I'm Lucky Because of Luki

2 1 0
                                    

POV AUTHOR

Suara Alarm ponsel memecah ketenangan lelapnya tidur Sofi. Ia berguling ke arah nakas kecil di samping kasur, lalu merangkak dan meraih ponsel di atasnya. Setelah tombol kanan ditekan, ia segera duduk sambil menggosok matanya yang masih berat. Kuatnya rasa kantuk yang ia rasakan, takkan bisa mengalahkan semangatnya untuk segera bersiap-bersiap.

Sofi melewatkan sarapan paginya, ia hanya meminum dua gelas air putih dan satu keping biskuit coklat. Ia begitu antusias dengan kegiatan kenaikan sabuk pagi ini, tentu saja itu karena Mas Luki ada di sana.

Pagi ini tepat pukul 6 pagi, para peserta berkumpul di lapangan kampus tempat mereka biasa berlatih. Tak ada toleransi bagi peserta yang telat. Siapa saja yang datang telat, maka harus mengikuti ujian kenaikan sabuk pada jadwal selanjutnya, yakni paling cepat tiga bulan ke depan.

Panitia sudah membagi peserta ke dalam beberapa kelompok. Sofi masuk ke dalam Regu ke-9 bersama tujuh orang peserta lainnya. Setiap regu memiliki satu ketua dan satu pendamping dari sabuk atas. Sebuah istilah bangun pagi adalah rezeki sepertinya sedang berpihak pada Sofi, tanpa banyak mengharap ia malah mendapatkan Mas Luki sebagai pendamping regunya.

Awalnya Sofi tak menaruh banyak harapan, ia cukup bahagia dengan bisa melihat Sang Penyusup hatinya dalam beberapa bulan ini. Sering kali Sofi mencuri-curi pandang hanya untuk  menatap punggung Mas Luki. Namun ada satu hal yang baru gadis bernama Sofiyah itu sadari, yaitu ada beberapa gadis dalam barisan peserta yang juga mengagumi Mas Luki, baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi seperti dirinya.

"Haduh ternyata saingannya banyak bener. Gak apa-apalah aku gak ngarep banyak koq, cukup liat kamu aja udah happy Mas" batin Sofi.

Acara dimulai dengan beberapa patah kata dari para pembina hingga ketua klub kampus kami. Ketua kami yang begitu mempesona dengan balutan kimono khas karate, membuatnya seakan seperti sedang cosplay. Terlihat tak ada polesan make up di wajahnya, tapi kulit, warna pipi, bibir, deretan bulu mata hingga alis sudah terpahat alami nyaris sempurna. Bisa jadi kalau Sofi lelaki, mungkin dia akan tergila-gila pada Kak Shirin. Atau mungkin saja separuh lebih dari lelaki kampus ini adalah pengangumnya.

Kami memulai kegiatan dengan pemanasan seperti biasa, baik yang dilakukan sendiri maupun berpasangan.

POV SOFI

Regu kami adalah regu paling akhir, sehingga hanya kami yang beranggotakan ganjil. Awalnya aku tak pernah menyadari bahwa akan ada sesuatu yang berbeda dengan kelompok lainnya, tapi kenyataannya hari ini sungguh menjadi hari keberuntungannku. Kini aku tak menyangka bahwa aku sedang melakukan pemanasan berpasangan dengan Mas Luki, karena jumlah kami yang ganjil.

Seperti biasa Mas Luki terlihat begitu tenang, dominasi diam namun banyak bercakap melalui sebuah tatapan yang dalam. Hal ini membuat jantungku malah nggak sehat, bagaimana bisa diawal kami pemanasan saja jantungku sudah berdebar lebih kencang dari orang normal, belum lagi telapak tanganku yang terasa dingin sungguh membuat aku kehilangan rasa percaya diri dihadapannya.

Pemanasan di pimpin oleh Mas Luki dan Mas Taufik, keberentungan berikutnya karena aku nggak mesti curi-curi pandang untuk melihatnya. Suara berat yang begitu langka terdengar pun kini dengan mudahnya kunikmati, walaupun itu hanya hitungan pada setiap gerakan pemanasan. Suaranya aja udah keren, apalagi sambil liatin orangnya duh jadi makin lemas rasanya kaki ini.

Sejauh aku memerhatikan Mas Luki, ia memang jarang sekali berbicara. Baik saat berkumpul santai dengan temannya sekalipun. Ia hanya menjadi pendengar yang baik, dan menanggapi kawannya dengan senyuman atau suara tawa yang sedang. Aku jadi semakin penasaran, bagaimanakah tingkahnya saat sedang dengan orang-orang tedekat seperti keluarga atau mungkin pacarnya. Semakin memikirkannya, semakin aku nggak fokus dengan kegiatan ini.

Luminosity TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang