02. Dunia Maya

5 1 0
                                    

Teman-temanmu sedang bergosip. Suara mereka mendadak berbisik seperti takut terdengar oleh seseorang yang sedang mereka ceritakan. Kamu tidak berminat untuk bergabung. Bagimu tidak ada manfaat apa pun yang kamu dapatkan dengan bergosip tersebut, selain mengetahui pasangan siapa saja yang baru jadian dan ketahuan selingkuh.

Bosan, kamu membuka ponsel, menggulir layar pada laman sosial media. Jika ditanya sosial media apa yang paling kamu sukai, dengan lantang kamu mengatakan Twitter. Aplikasi yang membuatmu serba tahu, beragam postingan pengetahuan dan cerita horor berkumpul di sana. Memang bukan hanya Twitter yang bermanfaat bagimu. Namun, Twitter adalah yang ternyaman bagimu.

Selayaknya manusia yang memiliki dua sisi, aplikasi media sosial pun mempunyainya. Sisi positif dan negatif.

Jika Twitter berikanmu ilmu yang tak pernah habis, Twitter juga memberikanmu berita terpanas abad ini yang tak pernah terlewatkan.

Dan saat sisi negatif tiba-tiba menampakkan diri di berandamu, saat itu juga keinginantahuanmu bangkit. Mungkin, tidak apa membaca beberapa komentar, setidaknya untuk menambah sudut pandang baru bagimu, alasanmu defensif.

Postingan yang kamu baca kali ini berupa screenshot dari aplikasi TikTok.

Kalo nanti di en*ot aja, nangesss, tapi sukanya ngundang begitu.

[Foto tercantum : wanita dengan pakaian membentuk tubuh, tetapi menggunakan kerudung.]


Lalu, komentar menembus angka seribu lebih. Kamu mengernyit. Kamu sedikit tidak menyangka, zaman semakin berkembang, tetapi mengapa pola pikir masyarakat juga tidak turut serta mengikuti perkembangan zaman?

Banyak yang menentang. Namun, banyak juga yang mendukung. Semakin digulir, semakin kepalamu panas. Ini yang tidak ingin kamu rasakan. Gatal pada jari-jarimu untuk mengetik komentar pedas yang ditunjukkan pada orang-orang yang dianggapmu tolol.

Tidak, kamu punya kendali atas dirimu. Jangan menjadi seseorang yang suka memberikan minyak pada api. Maka, kamu tutup ponselmu dan menghela napas.

Informasi-informasi memenuhi isi kepalamu.

Setelah dirasa kamu mampu mengontrol emosimu kembali, kamu berdiri. Keluar dari kelas yang sesak. Kamu duduk di undakan teras kelas.

Sepoi angin menerpa wajahmu, membuatmu makin sadar. Tercenung, kamu melanggar aturan yang kamu buat, apa pun bentuknya bergunjing tetap saja bergunjing, mau menggunakan apa saja medianya, membicarakan seseorang apalagi sampai mencuci otak orang lain agar membenci seseorang yang kita benci adalah kesalahan besar bagimu.

Kamu juga sempat terpikirkan postingan tadi. Berhijab, tapi masih telanjang emang salah. Kasarnya, percuma. Tapi ... apa ngajak orang lain untuk nggak suka sama apa yang sender nggak suka juga bener? Ya, kagak lah! Cukup kalo nggak bisa ngasih saran—biarpun gue ngerasa nggak ada orang nggak dikenal tetiba komen di lapak, apalagi kalo pake bahasa yang nggak baik—tinggal skip aja, atau blokir, deh. Kenapa manusia suka banget mempersulit hidup? Hidup udah sulit, udahlah, urus hidup sendiri, selagi dia nggak ngerugiin elu. Bukan maksud gue menormalisasi sesuatu yang salah, tapi kritik sama cacian beda, njir. Mana itu muka nggak disensor. Makin gila aja gue liat tingkah manusia, nih. Mana gue juga manusia lagi.

Kamu termasuk golongan orang yang simpel. Suka, maka lihatlah. Benci, maka abaikanlah. Dengan begini kamu makin mengerti, bahwa bukan dari aplikasi Twitter sendiri sisi negatif itu ada, pun halnya dengan positif. Itu semua ada karena manusia, para pengguna yang bijak atau malah yang gemar menyebar kebencian di mana-mana. []




18 November 2022
Diketik saat Wi-Fi ngambek habis dipuji

Semua yang Tertimbun dan TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang