11. Basa-Basi Kelewat Basi

0 0 0
                                    

Ada kerabat datang saat kami sedang enak-enaknya makan. Mereka dua orang dewasa dan satu anak kecil. Demi menghargai tamu, aku terpaksa melepas piring beserta ikan pindang kesukaanku. Tak ada waktu banyak  aku menikmati momen bersama keluarga, apalagi semenjak jadi anak kos-kosan. Di saat waktunya berbincang sembari makan bersama, orang asing yang tak aku kenal, tiba-tiba sudah tiba di depan pintu.

Kata ayah, mereka saudara, tapi aku tidak tahu. Tidak ada satu pun dari wajah ketiganya yang aku kenali. Entah karena aku terlalu gemar di rumah, atau barangkali ada hal lain yang menyebabkanku tidak mengenali mereka.

Salah satu dari dua orang dewasa itu ibu-ibu. Memakai kacamata serta bibirnya yang agaknya memakai gincu.

Aku sebenarnya sudah mendekam di tempat yang aman dari jarak pandang tamu itu. Urusan tamu, aku tidak mau tahu, jadi aku memilih untuk menyingkir. Namun, ayah tidak akan membiarkanku lepas. Beliau menyuruhku untuk di duduk di dekatnya.

Tiga tamu, ayah dan aku duduk lesehan dialasi tikar buluk. Mereka berbincang, sedangkan aku bungkam. Bingung juga mau bicara apa.

Semuanya tampak basa-basi. Aku hanya duduk seperti patung hiasan, tidak ikut obrolan ataupun bermain dengan ponselku, seperti biasanya.

Tidak ada yang aneh sampai pada pertanyaan yang sering kali orang lain lontarkan pada ayah.

"Kamu kapan punya istri?"

"Nanti, Bu, nunggu anak besar dulu."

"Cari istri, dong, biar kamu ada yang ngurus."

Ayah tampak tenang dan cuma senyam-senyum menanggapi pertanyaan itu.

Selain perempuan yang suka diberondong pertanyaan perihal nikah, aku juga mengetahui bahwa laki-laki pun tak luput dari pertanyaan basa-basi kelewat basi tersebut.

Sebagai saksi dari orang-orang yang menanyakan pertanyaan kurang kreatif itu, aku sampai muak mendengarnya.

Dan, semua yang bertanya ibu-ibu.

Ibu-ibu memangnya tidak punya hobi lain apa, ya? Kenapa suka kali mencampuri urusan hidup orang lain.

Menyuruh untuk lekas menikah bukan satu-satunya yang membuatku geram. Doktrin kalau laki-laki membutuhkan sosok istri hanya untuk mengurus kehidupannya juga yang tak habis pikir bisa terucap dari mulut orang-orang.

Maksudku, itu secara tidak langsung mengatakan istri tidak jauh berbeda dengan pembantu dan suami yang mirip bayi besar yang bahkan tak bisa mengurusi hidupnya sendiri. Sangat menyedihkan.

Usai mereka pergi, aku baru mengetahui suatu fakta dari ayah. Katanya, mereka dulu memusuhi keluarga kami dan jarang juga menampakkan batang hidungnya di rumah kami, tapi karena sekarang mereka membutuhkan ayah, jadilah mereka mulai menjalin tali persaudaraan lagi.

Pantas saja aku tidak pernah melihatnya. Mereka sendiri yang menjauhi keluarga kami dan datang di saat butuh, tapi caranya menyuruh ayahku tak dapat kumengerti. []





28 Desember 2022
Akhirnya saya bisa membuang sampah lagi

Semua yang Tertimbun dan TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang