Chapter 2

5 2 0
                                    

Semesta banyak menyimpan rahasia, rahasia yang tidak semua orang mengerti akan maknanya. Seperti sang Surya yang kerap bersedih disaat rembulan mulai menorehkan sinarnya.

Semesta itu lucu, pada pijakan kaki yang sama kedua insan dipertemukannya diwaktu yang cukup aneh. Vely dan Felix dipertemukan oleh segelas kopi panas yang tumpah menerpa tubuh mungil gadis itu.

"Sayang, kayaknya laki-laki itu namanya nggak asing," ucap Vely menoleh kearah Revan.

Revan menatap wajah imut Vely, "iya, bilang aja kamu naksir sama dia. Wajah blasteran, tinggi, putih ya kan? Noh aku udah tinggi rata-rata lokal nggak putih-putih amat." Revan melengos.

Itu dia Revan Adisetiawan, seorang pemuda berdarah lokal yang cukup mudah merasa tertandingi jika ada lelaki yang berbicara kepada Vely. Seolah benteng kokoh dalam dirinya retak akibat sepatah kata yang diucapkan lelaki lain.

"Hei, walaupun dia blasteran, tinggi, putih, dan ganteng, tetapi yang jadi pacar aku kan kamu bukan dia. Lagi pula nih ya kalau pun aku suka sama dia belum tentu dia sesetia kamu," ucap Vely menaruh dagunya di bahu Revan.

Mentari kembali tersenyum melihat kedua insan ini, kelabu seketika lari terbirit-birit. Ucapan Vely membuat dada bidang Revan sedikit sesak.  

Vely mengubah posisinya lalu menyandarkan kepalanya di lengan Revan.

"Iya deh," ucap Revan menahan sesak di dadanya. Ringtone ponsel Revan memecah suasana keduanya.

Revan merogoh saku kanannya, wajahnya seketika berubah saat melihat nama yang tertera pada ponselnya.

"Sayang ini penting harus aku angkat, oh iya kayaknya aku langsung ke kelas ya soalnya dosen aku kali ini killer jadi nggak mau telat," ucap Revan tergesa-gesa. Vely mengangguk sembari tersenyum.

Revan langsung berlari-lari sembari mengangkat teleponnya.

Vely kembali terduduk sendiri disebuah taman kampus tak jauh dari klinik tempat ia diobati. Ia mengambil posisi favoritnya duduk bersila. Ia menengadah wajahnya kearah sinar sang Surya dan menikmati sengatan demi sengatan sinarnya.

Baginya sinar sang Surya dapat mengobati perasaan sedihnya jika datang dan dapat pula menambah kebahagiaannya.

Sang Surya memang tidak dapat mengucapkan kata-kata, namun anehnya gadis Januari ini tau setiap kata yang ingin dikatakan sang Surya dan dapat merasakannya.

"Vely," panggil seseorang dari kejauhan. Vely lalu mengecek jamnya dan betul saja sang kakak tiba tepat pukul 13.00 ia datang menjemput Vely.

Gadis bersurai merah bata itu tersenyum sembari berlari kecil menghampiri mobil Jeep sang kakak.

"Right on time big bro," ucap Vely menepuk pundak lelaki berusia 26 tahun itu. Lukas hanya tersenyum dan menyodorkan sebungkus coklat kesukaan Vely, namun atensinya tertuju pada noda coklat yang melekat pada kardigan kesayangan Vely.

"Itu kenapa? Jatuh?" Tunjuk Lukas.

"Kena kopi panas tadi nggak sengaja tersandung batu tadi plus melepuh sedikit, sedikit kok santai," ucap Vely dengan nada menenangkan.

Lukas hanya menggeleng sembari menancap gas. "Siapa bikin kamu jatuh, gadis itu lagi?" Lukas sudah sejak lama mengetahui bahwa sang adik cukup sering menjadi korban keisengan salah satu mahasiswa di kampusnya.

Binar di manik coklat Vely menghilang, rasa bersalah kini menyambutnya. Tak ada frasa yang dapat menjelaskan perasaanya saat ini.

"Look kak, I'm sorry," ucap Vely.

"Don't sorry to me, sorry for yourself. You letting those people act like that, you hate it but you never prevent." Lukas seorang lelaki yang cukup perhatian terhadap sang adik. Lukas sudah berungkali mengatakan kepada Vely untuk melaporkan hal itu kepada dosennya, namun Vely tetap saja mengindahkan keisengan temannya.

Lukas menghela nafas panjang sembari melirik kearah Vely, "trus pacar kamu mana?" Lukas berdehem.

"Dia pergi katanya ada urusan," ucap Vely.

"Dia ninggalin kamu sendiri? Laki-laki bangsat, eh dia kalau jadi pacar yang niat dong," ucap Lukas bernada tinggi.

"Enough okey, what's make you mad. I know kakak lagi kesel sama aku karena temen aku, tapi nggak gini sampe bawa-bawa Revan segala." Vely menghentakkan kakinya.

Seolah sang Surya bersedih walau sinarnya amat terang menerangi bilik-bilik kegelapan, sedih rasanya ia melihat kedua insan yang ber argumen tanpa henti.

"Turun!" perintah Lukas. Manik Vely membulat, ia tak menyangka sang kakak menurunkannya akibat masalah yang begitu sepele.

Tanpa berpikir panjang Vely mengindahkan apa yang diperintahkan oleh sang kakak.

Brak.....

Pintu mobil tertutup dengan rapat diikuti oleh tancapan gas yang cukup tinggi. Vely menatap lekat mobil Jeep berwarna coklat itu sembari berjalan di jalanan yang cukup sepi.

Brum.....

Dari kejauhan terdengar suara kenalpot motor yang begitu empuk di telinga.

"Vely, need a ride?" Suara bariton itu sontak membuat Vely kaget.

"Felix?" Celetuk Vely sembari menerawang wajah di balik helm full face itu.

Semesta memang lucu, selalu memberi kejutan yang tak terduga. Mempertemukan kedua insan diwaktu yang tak terduga pula.

To be continue

****

Hello guys new chapter is on air right now hehehe.

Alaska DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang