori bangun. Membuatnya kembali uring-uringan memikirkannya.

"Bukankah tahun ini adalah tahunnya kita?"

Tidak salah lagi! Yang paling baik yang harus Midori lakukan adalah berusaha menjadikan ini sebagai tahun yang benar-benar berkat untuk hidupnya. Menjadikan keberuntungan itu datang padanya entah dari sisi yang mana. Memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya. Kesempatan yang ia miliki untuk bisa masuk ke celah Ryuto.

Memang, tujuan dari ucapan Ryota melebihi dari tujuan utamanya. Tapi jika ia belum membuat si tujuan itu tercapai agar Ryuto merasa nyaman lagi untuk berada di sekitarnya, mana mungkin ia bisa melangkah ke tujuan yang Ryota maksud, kan? Makanya, hanya satu yang menjadi fokusnya sekarang, berbuat baik pada Ryuto untuk minta maaf hingga mendapatkan maaf tersebut. Semangat, Midori!

⭐⭐⭐

Dari akhir pekan, kini sudah berjumpa dengan akhir pekan lagi. Satu minggu lebih yang akan datang pun tahun 2018 akan berakhir, menutup semua cerita yang telah terjadi selama 365 hari ke belakang. Berganti membuka cerita baru di hari-hari yang baru pula. Ada kalanya menutup bukan berarti menghentikan dan membuka bukan berarti memulai dari nol, namun yang jelas pastinya setiap insan akan membuat ceritanya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menggantungkan harapan di masa yang akan segera datang. Begitupun dengan kisah Midori, meski ia sangat menyadari bahwa itu belum nampak gambarannya, namun usaha harus terus dirinya lakukan jika ingin berjalan sesuai dengan kemauannya.

Ryuto, pria itu harus cepat-cepat Midori temui. Kembali lagi ia mengulang kalimat tersebut. Lagi dan lagi. Hal yang akan ia lakukan pada hari ini. Melaksanakan niatnya yang ingin meminta maaf pada Ryuto. Meluruskan semua kekeliruan antara mereka. Dan membuat Ryuto tak mengabaikannya lagi. Serta ia akan berusaha untuk mengembalikan sikap Ryuto padanya seperti semula saat sebelum si badai itu datang. Pelan-pelan namun pasti.

Terakhir.. apa Midori pun harus mengungkapkan perasaannya setelah semua berjalan sesuai rencana? Jujur saja, ini memang semakin sesak jika terus-menerus dipendam, namun ia belum memikirkan dengan matang tentang kelanjutan hal itu. Jika memang ini disebut sebagai salah satu bentuk emansipasi wanita, ia masih ragu untuk memperjuangkannya.

Berbuat baik..

..dan meminta maaf.

Sudah! Itu saja dulu yang harus menjadi fokusnya sekarang!

Story (other Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang