7. Guru Pembimbing

9 5 0
                                    

"Saya minta kalian memperkenalkan diri dan mengeluarkan potensi terbaik yang kalian miliki, yaitu sebagai seorang atlet." Seorang wanita berambut keriting berucap dengan tangan terlipat di depan dada sambil memperhatikan ketujuh remaja yang berbaris rapi di depannya.

Wanita itu mengarahkan jari telunjuknya pada Gegana. "Kamu, tunjukkan pada saya apa yang kamu bisa," katanya.

Gegana mengangguk pelan lalu berjalan keluar dari barisan. "Perkenalkan, saya Gegana. Keahlian saya ialah bertarung di ring tinju," ucapnya memperkenalkan diri.

Wanita itu menatap serius Gegana lalu mengarahkan tangannya ke kanan. Sebuah pohon kecil tumbuh di depan cowok itu.

"Hancurkan pohon itu jika kamu bisa," kata wanita itu lagi.

Tanpa basa-basi Gegana langsung memukul pohon yang tumbuh hanya sebatas bahunya. Pohon tersebut bergerak dan menimbulkan cetakan tangan Gegana pada batangnya.

"Lumayan," komentar wanita itu lagi. "Kamu berada di bawah pengawasan saya."

Gegana membungkuk. "Terima kasih."

"Panggil saya Miss Yu," ucap wanita itu lagi.

"Baik, Miss Yu."

Gegana lalu kembali ke barisannya. Orang berikutnya yang diminta Miss Yu menunjukkan keahlian ialah Ancala. Sebagai seorang atlet bulu tangkis, ia dapat membaca pergerakan lawan. Miss Yu mengujinya dengan cara membaca pergerakan seekor kumbang tanduk raksasa. Ancala hampir menebak semua pergerakan kumbang tanduk tersebut dengan akurat.

"Kemampuanmu akan sangat membantu tim dalam turnamen nanti. Kamu akan berada di bawah pengawasan Mr. Holy," tukas Miss Yu.

Ancala mengangguk lalu kembali ke barisan. Setelahnya, satu persatu siswa akademi itu diminta oleh Miss Yu untuk menunjukkan kemampuan mereka. Setiap siswa akan berada di bawah pengawasan seorang guru yang berkompeten agar kemampuan masing-masing siswa dapat digali dan digunakan sebaik mungkin dalam turnamen.

"Dikarenakan fokus pembelajaran ialah praktik, maka kalian tidak membutuhkan seragam resmi akademi. Patra akan memberikan kalian seragam latihan. Setelah itu, temui masing-masing guru pembimbing, karena mulai hari ini, kalian akan dilatih dengan disiplin sampai turnamen tiba," tukas Miss Yu lagi.

Patra lalu memberikan masing-masing seragam latihan untuk ketujuh remaja tersebut dan mereka diminta untuk menggunakan pakaian itu sebelum bertemu dengan guru pembimbing.

"Sayangnya kita mendapatkan guru pembimbing yang berbeda." Pijar berucap di sela-sela langkahnya.

"Jelas berbeda, karena kemampuan kita semua berbeda." Mentari menyahut dengan santainya.

"Kau terlihat santai, Tari. Apakah kau tidak gugup karena akan bertemu dengan guru pembimbing yang akan membantu kita mengendalikan kekuatan terpendam itu?" Rembulan bertanya dengan kening berkerut.

"Gugup atau tidak bukan menjadi masalah. Apa pun itu, kita tetap akan menghadapinya. Aku yakin tidak mudah, tapi kita tidak mungkin dipersulit," sahut Mentari lagi.

Bumantara menatap punggung para gadis yang mulai berpisah ke jalan berbeda. Hanya tinggal dirinya dan Samudera saja yang belum menemukan guru pembimbing.

"Aku akan ke sini. Semoga kau menemukan guru pembimbingmu." Samudera berucap tiba-tiba pada Bumantara. Kini, hanya tinggal dirinya saja yang belum menemukan guru pembimbing.

Sebuah peta yang ada di tangan Bumantara diamati lekat-lekat olehnya. Tergambar rute yang harus dilalui agar dapat bertemu dengan guru pembimbing bernama Mr. Andro.

"Menurut peta yang diberikan Patra, aku mengarah ke jalur yang tepat, tapi tidak juga menemukan Mr. Andro." Bumantara bergumam sambil terus menyusuri lorong yang gelap. Ia belum juga menemukan Mr. Andro meskipun telah mengikuti petunjuk arah yang diberikan Patra padanya.

"Kamu mencari saya."

Suara seseorang sontak membuat Bumantara mencari keberadaan pemiliknya. Ia memutar tubuh, tetapi tidak juga menemukan si pemilik suara.

"Apakah Anda Mr. Andro?" Bumantara bertanya dengan perasaan was-was.

"Ya, saya Andro."

Seseorang tepat berdiri di depan Bumantara tanpa aba-aba. Bumantara yang terkejut tersentak lalu terjatuh di depan pria bertubuh tinggi itu.

"S-saya Bumantara, Mr. Andro" Bumantara buru-buru bangkit lalu memperkenalkan diri. Ia dapat melihat Menik mata merah menyala yang dimiliki pria itu.

"Ikut saya," kata Mr. Andro setelah mengamati Bumantara sekilas. Ia memandu cowok itu ke halaman belakang yang ditumbuhi pohon-pohon besar.

"Lepaskan seragam latihan itu."

Ucapan tegas seperti memerintah itu sontak membuat Bumantara tersentak. "H-haruskah saya?"

"Kamu adalah siswa bimbingan saya. Sudah seharusnya kamu mematuhi perkataan saya."

Bumantara tidak lagi berani bersuara lalu membuka seragam latihan yang dikenakannya. Memperlihatkan tubuh kecilnya yang tertutup otot di balik pakaian.

"Aliran darahmu sedikit berantakan. Mungkin karena kamu gugup dan merasa sedikit stres," komentar Mr. Andro.

Bumantara bergeming di tempatnya.

"Tarik napas dalam lalu embusan perlahan. Kamu harus merilekskan tubuh dan pikiran. Saya tahu kamu merasa tertekan, tetapi saya harap kamu tetap bersikap tenang," tukas Mr. Andro lagi.

Bumantara menuruti perkataan Mr. Andro. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya secara perlahan. Dapat dirasakannya oksigen yang masuk ke rongga hidung itu benar-benar menyegarkan dan merilekskan pikirannya.

"Bayangkan kamu sedang di bawah air terjun. Rasakan air yang jatuh membasahi tubuh dan menyegarkanmu."

Perkataan Mr. Andro seakan menghipnotis Bumantara. Cowok itu dapat dengan mudah membentuk pemandangan semu itu dalam pikirannya.

Tepukan di bahu membuyarkan lamunan Bumantara. Membawanya kembali ke dunia nyata. Terlihat Mr. Andro berdiri di depannya sambil mengulas senyum tipis. Sangat tipis sampai Bumantara hampir tidak dapat melihatnya.

"Saya melihat kekuatan yang unik dalam dirimu, tetapi saya tidak dapat menebaknya, karena saya bukanlah seorang peramal."

Bumantara menelan salivanya. "Apakah Mr. tahu mengenai kekhawatiran saya?"

Pria berambut cokelat gelap itu menghela napas berat dengan ibu jari dan telunjuk yang diletakkan di dagu. Menurut pengamatan Bumantara, Mr. Andro terlihat seumuran dengan Patra. Bahkan, di beberapa sudut, wajah keduanya terlihat mirip.

"Bagaimana saya tahu jika kamu tidak memberitahukannya pada saya? Juga, jangan panggil saya Mr. Panggil saya Kak Andro."

Bumantara tersenyum getir. Posisi pria yang berada di hadapannya ialah seorang guru pembimbing. Bagaimana bisa dirinya memanggil dengan sebutan kakak. Terdengar tidak etis.

"Maaf, tapi saya ialah siswa Mr. Andro. Tidak pantas rasanya jika saya memanggil Mr. dengan kakak."

"Saya dulunya belajar di Seppera Academy. Anggap saja saya sebagai senior yang membantu juniornya. Hal ini baik untuk mempercepat proses pembelajaranmu. Kamu terlihat sangat gugup dan cemas," tukas Mr. Andro lagi.

"A-ah, baiklah, jika begitu." Bumantara pasrah. Ia tidak bisa membuat alasan lagi.

"Sejak tadi saya lelah terus bersikap formal. Sekarang kamu adalah siswa sekaligus junior saya. Saat turnamen nanti, saya yakin kamu akan bersinar."

Kening Bumantara berkerut. "Saya hanya ingin melakukan yang terbaik dan pulang sesegera mungkin, Kak Andro."

Wajah serius Bumantara membuat Andro menyeringai. "Sepertinya kekuatan itu pantas untukmu. Katakan pada saya apa yang lampu itu gambarkan mengenai kekuatanmu. Agar saya dapat memberikan program latihan yang sesuai," ucapnya serius.

Bersambung...

Hiraeth [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang