4. Nona Olga

8 1 0
                                    

Wanita tidak berambut, dengan dress hitam yang mengembang di bahu, dan terlihat elegan.

Kalau ingin dibilang kasar, dressnya seperti orang yang sedang berkabung di kematian keluarga.
Tapi agak tidak mungkin dengan kalung yang terkesan mewah dan mencolok itu.

"Botak?", gumam Vondra seperti tidak percaya.
Tanpa berkomentar, kusir itu mendorong Vondra pelan, mempresentasikan dirinya.

Namun wanita itu mengacuhkan kata-kata tidak menyenangkan tersebut, memilih untuk memperhatikan gadis berambut pirang oranye itu.

Sangat intens, dipenuhi dengan pemikiran yang dalam.

Lantas, ia mengitari gadis dari negeri lain itu dengan tegap, mengobservasi setiap lekuk tubuhnya.
Kulit cerah nan sehat, bibir yang berisi seperti cherry, mata hijau jamrud, dan rambut unik itu.
Dan ekspresi bodohnya.

Wanita itu berhenti lagi di depan Vondra, lalu mundur beberapa langkah seperti ingin melihat secara keseluruhan.
Tanpa disengaja Vondra bertatapan dengan mata di balik veil hitam itu.
Warna mata hijau tidaklah langka di negerinya, namun melihat mata wanita ini...

Seperti ada yang salah.
Apa karena matanya terlalu rapat?
Atau hidungnya yang agak besar?
Atau giginya yang terkesan berantakan itu?

Kalau dipikir itu seharusnya tidak masalah.
Namun entah mengapa Vondra merasa resah dengannya.
Apalagi ia diam, tidak berkata sepatahpun dan hanya terus dan terus menatapnya.

Mungkin ia tersesat di pikirannya sendiri.
Mungkin ia sedang memikirkan kejahatan.
Mungkin ia berpikir apa gadis ini cukup untuk bersama dengan anaknya yang buruk rupa?

Gadis itu hanya bisa berspekulasi.

"Wah wah wah, kak, lihat ini", ucap seorang pria selembut bulu angsa.

Vondra menoleh, dan melihat 2 orang pria berdiri bersebelahan.
Mungkin kakak adik.
Sang kakak bertubuh besar dan terkesan sangat jantan.
Adiknya agak kurus dan berwibawa layaknya orang cerdas.

Dilihat dari mantel mereka yang dibordil benang emas dan kemeja berenda, tidak salah lagi bahwa mereka adalah bangsawan.

"Rambut pirang seperti dari Negeri Orava, indah", komentar kakaknya menyeringai.
"Begitu cantik, pemandangan yang langka bukan begitu?", adiknya menimpal, tersenyum miring ke Vondra.

Melihat ini, pipi gadis itu perlahan panas, entah mengapa ada perasaan yang berkembang seperti bunga di hamparan ladang hijau.

Apa mereka yang akan membelinya?
Sepasang kakak adik?
Tapi siapa yang akan ia nikahi?

Senyuman tipis terukir di wajah Vondra, membuat mereka semakin semangat.

"Oh Bondye senyuman yang manis!", seru seorang ayah menggandeng putranya mendekat.
"Aku bisa melukisnya setiap hari. Proporsi yang unik, mata layaknya jamrud, dan rambut seperti matahari terbit", ucap seorang pelukis yang puitis melihat Vondra.

Sebelum disadari keadaan menjadi ramai, berbondong-bondong mengagumi dan berniat untuk membeli Vondra.

Di penjuru kontinen jarang ada yang berwarna rambut terang seperti Vondra. Rata-rata berambut gelap.
Memang di negeri Vondra sendiri warna pirang itu cukup jarang, tapi pirang ke oranye sangatlah jarang.

"500 Edels!", seru seorang ayah mengangkat tangannya.

Harga tinggi itu membuat kusir dan Vondra membulatkan mata.

Itu berkali-kali lipat dari yang ditawarkan di negeri Arpadia!
Bahkan tidak berhenti sampai situ.

Pelukis tadi menyerukan,
"700 Edels!",
Sorakan pun muncul, menganggap persaingan harga ini menyenangkan.
"1.000.000 Edels!", canda seseorang mengundang gelak tawa, tersenyum seperti orang mabuk di malam hari.

Love Since Many Gyrs AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang