16. Sebelum Turnamen

6 4 0
                                    

Seluruh siswa akademi tidak dapat menyembunyikan ekspresi gugup mereka. Duduk di depan meja makan yang sama dengan kepala sekolah membuat mereka tidak berani buka suara. Hanya keheningan yang hadir di antara mereka.

Patra yang melihat hal itu tidak ingin ambil pusing. Ia tahu para siswa akademi itu tidak berani bersuara karena adanya kepala sekolah bersama mereka. Penguasa sekolah itu belum melakukan apa pun, tetapi tekanan besar dapat dirasakan para siswa.

Sirius meletakkan sendok dan garpunya dalam posisi terbalik di atas piring lalu meneguk air minum. Ia lalu merapikan posisi duduknya dan memperhatikan siswa-siswi tersebut.

"Selesaikanlah makan kalian. Saya akan menunggu," cetus Sirius.

Ucapan sang kepala sekolah sontak membuat mereka tersentak. Ancala menyeka bibirnya dengan selembar tisu. "Tidak apa-apa, Mr. Kami sudah selesai makan," balasnya yang merasa tidak enak jika kepala sekolah menunggu mereka menyelesaikan makan. Sejak tadi, baik dirinya atau teman-teman yang lain menginginkan kepala sekolah menyampaikan pemikiran-pemikirannya dengan cepat.

"Baiklah. Saya ingin berkomentar sedikit mengenai perkembangan kalian selama di akademi. Saya bangga dengan ketujuh siswa saya yang bersungguh-sungguh mempersiapkan diri sebelum mengikuti turnamen yang akan diselenggarakan beberapa hari lagi. Tentunya kalian ingin menyelesaikan apa yang sudah dimulai dan cepat-cepat pulang ke rumah. Sebentar lagi kalian akan kembali ke keluarga masing-masing," jelas Sirius. Meskipun tidak mendampingi secara langsung, ia tetap memperhatikan perkembangan ketujuh siswanya itu.

Meja makan itu hening. Tidak ada yang ingin menanggapi ucapan Sirius. Akan tetapi, di dalam hati, mereka bersorak girang, karena sebentar lagi, mereka akan pulang dan kembali ke rumah masing-masing. Satu-satunya alasan yang menguatkan mereka sehingga dapat bertahan selama tiga bulan di tempat itu.

"Saya menaruh harapan besar pada kalian. Seppera Academy selalu mengikuti turnamen dan kita banyak menenangkannya. Saya pun mengharapkan hal yang sama pada kalian. Saya yakin kalian bisa menaklukkan turnamen itu. Kalian memiliki bakat dan guru-guru pembimbing yang mumpuni dalam bidangnya. Saya ucapkan selamat berjuang di turnamen."

Ancala meneguk salivanya. "S-saya boleh bertanya sedikit tidak, Mr?" tanyanya ragu. Sejujurnya, aura Sirius begitu kuat dan menekan orang-orang di sekitarnya.

"Tentu. Silahkan. Tanyakan saja apa yang mengganjal di hati dan pikiran kalian. Santai saja pada saya. Kalian adalah siswa akademi. Sudah saya anggap seperti anak sendiri," cetus Sirius sumringah.

"Saya ingin bertanya, bagaimana jika kami tidak memenangkan turnamen. Apakah kami tidak diizinkan pergi meninggalkan akademi?" Pertanyaan yang sampaikan Ancala ialah pertanyaan yang terus berputar di pikiran masing-masing siswa. Mereka belum mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Andro dan ingin memastikan dengan lebih pasti pada kepala sekolah.

"Haruskah saya menjawab pertanyaan itu, Tuan?" Patra yang sejak tadi diam mulai angkat suara.

"Tidak apa-apa, Patra. Semua pertanyaan yang akan diajukan para siswa akan saya jawab. Kamu cukup mengamati saja."

Patra tidak membantah dan langsung mengunci mulut. Tidak sulit baginya melakukan itu, karena Patra merupakan tipe seseorang yang tenang dan tidak banyak bicara.

"Pertanyaan ini pasti sangat mengganggu pikiran kalian. Akan tetapi, saya tidak bisa memberikan jawaban pasti mengenai hal tersebut. Semuanya tergantung diri kalian sendiri saat di turnamen nanti. Jika kalian berhasil memenangkan turnamen, maka kalian pasti dipulangkan. Jika tidak, saya belum tahu apakah akan menahan kalian atau tidak," jawab Sirius yang juga tidak memuaskan para siswa.

"Baik, Mr. Saya mengerti," sahut Ancala lagi. "Teman-teman yang lain, apakah ada yang ingin disampaikan atau ditanyakan pada Mr. Sirius?" Ancala melihat ke arah teman-temannya.

Mentari mengangkat tangannya. "Mr. saya ingin tahu mengenai mekanisme turnamen. Sampai saat ini Patra belum menjelaskan hal tersebut pada kami."

Sirius melihat sekilas Patra. "Saya yang belum meminta Patra memberitahukan mekanisme turnamen agar fokus kalian hanya diarahkan pada latihan. Turnamen sendiri diikuti seluruh sekolah ataupun akademi yang ada di Graxland. Turnamen ada beberapa babak. Mulai dari babak penyisihan sampai babak akhir. Setiap babak akan ada tantangannya sendiri. Seperti tahun sebelumnya, senior-senior kalian diminta mencari bunga kehidupan di salah satu babak. Kalian tidak boleh egois dan harus mengutamakan kerja sama tim."

***

Selama berada di akademi, para siswa hanya mendapat seragam latihan. Namun, kali ini, mereka mendapatkan seragam baru yang akan digunakan dalam turnamen. Kemeja hitam dengan celana dan rok hitam dengan warna senada yang dilengkapi jubah bewarna merah menjadi seragam andalan Seppera Academy.

"Tidak disangka kita mendapatkan seragam baru. Kita bahkan tidak pernah melakukan pengukuran tubuh sebelumnya," cetus Samudera girang sambil memperhatikan seragam yang cocok di tubuhnya itu.

"Aku pun tidak menduga jika kita mendapatkan seragam resmi akademi. Rasanya seperti kita siswa akademi sungguhan," sahut Gegana.

"Memang kita merupakan siswa akademi. Jika tidak menggunakan seragam resmi akademi dalam turnamen, tentu saja hal tersebut menurunkan citra akademi. Sedangkan sekolah atau akademi lain menggunakan seragamnya sendiri," tukas Rembulan.

"Yah, benar juga," sahut Pijar.

Hari ini para siswa akan berangkat ke kota guna mengikuti turnamen tahunan yang diadakan Graxland. Tidak hanya para siswa yang pergi ke kota, tetapi ada Patra, Andro dan Miss Vanka yang menemani para siswa tersebut. Mereka beranjak meninggalkan akademi menggunakan kereta terbang yang beroperasi secara otomatis. Kepala sekolah rela mengeluarkan biaya lebih untuk menyewa kendaraan tersebut.

Tidak butuh waktu lama untuk kereta terbang itu sampai di kota. Riuhnya suasana semakin menambah kegugupan para siswa. Akan tetapi, Miss Vanka meminta mereka untuk tetap tenang dan tidak mempedulikan hal-hal selain turnamen.

"Turnamen dibuka untuk umum. Tidak heran jika seramai ini. Kalian tidak perlu menghiraukannya dan fokus saja pada tujuan kedatangan kita ke sini," cetus Miss Vanka yang dibalas anggukan mengerti oleh ketujuh siswa.

Tim Seppera Academy mulai memasuki kawasan tempat turnamen dilangsungkan. Seperti yang dikatakan kepala sekolah, seluruh sekolah dan akademi ikut dalam turnamen tersebut. Tidak heran jika ada banyak remaja memenuhi tempat tersebut.

"Rasanya gugup sekali. Aku takut jika kita tidak lolos dalam babak penyisihan," cetus Pijar meremas dadanya yang berdetak kencang.

"Jangan berkata seperti itu, Pijar. Tujuan kita mengikuti turnamen ialah untuk menang dan pulang. Kita tidak mungkin kalah di babak penyisihan. Kau harus percaya pada diri sendiri dan tentunya pada kami juga." Rembulan berusaha menenangkan sang kawan. Meskipun ia sendiri sama gugupnya dengan Pijar.

Pijar mengepalkan tangannya erat. "Yah, kau benar, Lan. Kita pasti menenangkan turnamen ini," ucapnya dengan penuh percaya diri.

Rembulan mengulas senyum. Rasa takut dan khawatir Pijar yang sempat hinggap kini telah sirna begitu saja.

Bumantara menatap lalu lalang orang yang melintas. Sama seperti Pijar, ia pun gugup, tetapi mencoba untuk rileks dan tenang seperti yang dikatakan Miss Vanka.

"Seragam itu terlihat sangat cocok untukmu."

Ucapan seseorang sontak membuat Bumantara menoleh pada Mentari yang duduk di sebelahnya. "H-hah, apa?" tanyanya yang tidak mendengar jelas ucapan gadis tersebut.

"Kubilang, kau terlihat cocok mengenakan seragam akademi."

"Terima kasih. Kau pun pantas mengenakan seragam itu," balas Bumantara seadanya.

Bersambung...

Hiraeth [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang