37. A Boy from The Middle of Nowhere 1. 1

236 41 41
                                    

"Zo."

Zoya yang tengah membungkuk langsung mendongak, lupa jika posisinya sedang merunduk di bawah meja.

'BRAK!'

Wisnu ikut meringis melihat Zoya yang kini terbungkuk-bungkuk menahan pedih di kepalanya akibat membentur meja.

"Sakit?"

"Ya sakitlah, Pak!!" pekik Zoya setengah kesal, setengah ingin menangis. Sudah tahu sakit, malah ditanya, gerutunya.

Wisnu menahan senyum melihat Zoya mengusap-usap kepalanya sambil meringis kesakitan.

"Kamu ngapain jongkok di bawah meja begitu? Nyari duit jatuh?"

Zoya menatap Wisnu sebal. "Nyari pulpen, Pak!" jawabnya bersungut-sungut.

Wisnu tertawa geli. "Galak banget Zo, saya kan cuma nanya."

"Lagian Bapak, udah tahu kepala Zo kejedot, malah ditanya sakit apa enggak."

"Ya siapa tahu aja kamu punya ilmu kebal, jadi kuat menghadapi apa pun. Termasuk kuat menahan malu."

Zoya mencibir mendengar ejekan Wisnu. Tak disangkanya pria yang sepertinya terlihat pendiam itu ternyata bisa juga bercanda.

Seleranya Bu Ve cowok pelawak semua, ternyata, batinnya.

Wisnu melirik pintu kantor Venus yang tertutup. "Venus masih ada di dalam, kan?" Ia lalu melihat jam tangannya. Jam empat sore. Seharusnya Venus masih ada di kantornya. Meskipun begitu, lebih baik ia memastikan dahulu dengan menanyakannya kepada Zoya, karena keputusannya untuk datang menjemput Venus kali ini adalah murni karena impulsif.

"Masih, Pak, masih di dalam. Pak Wisnu datang buat jemput Bu Ve?" tanya Zoya.

"Iya. Mau nggak ya, kalau Venus saya ajak pulang bareng?"

Kedua mata besar yang menimbulkan kesan lugu milik Zoya kemudian mengerjap. "Pak," ujarnya pelan, "Bapak salah kalau menanyakan itu ke Zo. Zo kan bukan dukun. Mana Zo tahu perasaan Bu Ve?"

"Tapi kepala kamu sekarang udah nggak apa-apa?"

"Ha?" Kedua mata Zoya melirik ke sudut kiri atas. "Udah nggak apa-apa kok Pak, udah nggak begitu sakit lagi," jawabnya, refleks mengusap benjolnya kembali.

"Kamu bukan dukun. Tapi kamu sekretarisnya Ve, kan?"

Kedua mata Zoya kembali menatap Wisnu. "Benar, Pak."

Apa sih maunya ini orang? Zoya mulai jengkel dengan omongan Wisnu yang berputar-putar.

"Itu artinya kamu pasti tahu apa kesukaan Venus, kan?"

"Kesukaan Bu Ve?" Diberi pertanyaan seperti itu, nalurinya sebagai sekretaris langsung mengambil alih. "Banyak sih, Pak. Kesukaan tentang apa dulu ini? Barang? Makanan? Atau selera musik?"

Mendadak Zoya tersadar. Matanya kembali mengerjap. Kali ini lebih siaga.

"Ooooooh, jadi, tujuan Bapak dari awal nanya-nanya ke Zo ini untuk mencari tahu kesukaan Bu Ve lewat Zo?"

Wisnu menahan senyum melihat reaksi Zoya. "Akhirnya kamu sadar juga."

Zoya menghembuskan napas panjang sambil memutar mata. "Ngomong terus terang dong, Pak. Pakai nanya-nanya kabar kepala Zo segala."

"Menurut etika, sebelum kita menyampaikan maksud dan tujuan kita yang sebenarnya, sebaiknya kita berbasa-basi dulu, Zo."

Wisnu kembali menahan senyum saat Zoya mencibir lagi.

"Jadi, kalau saya mau ngasih hadiah buat Venus, menurut kamu sebaiknya saya ngasih apa?"

Tak ada jawaban dari pertanyaan itu. Yang dilakukan Zoya justru malah menatap Wisnu dengan penuh selidik.

Lunatic Love [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang