"Fe-Felix?"
Gadis itu menautkan kedua alisnya menatap lekat lelaki yang berada tepat dihadapannya kini. Lelaki itu menoleh sembari mengukir sebuah senyum tipis nan menghangatkan.
"Kita dimana?"
Seketika taman penuh mawar itu berubah menjadi sebuah hamparan laut tak berujung saat desiran angin menerpa keduanya hingga membuat Surai panjang Vely menari-nari.
Hanya terdengar suara ombak yang menghantam karang seolah tiada ampun.
"Felix apa yang terjadi? Kita dimana?" Teriak Vely, walau bagaimanapun ia berteriak takkan bisa menembus kerasnya suara ombak.
Felix tak menghiraukan apa yang dikatakan Vely dan hanya tersenyum, sembari meraba saku kirinya dan meraih sesuatu. Kalung.
Ia lalu berjalan perlahan ke arah Vely dan melingkarkan kalung itu.
"Kamu nggak akan sendiri." Lelaki berpakaian serba putih itu lalu mengusap kepala Vely sembari tersenyum.
Ia lalu menarik Vely kedalam dekapannya sembari terus mengusap kepalanya.
Vely lalu terperenjat kaget saat sebuah dentuman keras hadir diantara mereka hingga membuatnya terbangun dari tidurnya.
Sayup-sayup suara musik membuatnya menyadari sesuatu.
Ia lalu mengedarkan pandangannya mengenali setiap sudut ruang gelap itu yang hanya diterangi oleh sebuah cahaya lampu tidur yang sedari pagi belum dimatikan.
"Cuma mimpi." Gadis itu lalu mengusap kasar wajahnya.
Gadis itu lalu beranjak dan membuka pintu kamarnya, rupanya kedua jarum pada jam telah mengarah pada angka 7, ia lalu menyadari berapa lama ia tertidur.
Ia lalu berjalan menuju meja makan, seolah telah mengetahui bahwa makanan telah siap menyambutnya.
Kedua saudaranya itu hanya bisa terdiam. Entah apa yang keduanya tengah pikirkan.
"Jadi udah ada klarifikasi dari pacar songong kamu itu?" Luki menyendok nasi sembari melirik Vely.
"Santai dong bisa jadi itu editan, walau jujur sih gua sempet syok tapi kalau dipikir-pikir bisa jadi itu cuma editan. Kan ndak ada yang tau sebenarnya bagaimana. Dan bisa juga chat yang dikirim Agatha cuma bahan buat manas-manasin aku."
Lukas dan Luki hanya bisa terdiam seraya menatap lekat saudarinya itu. Walau sempat syok Vely tetap saja berusaha berpikiran positif, bahkan terlalu positif sehingga kedua saudaranya itu sering menganggap gadis pecinta kardigan itu terlalu naif.
Lukas lalu membanting sendok yang saat itu berada di tangannya dan beranjak dari tempat duduknya.
"Kak, lu itu positif thinking atau bego sih?"
Tanpa basa-basi Vely lalu beranjak dan meninggalkan Luki. Kini tersisa Luki yang sedang asyik melahap sisa sang kakak.
"Ye gitu amat dah."
****
Mentari memang tak pernah lupa akan senyumnya, walau setiap saat ia cukup menoreh sebuah luka. Luka yang tak diketahui seorang pun, tak ada sebuah kata bahkan frasa yang dapat menjelaskannya.
Mentari kini menyambut gadis bersurai merah bata yang kini dikucir kuda itu dengan senyum walau tidak sehangat dulu.
Gadis itu hanya dapat tertunduk saat berjalan di lorong-lorong sepi kampusnya itu. Vely memang sering datang sebelum kelas dimulai.
"Kalau jalan diperhatikan, nanti jatuh. Sakit."
Suara itu hadir entah dari mana, Vely memalingkan wajahnya kearah kanan dan kiri. Namun tak menemukan seorang pun, sampai akhirnya ia menoleh kebelakang dan mendapati sosok lelaki dengan tas yang hanya di selempang pada bahu kirinya itu sembari tersenyum tipis.
Atensi keduanya bertubrukan hingga membuat Vely dapat melihat manik indah, dan juga hidung mancungnya lelaki blasteran itu.
"A-anu, Felix kan?" Vely berbicara terbata-bata sembari berusaha menghindari tatap hangat namun mengintimidasi Felix.
"Vely kan?" Felix menunjuk gadis yang berada tepat dihadapannya.
"Mau barengan, eh kita sekelas dan se fakultas lho," ucap Felix yang dibalas anggukan oleh Vely.
Keduanya memang dipertemukan akibat kopi panas, namun ada hal yang membuat keduanya seolah dapat dengan begitu mudah akrab.
Saat Vely melangkahkan kakinya masuk kelas, ia disambut oleh sebuah air yang sengaja dilempar kearahnya. Jahat!
Gadis itu hanya dapat membatu ditempat, seisi kelas sontak menertawakannya tak terkecuali Felix yang saat itu berada tepat di samping gadis bumi itu.
Manik coklat lelaki itu memicing tajam kearah Agatha dan mengepalkan tangannya.
Felix lalu menghampiri Agatha yang saat itu tengah tertawa terbahak-bahak hingga membuat gadis itu perlahan mundur langkah demi langkah hingga tak ada lagi ia sedikit membentur tembok.
Felix lalu mendekatkan wajahnya hingga Agatha dapat mendengar deru nafas lelaki yang sedang menatapnya dengan tatapan yang kejam nan mengintimidasi.
"Lo Agatha kan?" Gadis itu mengangguk
"Denger ya Agatha, sekali lagi gua liat Lo nyentuh atau bahkan bicara dengan gadis yang barusan Lo siram, gua nggak akan segan buat ngancurin masa depan Lo. Denger!"
"LO DENGER NGGAK!!" teriak Felix sembari menggebrak dinding yang berada tepat di samping telinga Agatha hingga menggema mengisi setiap sudut kelas. Tawa lepas seketika berubah hening seolah telah terjadi peristiwa yang begitu besar.
"Good." Felix memalingkan wajahnya dan pergi menghampiri Vely yang tengah basah kuyup.
"Ayo kita pergi dari sini." Felix menarik lengan Vely meninggalkan kelas yang tengah syok.
Vely hanya dapat terdiam dan menuruti kemana lelaki November itu pergi.
"Stop!"
To be continue
Hello Fellas gimana nih chapter kelima ini? Sudah mulai ada sedikit pergolakan ya.
Felix mulai kelihatan nih aslinya. Kalau ada yang ingin ditanyakan silahkan komen ya.
Jangan lupa vote dan komen kalau cerita ini berkenan di hati kalian.
See u👋🏻👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska Dream
RomanceBIASAKAN FOLLOW DULU YA.... Habis itu jangan lupa untuk tinggalkan jejak berupa vote dan komen ya.... Kalau kalian follow nanti author pasti akan follow balik okey..... ENJOY THE STORY GUYS...... Vely seorang gadis pengagum mentari tak pernah menya...