48. Accident 1. 3

224 17 4
                                    

Sepanjang jalan, Leon berusaha menghapalkan rute yang dilaluinya meski penerangan yang bisa diandalkan hanyalah rumah-rumah penduduk dan lampu jalan. Malam telah tiba. Matahari sore telah disingkirkan awan gelap bergemuruh yang menggantung rendah nan menakutkan.

Leon menatap sekilas pada anak buah Revan yang mengemudi dalam diam.

“Mau ke mana kita?”

Tapi pertanyaannya hanya dianggap seperti angin lalu. Pria itu tetap mengunci mulutnya.

Mobil yang mereka tumpangi melewati lorong yang mengarah ke jalur pinggir kota. Makin lama, daerah yang mereka lewati makin gelap dan sepi. Leon sulit menemukan kendaraan lain yang berpapasan dengan mereka sekarang.

Mobil itu terus melaju dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya tiba di jalan sempit berkelok-kelok yang diapit oleh tanah-tanah kosong tak terurus. Hingga kira-kira sepuluh menit lamanya melewati jalan itu, akhirnya mobil itu berhenti di sebuah bangunan tua seperti gudang pabrik yang sudah lama tak terpakai.

Di sinikah tempat Venus dan Onal disekap? Mata Leon mengitari bangunan itu untuk mempelajarinya. Gudang itu berdiri terpencil. Tak tampak ada bangunan lain di kanan kirinya. Sangat cocok dijadikan lokasi kejahatan. Revan benar-benar pintar memilih tempat.

“Turun.” Ini pertama kalinya anak buah Revan bicara.

“Ternyata bisa ngomong juga lo,” dengus Leon. “Tadinya gue kira lo nggak punya mulut.”

Seolah tuli , pria itu tak menanggapi ejekan Leon. Ia hanya keluar dari mobil, lalu membuka pintu mobil untuk Leon.

“Turun sekarang, jangan coba-coba kabur!” perintahnya. Tangannya mencengkeram sebuah belati.

Leon menatap belati yang teracung ke arahnya. Bahkan dalam keremangan, ia dapat melihat jika ujung belati itu tajam dari kilatnya yang tertimpa cahaya bulan.

“Hey, calm down, Man. Nggak seru kalau kita langsung main kasar. Bos lo ngasih perintah kalau gue harus dibawa dengan selamat, kan? Bisa turunin pisau itu dikit?”

“Keluar.” Pria itu tetap bergeming. Belatinya masih teracung ke arah Leon, tak bergeser satu inci pun.

Leon mengangguk-angguk santai. “Oke, oke. Gue keluar sekarang. Sepertinya... Bos lo udah nggak sabar pingin ketemu gue.”

Pria itu langsung mendorong pintu mobil hingga menutup begitu Leon keluar. Ia memindahkan belatinya ke belakang pinggang Leon. “Jalan!” perintahnya sambil menekan ujung belati itu.

Leon berjalan menuju pintu gudang berukuran besar yang terbuka. Pintu itu terbuat dari besi dengan banyak bercak karat di permukaannya. Makin dekat menuju bangunan gudang, Leon mengenali mobil miliknya terparkir tak jauh dari pintu.

Hawa tak enak langsung menyergap begitu langkah pertama Leon menginjak bagian dalam gudang.

Seperti halnya gudang pabrik, ruangan itu berukuran luas dengan langit-langit yang sangat tinggi. Di satu sisinya terdapat tumpukan benda rongsok dan beberapa tong berdebu yang ditempeli banyak sarang laba-laba. Gudang itu mempunyai beberapa lampu neon panjang yang tak semuanya menyala, sehingga menyebabkan penerangan menjadi remang-remang.

Revan dan puluhan anak buahnya berdiri di tengah-tengah, persis di bawah lampu gantung yang cukup terang. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, ada dua sosok yang duduk terikat di kursi.

Salah satunya Onal. Mulutnya ditutup dengan lakban hitam. Kedua matanya membelalak ngeri. Penampilannya terlihat lusuh karena noda debu dan darah yang mengotori bajunya. Beberapa kali ia bergerak, mencoba melepaskan diri dari ikatan yang membelitnya, namun tak lama melemah saat upayanya tak membuahkan hasil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lunatic Love [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang