8. Latihan

7 5 0
                                    

"Bergerak lebih cepat lagi. Apakah hanya segini kemampuan yang dimiliki seorang atlet lari? Tidak ada apa-apanya. Bahkan saya bisa mengalahkanmu dengan mudah." Andro berucap penuh semangat sambil bertepuk tangan. Ia tidak henti-hentinya menyoraki Bumantara yang asyik berlari di halaman belakang itu.

"Ayo lebih cepat lagi!"

Bumantara membulatkan netranya. Ia mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya dan menggerakkan kedua kaki tersebut sesuai permintaan sang mentor.

"Kerja bagus. Perlahan kecepatan larimu meningkat. Saya yakin melebihi kecepatan yang biasa kamu lakukan," tukas Andro memberikan komentar. Ia melihat jam tangan yang menghitung pergerakan Bumantara dan kecepatan larinya.

Cowok itu berupaya mengembalikan irama deru napas dan detak jantung yang berpacu lebih keras dari biasanya. "Benar, Kak. Saya tidak pernah berlari dalam kecepatan seperti ini sebelumnya."

Andro menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri. Sebotol air mineral diarahkan pada cowok dengan keringat yang hampir membasahi seluruh tubuhnya itu. "Minumlah dan kamu akan mendapatkan energimu kembali."

Bumantara menerima air mineral tersebut lalu duduk di rerumputan dengan kedua kaki yang direntang lurus. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menghasilkan sebotol air mineral tersebut.

"Wow. Kamu haus atau merasa sangat lelah?" Andro bertanya sumringah.

"Keduanya, Kak," jawab Bumantara tanpa perlu berpikir panjang. "Tapi rasa lelah saya tidak begitu berbeda dengan saat saya lari dalam kecepatan biasa."

Andro mengangguk beberapa kali. "Karena kekebalan tubuhmu pun ikut meningkat. Kamu dan teman-temanmu juga mengkonsumsi vitamin yang biasa diberikan Patra, kan? Vitamin itu meningkatkan kekebalan tubuh dan meminimalisir rasa lelah si pengkonsumsi."

"Pantas saja vitamin itu terlihat berbeda, ternyata khasiatnya pun berbeda pula."

"Yah, kau berada di akademi sihir. Hal seperti itu bukanlah apa-apa," cecar Andro lagi. Ia lalu mengambil botol mineral di tangan Bumantara lalu mengubahnya menjadi segumpal tanah.

"Wah, Kak Andro hebat. Bisa melakukan segala hal." Bumantara tidak dapat menyembunyikan ekspresi takjub yang tergambar jelas di wajahnya.

"Dengan siapa kamu berbicara? Aku juga seorang guru di akademi ini." Andro berucap bangga pada dirinya sendiri dengan telinga yang juga ikut bergerak.

Bumantara tersenyum dengan deretan gigi yang ditunjukkan di depan pria itu. "Apakah latihan saya sudah selesai, Kak?" tanyanya sedikit ragu pada sang mentor.

"Sudah. Tapi saya tidak akan membiarkanmu kembali ke asrama sekarang juga. Saya akan mengajakmu mengobrol untuk sementara waktu."

Bumantara hanya bisa diam. Ia tidak mungkin pergi begitu saja meninggalkan sang mentor yang terlihat sangat antusias mengajaknya bicara.

"Sementara ini, kamu akan terus mengasah kecepatan berlarimu. Mengenai kemampuan yang satunya, akan mengikuti."

"Baik, Kak. Berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi saya dan teman-teman untuk belajar dan latihan?" Bumantara belum tahu pasti kapan turnamen yang sering disebut itu akan diselenggarakan.

"Turnamen diselenggarakan tiga bulan lagi. Waktu yang kalian miliki, ya, tiga, bulan. Kalian harus bisa mengerahkan seluruh kemampuan yang kalian miliki dan berlatih dengan sungguh-sungguh. Nasib akademi berada di pundak kalian.  Tapi, jangan merasa terbebani dengan hal itu. Nikmati saja turnamen itu senyaman kalian. Bersenang-senanglah."

Kening Bumantara berkerut. "Tiga bulan? Tapi di dalam surat tertulis selama sebulan. Saya takut orang tua saya akan khawatir karena pulang lebih lama dari jadwal seharusnya." Tiga bulan bukanlah waktu sebentar. Ibunya pasti khawatir.

"Hal tersebut sudah diatasi oleh Patra. Tidak perlu khawatir."

Ucapan Andro sukses membuat Bumantara menghela napas lega. Tiga bulan waktu yang dihabiskannya di akademi dan Graxland bagian lain itu akan menjadi waktu yang sangat panjang dan lama. Selama itu pula, ia dan keenam teman lainnya akan melalui hari-hari yang sangat melelahkan.

"Patra melakukan segalanya dengan sangat baik," komentar Bumantara. Pria bersurai gelap itu tidak banyak bicara, tetapi ia melakukan banyak hal dan semuanya dilakukan dengan sangat baik.

"Yah, dia memang seperti itu. Tugasnya ialah menjaga akademi. Tidak heran jika dia sibuk selalu."

"Patra sudah lama berada di akademi ini, Kak?"

"Sudah, jangan membahas tentang Patra lagi. Sebaiknya kamu ikut dengan saya. Kita akan melihat teman-temanmu latihan." Andro bangkit dari posisi duduknya.

"Boleh saya melihat mereka latihan?" Netra Bumantara membola dan terlihat semakin terang.

"Boleh, jika bersama saya."

Keduanya beranjak pergi meninggalkan halaman belakang tersebut. Mereka mulai mengamati Gegana dan Ancala tengah berlatih sungguh-sungguh dengan guru pembimbing masing-masing. Bumantara tidak dapat menyembunyikan rasa takjub dalam dirinya saat melihat kedua temannya berlatih di tempat yang sama.

"Bagaimana? Semangatmu semakin terpacu tidak? Kedua temanmu itu dilatih dengan sangat disiplin oleh guru masing-masing. Hanya kamu saja yang dilatih oleh saya dengan santai," tukas Andro di sela-sela langkahnya.

Menurut pengamatan cowok itu, penuturan Andro benar. Gegana dan Ancala dilatih dengan keras dan disiplin oleh guru pembimbing masing-masing. Sedangkan latihan yang dilakukan olehnya masih terbilang santai.

Keduanya kembali melanjutkan langkah. Kali ini, mereka tengah mengamati latihan Samudera.
Bumantara terkekeh pelan saat melihat cowok itu mengacak rambutnya frustrasi. Samudera terlihat tengah berhadapan dengan seekor bunglon. Sang guru pembimbing menatapnya serius dengan tangan yang terlipat di depan dada. Bumantara merasa ikut terintimidasi oleh guru pembimbing Samudera itu.

"Mr. Alexandro memang disiplin dan keras. Dia tidak akan membiarkan anak asuhnya menjadi lemah," komentar Andro memberikan penjelasan singkat mengenai guru pembimbing Samudera yang mereka amati dari kejauhan.

"Menurutmu, apakah temanmu itu mampu bertahan tanpa pernah merasakan putus asa?"

Bumantara menoleh pada Andro. "Menurut saya Samudera dapat bertahan, tapi untuk tidak putus asa, rasanya mustahil, mengingat ia mendapatkan guru yang begitu keras dan disiplin. Meskipun dari kejauhan, saya juga ikut merasakan intimidasi dari Mr. Alexandro," jawabnya.

"Jawaban yang bagus. Kita lihat lagi latihan temanmu yang lain," ajak Andro seraya mendahului langkah cowok itu.

Kali ini, keduanya tengah mengamati latihan yang dilakukan oleh Rembulan. Sebagai seorang atlet renang, gadis itu tidak dapat jauh-jauh dari air. Rembulan tengah dilatih mengendalikan genangan air yang sengaja diciptakan oleh mentornya.

"Saya berikan bocoran sedikit mengenai Miss Vanka. Dia adalah pengendali air terbaik yang dimiliki akademi. Temanmu berada di tangan yang tepat. Ditambah Miss Vanka merupakan tipe orang yang ramah. Temanmu pasti dapat belajar dengan cepat," jelas Andro.

"Saya juga berpikiran yang sama, Kak. Rembulan adalah gadis yang pintar. Saya yakin dia dapat dengan cepat mengendalikan kekuatannya," sahut Bumantara menyetujui perkataan sang mentor.

"Rembulan, nama yang bagus. Gadis itu tidak kalah cantik dari Miss Vanka."

Bumantara dapat melihat mata sang mentor yang berkilauan meskipun ia mengamati Miss Vanka dari kejauhan. "Apakah Kak Andro menyukai Miss Vanka?" tanyanya tanpa sadar. Pertanyaan itu harusnya dibenam dalam pikiran Bumantara sendiri, tetapi malah tersampaikan secara langsung di depan sang empu.

"Hei, saya masih gurumu loh. Dengan lancangnya bertanya mengenai masalah pribadi dalam situasi seperti ini."

Ucapan Andro sukses membuat nyali Bumantara menciut. "Maaf, Kak. Saya tidak bermaksud demikian."

Bersambung...

Hiraeth [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang