14. Api Amarah

7 0 0
                                    

"DIMANA KEPALAKU?!", Iordan berteriak marah dan berbalik dengan mata yang menyala-nyala.

Tidak memberi kesempatan untuk membalas, Iordan pun mengamuk.
Tangannya itu mengeluarkan api dan mulai membakar ke sekitar.
Dengan cepat ia melompat dan menyerang pemimpin diantara prajurit yang sejak tadi angkuh.

Vondra ditarik menjauh oleh 2 prajurit lain,
Mereka hanya diam ketakutan menyaksikan Iordan yang mencekik sekaligus membakar kepala prajurit itu.
Belum lagi gigi Iordan kembali menjadi taring dan rahangnya terbuka lebar sampai pipinya terlihat sobek dan mencair.

"A-a-ampun! T-tolong l-lepaskan aku! Aku akan pergi! A-aku-!"

Permohonannya itu hanya sandiwara belaka, karena prajurit yang tadinya membantu menahan Vondra kini sudah mengeluarkan pedang dan hendak menebasnya ke arah kepala Iordan.

"MONSTER!"

Begitu pedang itu diayunkan...tidak banyak hal yang berubah.
Iordan tidak bergeming, bahkan terlihat tidak menyadari pedang itu seharusnya sanggup membunuh.
Mata ungu bergerak kearahnya, bersamaan dengan tangan putih pucat bagaikan lilin.

Dalam waktu singkat pemimpin prajurit itu dibakar sekujur tubuhnya.

Prajurit yang berusaha menebas kepalanya itu ditembus dengan tangannya yang bisa berubah bentuk menjadi semacam pedang yang tajam.
Dan terakhir ia menerkam kepala prajurit yang tadi menahan Vondra sampai putus, lalu memuntahkannya ke pepohonan, dimana kepala itu berguling dan berhenti disebelah bunga aster.

Semua telah mati...tapi...
Iordan masih geram dengan kejadian barusan, tinjunya terus mengepal.

"ARGH! KHHH!", desisnya geram, lalu berjalan menuju kubangan air di dekat Vondra, tapi ia melewati gadis yang menangis itu begitu saja.

Ia tidak peduli Vondra menangis dan menunduk sampai rambut berharganya itu menyentuh tanah, dan punggungnya terus bergerak mengikuti isakan kesedihannya.

Iordan menunduk ke kubangan itu, menatap pantulan dirinya di air.
Wajahnya tidak rusak dan bentuknya sudah seperti wajah pria yang tadi ia gunakan, tapi tentu saja ada beberapa titik yang sedikit menonjol layaknya lilin yang separuh mencair.

Untuk memperbaiki itu ia harus membakar sedikit wajahnya, lalu membentuknya sebisa mungkin agar dianggap manusia biasa.

Toh jika ingin disamarkan menjadi jerawat juga, tidak ada warna merah disekitaran tonjolan itu.

Dikira tumor.

"Tati...", tangis Vondra lirih.

Iordan mengangkat kepalanya dan diam menatap gadis itu yang terus memanggil.
Kalau tidak salah Tati berarti ayah dalam bahasa tradisional Orava....

"Stefan...",
"Dusec...",
"Holy...",

Entah siapa saja yang ia sebut.
Mungkin keluarganya?
Iordan bohong kalau misalkan ia bilang ia peduli.
Apalagi ke gadis yang baru menghancurkan tempat tinggalnya, hanya dengan 1 peraturan saja yang ia patahkan.
Karenanya ia kehilangan segalanya dalam waktu semalam.

Menahan kesal, monster dalam penyamaran itu berdiri, lalu melangkah pergi mengacuhkan Vondra.

Tidak peduli apa kata Beckett waktu itu.
Sumpah serapahnya saat mereka beradu kekuatan di awal-awal kehidupan barunya.

Benar gadis itu merubahnya.
Ia memaksanya untuk pergi menjauh dari tempat yang sudah lama ia naungi.
Sekali lagi menggunakan rupa pria yang tidak ia ingat,
Bergerak meniru manusia,
Dan berpura-pura baik.

Tapi...ia tidak menyangka akan bertemu dengan prajurit Arpadia lagi di negeri Vulkan yang terletak di paling Selatan.
Seharusnya negeri ini belum terjamah.

Love Since Many Gyrs AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang