Zea mulai membenarkan posisi tubuh nya dan menyamankan duduk nya, Zea mulai berbicara tentang keinginan nya jika nanti ia sudah bisa melihat lagi
"nanti Zea mau kepantai bareng abang, mama sama papa juga"
"terus nanti Zea mau jalan-jalan keliling kota sama abang"
"kita main petak umpet lagi kayak dulu pas kita kecil"
"Zea juga mau makan sate yang didepan kosan nya Maudy"
"Zea mau liat sunset sama abang"
"Zea mau liat bulan sama bintang di malam hari dari balkon kamar abang"
"Zea juga mau main kemana-mana sama abang"
"Zea mau liat pelangi"
"Zea mau hujan-hujanan lagi hehe"
Zea terus mengungkapkan keinginan nya di depan sang kakak, sesekali mereka juga tertawa karna keinginan aneh Zea
Hari mulai larut, Arshaka membawa kembali Zea keruangan nya, angin juga berhembus dingin menusuk tulang mereka berdua
Seperti nya malam ini akan turun hujan, Arshaka membantu Zea berbaring di ranjang nya
Ia juga memberikan selimut supaya Zea tidak kedinginan, Arshaka membacakan cerita yang sering ia lakukan seperti sebelum-sebelum nya
Zea mulai terlelap dalam tidur nya hingga tidak menyadari jika Arshaka sudah keluar dari kamar nya
Arshaka mengunjungi ruangan ibunya, disana ada sang ayah yang siap siaga jiga ibunya bangun dan membutukan bantuan nya
Perlahan ia duduk di samping sang ayah, terlihat wajah lelah dan sedih milik sang ayah
Sedari kemari Bisma terus terjaga, ia tidur bergantian dengan Arshaka yang terus menjaga Zea
Dalam benak mereka ada sesuatu yang membuat mereka khawatir, mereka takut jika harus kehilangan salah satu di antara ibu dan anak itu
Dalam kondisi ini mereka bingung harus mencari donor jantung siapa yang cocok dengan Maurin
Jika Zea mengetahui bahwa sang ibu mengalami masalah dengan jantungnya mungkin ia akan terus menangis dan tidal memikirkan kesehatan nya sendiri
Itulah alasan Arshaka tidak memberi tahu nya tentang keadan sang ibu, Arshaka takut jika Zea tau malah ia akan bersikeras untuk mendonorkan jantung nya
Arshaka tidak bertahan lama di ruangan sang ibu karna ia juga harus menjaga adik nya yang belum sembuh secara total
Arshaka berjalan gontai menuju ruangan sang adik, ia terus memikirkan bagaimana cara nya supaya mendapatkan donor sebelum Zea tau akan hal itu
Setiba nya di ruangan Zea ia duduk di kursi tunggu, dan mulai berbaring disana
Lelah rasanya seharian terus menerus menangis, ia lelah jika harus lebih lama melihat keadaan kedua nya belum ada perbaikan yang spesifik
"maafin abang ya Ze, harusnya abang bisa bantuin kamu dalam kondisi seperti ini"
Arshaka mulai terlelap di kursi tunggu itu, meski dengan sakit ia mencoba sekuat tenaga menahan nya
Keesokan pagi nya Arshaka bangun lebih awal agar bisa membersihkan tubuh nya terlebih dahulu
Zea mulai membuka matanya, masih dengan posisi yang sama yang ia lihat hanya gelap
Ia hanya menghela napas dan mencoba sebisa mungkin menerima keadaan ini mulai sekarang
Ketika ia barusaha untuk duduk ada tangan yang membantu nya, ia tau jika itu adalah Arshaka sang kakak yang siap siaga setiap saat
"abang udah mandi ya?"
"iya kenapa emang dek? Masih bau ya?"
"enggak ko hehe, udah wangi beda sama aku yang belum mandi dari kemarin" ucap Zea cengengesan
Zea meminta agar di ajak keruangan ibu nya, namun Arshaka menolak karna masih terlalu pagi