Tata menghela napas. Dua belas bulan semua manusia di muka Bumi mempunyai waktu yang sama dengannya. Selama itu, mereka bergerak, tampak juga hasil dari pergerakannya. Bukan cuma berencana, menentukan jalan mana saja yang akan dilalui, lalu sudah. Begitu saja dan semuanya berakhir.
Tahun cepat sekali berlalu. Tak terasa, Tata hampir menginjak kepala dua. Ia jadi ingat sebuah lagu.
Hidupnya stagnan. Tak bergerak, pun agaknya juga tidak mundur. Ia seperti diam di tempat. Sedangkan orang-orang melaju, entah dalam kecepatan berapa, tetapi mereka tetap maju.
Buktinya, saat Tata mengabsen apa-apa saja yang sudah ia capai di tahun ini, ia termenung. Cukup lama untuk memikirkan prestasi apa yang ia peroleh. Namun, begitu cepat saat bagian minus, atau kekurangan dari hari-hari yang ia lewati tahun ini.
+
- Rajin membaca
- Menerima kenyataan yang suka seenaknya
- Mulai jarang overthinking
- Lebih hemat
- Mulai berani berkata nggak ke orang lain-
- Masih suka bergadang!
- Males olahraga, tapi mimpinya punya badan mirip Jenni BP!
- Kadang males baca, sampai-sampai banyak buku yang nggak tuntas.
- Rencana mulu, wacana mulu! Aksinya nol gede!
- Bikin jadwal, tapi jadi pajangan!Itu belum seberapa. Masih banyak sederet kekurangan yang mampu ditulis satu-satu oleh Tata. Memang manusia begitu mungkin, ya? Menghitung kekurangan cepat, tapi langsung diam seribu bahasa saat ditanya kelebihan. Alias, lebih mudah melihat hal-hal buruk.
Bukan suatu masalah. Justru bagus seharusnya. Jadi, Tata bisa mudah intropeksi diri.
Namun, jatuhnya ia jadi kurang menghargai hal-hal kecil. Semacam pencapaian kecil yang mampu ia torehkan tahun ini. Misal, saat pertama kali membuat power point saat presentasi. Ia berhasil, walaupun agak gagu dengan dunia desain. Lalu, berbicara di depan banyak orang walaupun mereka teman sekelas. Tak apa, yang penting Tata sudah mampu membawakan acara dengan lancar dan menjawab semua pertanyaan. Atau bisa menamatkan satu buku. Yang penting apa ia dapat dari buku yang ia baca, kan? Kualitas, bukan kuantitasnya? Apa jangan-jangan keliru?
Tata mengikuti akun base di Twitter yang berisi literasi. Ia sempat melihat komentar di salah satu postingan perihal tantangan membaca.
23, 40, 57, 101 ... kenapa orang-orang bisa membaca sebanyak itu? Sedangkan ia tidak?
Mengapa Tata selalu membandingkan dirinya seperti itu? Padahal sekecil apa pun yang ia lakukan, itu adalah sebuah pencapaian?
Tidak harus besar, tidak harus berlari kencang. Merayap seperti siput seharusnya juga proses, bukan?
Ia jadi teringat kata-kata temannya.
"Kita suka nggak sadar sebenernya proses kita itu nggak mulus mirip jalan tol, tapi lebih kayak tangga. Jadi kita ngira kalau kita nggak ada kemajuan, padahal ya ada. Walaupun sedikit. Karena ya tadi, prosesnya mirip undakan tangga. Naik, terus mendatar, stagnan, kok cuman begini-begini aja? Nggak kayak si A udah beli ini-itu, udah juara ono-ini. Terus naik lagi, eh mendatar lagi. Ngerti, kan maksudku?"
Tata kira perjalanannya seperti naik tangga, tapi ternyata lebih menyerupai bentuk undakan tangga. Maju beberapa langkah diam, maju lagi, diam lagi.
Lalu, sepertinya bukan itu saja. Memang dasarnya ia tidak menghargai pencapaian kerikil yang didapatkannya. Padahal itu juga termasuk pencapaian. Kalau kurang terus, tak akan pernah cukup.
Maka, Tata menulis satu hal lagi yang ia masukan ke daftar plus.
Masih hidup sampai sekarang []
30 Desember 2022
Sudah sejauh mana proses saya, ya? Macam siput atau kuda?
![](https://img.wattpad.com/cover/326901357-288-k446104.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua yang Tertimbun dan Terlupakan
De TodoRemeh-temeh. Tidak begitu penting. Mari buang dan biarkan orang-orang melupakannya! Tenggelam dalam kesibukan, ada beberapa orang yang tidak membiarkan hal-hal itu menjadi sampah. Bisa saja, apa yang orang lain buang itu adalah sesuatu yang menjadi...