Di sepanjang jalan, dapat kau temui orang-orang bergerak tanpa menggunakan kaki mereka. Seolah menggunakan sihir tingkat tinggi, mereka mendaratkan bokong pada alas yang empuk dan melayang, mengarungi lautan berambut dan berbaju yang juga sama seperti mereka.
Sekilas memang begitu, tapi mana ada sihir di dunia yang semakin maju. Mungkin, "tunggangan" itu pun salah satu evolusi dari sihir? Atau ... manusia yang memiliki otak berusaha menciptakan sesuatu yang dianggap hanya khayalan semata bagi nenek moyang kera mereka.
Bukan hanya berkerumun di jalan-jalan beraspal yang semulus pantat bayi. Namun, dapat kau temui juga "tunggangan" itu menyebar pada titik-titik yang abstrak. Setiap teras, depan warteg, di pinggir comberan, bahkan sesempit di ruang tamu yang penuh sesak oleh "tunggangan" yang saling berdesakan dengan sofa dan meja.
Para jenius membuatnya agar mempermudah manusia dalam hal mobilisasi, awalnya. Namun, seiringnya waktu berganti, "tunggangan" tersebut beranak-pinak, mereka bukan hanya menjadi "membantu", peran mereka bergeser menjadi barang pokok yang wajib ada di setiap atap.
Dulu, melihat orang melayang sangat jarang, selayaknya manusia menaiki sapu terbang. Tidak semua orang punya sapu terbang, tetapi semua terbalik sekarang. Mata-mata menatap seseorang yang berjalan dengan kaki mereka. Mengundang tanya, seolah adalah hal yang patut dipertanyakan dan mendapatkan sorotan mengapa orang tersebut masih menggunakan kaki, sedangkan ada yang jauh lebih praktis.
"Kenapa jalan kaki?"
"Nggak capek memangnya?"
"Kasihan banget jalan kaki terus."
Tidak ada yang mau repot-repot dengan berjalan kaki berkilo-kilo meter, tetapi untuk sebagian orang, mereka sadar bahwa keberadaan "tunggangan" itu sudah terlalu menyesakkan sekitar. Seperti halnya di pasar malam. Menikmati jajaran baju-baju, celana dalam, kacamata, dan hal-hal lain yang dipajang, memang lebih nikmat dengan meresapinya perlahan. Orang-orang itu tidak sadar juga, bahwa kaki boleh tidak pegal. Namun, kemacetan membuat para penunggang kaki terganggu saat di pasar malam atau acara yang melibatkan jalan dan sekumpulan pedagang.
"Bisa nggak, sih, mereka, tuh, jalan kaki aja? Macet banget ini, lho! Mana ada truk lagi yang mau lewat."
"Iya anjing! Kesel banget gue. Gue udah minggir, nih, masih aja diklaksonin. Pengen gue ajak duel asli!"
Selain menimbulkan macet, "tunggangan" itu juga selalu kentut tak kenal tempat.
Suara kentutnya berisik. Orang yang sedang menikmati mimpi basahnya, pasti terganggu saat mereka melewati jalan depan rumahnya.
Okelah, memang tidak semua kentut berbau. Namun, kentut yang berasap dan berbau adalah sesuatu yang menjengkelkan. Terlebih lagi jika ada manusia yang dilewati kendaraan yang kentutnya tidak berhenti-henti.
Manusia entah menyadarinya atau tidak, tapi semenjak mereka bergantung pada "tunggangan", udara tak lagi segar.
Jika manusia mampu menciptakan "tunggangan" yang praktis dan trendi, seharusnya ilmu pengetahuan mengenai alam juga semakin banyak. Dan setidaknya anak-anak muda mengetahui, khususnya yang bersekolah, bahwa kentut kendaraan bermotor membuat Bumi sakit.
Mungkin, kenaikan suhu pada bumi yang diakibatkan menipisnya lapisan antibodi (baca : ozon) membuat Bumi terkena demam.
Dan manusia dengan "tunggangan" adalah virus yang berkembang biak di dalam tubuh Bumi.
Cara menghentikannya? Ada. Namun, sepertinya manusia mana peduli dengan Bumi yang sakit. Jangankan bumi, tubuh sendiri pun suka sekali mereka lukai. []
16 November 2022
Terpikirkan suatu siang saat membeli ayam
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua yang Tertimbun dan Terlupakan
RandomRemeh-temeh. Tidak begitu penting. Mari buang dan biarkan orang-orang melupakannya! Tenggelam dalam kesibukan, ada beberapa orang yang tidak membiarkan hal-hal itu menjadi sampah. Bisa saja, apa yang orang lain buang itu adalah sesuatu yang menjadi...