Jangan lupa Vote dan Komen ya semua...
Selamat membaca 😘
****
Namun sayang gadis itu sedang tidak membawa uang cash dan memilih untuk mengurungkan niatnya membeli jepitan itu dan memilih melanjutkan perjalanannya pulang.
"Vely?"
Gadis itu menoleh kearah sumber suara, jujur kali ini Vely cukup terkejut melihat seseorang yang memanggilnya. Bukan Felix dan tentunya bukan Revan. Angga Pradartha Bumi, seseorang yang dahulu pernah singgah di hati Vely sebelum akhirnya berpisah akibat perkelahian Angga dan Lukas.
"Angga?"
Lelaki berusia 24 tahun itu tersenyum sekaligus cukup terkejut dengan kehadiran vely.
"Ngapain Vel disini?"
"Habis ketemuan sebentar, eh gue kaget lho kirain siapa" Gadis itu terkekeh canggung.
"Gua kerja disini." Lelaki itu menunjuk sebuah toko antik yang berada tak jauh dari kafe tempat Vely bertemu Revan.
Bukannya masih menyimpan rasa hanya saja semenjak kejadian Angga memukul Lukas, gadis itu merasa canggung jika berada di sekitar lelaki Aquarius itu.
"Kalau begitu gua masuk dulu ya soalnya ada yang harus di beresin."
"Sure, go ahead." Gadis itu lalu berjalan cepat meninggalkan Angga yang langsung masuk ke dalam toko.
Ah tidak ada sesuatu yang mengganjal. Gadis itu lalu berbalik dan masuk ke dalam toko antik itu.
"How are u?"
Terlihat dengan cukup jelas wajah tanda tanya Angga.
"I'm good, you?"
Gadis itu mengulas senyum tipis yang seketika itu menjawab pertanyaan Angga.
"Wait, bukannya kamu udah pergi tadi."
Gadis itu mengindikkan bahunya, "well, nggak enak aja. Nggak nanyain kabar kamu."
Cukup jelas! Lelaki itu menganggukkan kepalanya sembari mengusap-usap sebuah guci antik bermotif bunga.
"Udah ada yang baru?"
Gadis itu hanya mengangguk samar. "You?"
Lelaki itu mengukir sebuah bulan sabit terbalik di wajahnya sembari menggeleng. Jujur Angga pada dasarnya masih memiliki rasa terhadap Vely hanya saja kejadian itu membuatnya menahan rasa itu dan memilih untuk sendiri.
"Mau aku anterin pulang?"
Gadis itu terdiam seribu kata memikirkan jawaban apa yang harus ia keluarkan.
"Nggak usah aku bisa pulang sendiri kok."
Gadis itu lalu melambaikan tangan dan keluar dari toko itu, sejujurnya Vely tak tega melihat Angga seorang yang dulu bagaikan seorang prince charming baginya, kini memilih hidup sendiri tanpa pasangan. Namun itu merupakan pilihan yang tepat baginya.
"Everyone made their own choice." Gadis itu bermonolog ria sembari berjalan menyusuri aspal bersih itu.
****
"Dok!!"
Seketika itu dokter dan para perawat berlarian bunyi Elektrokardiogram membuat seluruh perawat dan dokter yang merawat pun panik. Tubuh gadis itu gulai lemah wajah pucatnya seolah menambah kepanikan.
Felix yang baru saja keluar dari lift terkejut melihat para perawat yang mondar-mandir.
"Ada apa sus?" tanyanya kepada seorang perawat yang baru saja melintasinya.
"Pasien di kamar 202 sedang kritis." Tanpa berpikir panjang Felix berlari menuju kamar itu dan mendapati Alexa yang sedang duduk dilantai tepat di depan kamar gadis itu.
"You can't get inside, mereka bilang hanya dokter dan perawat yang bisa." Baru kali ini Felix melihat wajah Alexa begitu lemah seolah tak berdaya akibat syok.
"Gua baru sampe dari metik bunga buat dia. Pas gua masuk nggak berapa lama, alat deteksi detaknya berbunyi cepat. terus gua panggil dokter, begitu diperiksa dia bilang hisk d-dia lagi kritis." Felix langsung menarik Alexa ke dalam dekapannya. "Gua nggak mau kehilangan dia Lix, gua nggak mau hisk."
Baru kali ini Felix melihat sang kakak menitihkan air matanya begitu deras, seolah rasa sakit, takut, dan khawatir bercampur menjadi satu. Felix pun merasa syok mendengar berita yang begitu mengejutkan itu.
"Dia akan baik-baik saja."
Jujur Felix takut kehilangan sang adik yang begitu ia sayangi, baginya sang adik sudah seperti pasangan dalam hidupnya.
"Ehem.... Alexa, Felix mungkin ada berita yang cukup berat yang harus saya sampaikan kepada kalian. Saat ini Aksara sedang berada dalam kondisi kritis, namun detak jantungnya berhasil kembali normal. Dan kami sepertinya harus segera melakukan operasi."
Keduanya tertunduk, sejujurnya Felix dan Alexa tidak tau apakah mereka harus senang atau sedih.
"Dan kalian pasti sudah tau untuk biaya, operasi sumsum tulang belakang pasti cukup tinggi, namun kalau tidak dilakukan segera saya takut akan terjadi hal yang buruk."
"Baik dok, lakukan operasinya sekarang!" Felix angkat bicara hingga membuat Alexa terkejut. Ha! dia sudah gila.
Sang dokter lalu mengangguk samar dan pergi meninggalkan mereka berdua. "Ouh saya lupa untuk operasinya saya jadwalkan besok."
Mata Alexa memicing kearah Felix, gadis itu lalu menarik kerah baju Felix, "Lo udah sinting ya? Darimana kita dapat uang sebanyak itu. Ih gila lo ya."
"Denger kita jual aja mobil sama motor gua, masih banyak kok barang branded gua yang harganya bisa buat bayar operasi Ara. Plus nyokap sama bokap pasti ngirimin kita uang dan lagi mereka pasti dateng yakin gua." Alexa menghembuskan nafasnya kasar, "Plus mau sampe kapan kita tunda-tunda terus operasinya Ara sampe kapan?" Sambungnya.
"Fine, gua bakal jual juga beberapa piringan hitam gua ke toko barang antik." Gadis itu lalu berdiri dari posisinya dan memeluk Felix, "jujur gua geli sebenernya meluk lo dan saat lo meluk gua, tapi jujur gua syok banget tadi dan sekarang gua lagi nahan kegelian gua." Keduanya pun terkekeh sembari meregangkan rangkulan satu sama lain.
Alexa tipe gadis yang membutuhkan pelukan disaat-saat yang cukup sulit baginya, biasanya sang ibulah yang memeluknya. Tapi kali ini ia pasrah dan membiarkan adiknya yang memeluknya walau dalam lubuk hatinya ia merasa begitu geli.
To be continue
****
Hello fellas New chapter is upp.....
lumayan panjang ya....
nggak apa-apa deh karena beberapa hari yang lalu author sempat sehari up, seharinya lagi bolong, hehehehe.But anyways jangan lupa buat vote, komen dan follow ya, author pasti akan follback okey.....
See u on the next chapter
Adios.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska Dream
RomanceBIASAKAN FOLLOW DULU YA.... Habis itu jangan lupa untuk tinggalkan jejak berupa vote dan komen ya.... Kalau kalian follow nanti author pasti akan follow balik okey..... ENJOY THE STORY GUYS...... Vely seorang gadis pengagum mentari tak pernah menya...