5. Perjalanan Hati

19 5 0
                                    

"Kamu sepanjang jadi boss disana gak pernah marah ya?" tanya Astrid dari motor.

"buat apa? Gua marah juga Mereka ga bakal dengerin. Gua lebih suka Mereka kerja karena Mereka cinta dengan pekerjaan Mereka bukan karena Mereka takut sama Gua sebagai boss Mereka." "Gua juga tipe boss yang paternalistik, jadi apa apa Gua harus bimbing dan ga bisa Gua tinggalin sendiri tanpa pengawasan dari Gua. Kayak Mereka harus ini itu,, setidaknya Mereka bilang ke Gua dan Mereka tunggu persetujuan dari Gua bagusnya gimana." Jelasku.

"Aku beneran ga boleh kerja tempat Kamu ya? Kenapa?" ucap Astrid menempelkan dagunya di pundakku.

"enggak boleh. Nanti Lu kecapean ga ada yang bisa urus. Kasian tar Lu juga kesiangan kalo kuliah."

"enggak kok. Ini buktinya Aku ga ngantuk sama sekali wleekk.."

"serah Lu dah."

"lanjutin cerita sekarang.. tentang dunia Kamu. Aku penasaran. Plisss... kali ini aja." Mohon Astrid.

"yaudah iya boleh."

***

"Kenalin, nama Gua Semesta. Panggil aja gitu. Gua dari Kota dan semoga Kalian bisa menerima Gua di sekolah ini." ucapku perkenalan di depan kelas.

"eh anak kota.. Lu pernah ke air terjun ga? Pasti ga di suruh kan sama ortu Lu. Dasar anak mami."

"darah Lu tar Gua jadiin air terjun." Ucapku.

(Dia berdiri dan marah).

"maksud Lu apa? Ga seneng Lu sama Gua? Gua tunggu Lu sepulang sekolah."

"siapa takut."

Hari itu adalah hari pertama Aku di asingkan di tempat yang belum pernah Aku datangi sebelumnya. Tempat dimana Aku harus meladeni banyak orang bodoh yang tidak tau caranya bertata krama. Meladeni banyak orang sok pintar yang menganggap dirinya istimewa dan berharga. Dan meladeni banyak orang narsis yang mengincar popularitas tapi tidak ada karya yang bisa dibanggakan.

Sebenarnya daerah ini indah, hanya saja beberapa oknum di dalamnya seperti sampah. Taunya hanya bercanda, tertawa, dan tidak peduli dengan masa depan serta tantangan yang ada. Setidaknya jika Kita tidak bisa jadi pintar, jadilah orang yang berguna. Itu menurut ku, terserah menurutmu. Walaupun begitu, ada beberapa orang juga yang bisa Aku jadikan temanku. Tak banyak sih, hanya dua orang laki-laki yang berasal dari latar belakang dunia yang sama. Terlantar dan tak memiliki rumah tetap yang abadi. Mereka hidup berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lainnya untuk bertahan hidup.

Namanya Bintang Aryo Pangestu, dan Yudha Trisnia Alexander. Dua orang yang tidak pernah sekalipun Aku lihat berpisah. Kemanapun Mereka bergerak, Mereka selalu bersama. Dan dari Mereka juga Aku belajar bahwa sebenarnya hidup itu adalah tempat sementara untuk Kita merasakan mati.

"Lu Semesta kan? Mau ikut Gua sebentar? Btw nama Gua Bintang. Dan ini Yudha. Lu bisa berteman sama Kita berdua kalo Lu mau. Kita bukan orang jahat dan tampaknya Kita dari latar belakang yang sama. Lu mau ikut Gua sebentar?" ucap Bintang padaku di kantin. (hari ke 128 Aku bersekolah dan baru mendapatkan teman saat itu juga).

"Gua bukan orang yang bisa Lu kenal semudah itu. but, yaa Gua ikut sama Lu."

Bintang mengajakku keluar dari sekolah. Pergi ke tempat ia biasa bercengkrama santai dan bercerita. dan inilah hari dimana Aku sangat membenci diriku sendiri. Andai saja kala itu Aku tidak ikut dengan Mereka, pasti Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu dulu.

"Gua tau Lu kurang kasih sayang dari keluarga Lu kan?" ucap Yudha.

"ga juga tuh. Gua biasa aja."

"Lu mau kedamaian? Gua dan Yudha juga berasal dari tempat yang sama dengan Lu. Tempat yang Lu sebut kota. Dan Gua juga kurang beruntung di keluarga sama dengan Lu. Jadi Gua tau Lu ga baik-baik aja." "nih buat Lu. Setidaknya walaupun ini ga bisa buat dunia Lu damai, Lu bisa tenang." Ucap Bintang memberikan minuman padaku yang menjadi sumber mimpi burukku.

Himpunan Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang