Ini namanya membunuh Basta secara perlahan. Dia sedang mengurus pekerjaan atas perintah Tuan Arthur saat ponselnya terus berdering. Terhitung 23 panggilan tak terjawab ditambah puluhan pesan. Diangkat, dan ternyata kabar dari Kinanti bahwa Calvin lagi lagi datang ke rumah sakit dalam keadaan tidak baik.
Meski sudah biasa, tetap saja jantung Basta seperti sedang maraton. Saking organ itu bekerja terlalu cepat, rasa-rasanya bisa meloncat kapanpun. Saat seperti ini Basta selalu memantapkan diri akan mengomeli Calvin. Namun, begitu melihat Calvin melas tak berdaya, buyar sudah semuanya.
"Lhoh Noah?" sapanya pada salah satu dari tiga pemuda di ruang tunggu UGD. Dua dari mereka termasuk Noah tampak kumal dengan baju basah.
"Mas Basta. Ngapain mas?" yang disapa balik bertanya.
Akan dijawab, namun Hendrik menghampiri. Maka Basta utamakan menghadap Hendrik, melupakan alasan keberadaan adik dari mantan kekasihnya itu.
"Nggak papa, Calvin cuma mau flu," kata Hendrik sebelum ditanya. Cukup dengan melihat raut muka khawatir pada Basta pun sudah bisa menebak. Tidak mungkin dia katakan secara rinci mengingat ada tiga orang asing bersama mereka.
"Flu sampe pingsan, dok?" tanya Jonas mengalihkan atensi Basta kepadanya.
Hendrik mengangguk seraya tersenyum. Sudah kesekian kali dia menemani dan menangani Calvin, kini merasa hangat karena bertambah teman yang menunjukkan kepedulian dengan anak baik itu.
"Emang sejak dua hari lalu udah sakit. Anaknya aja yang bebal malah keluyuran," jelas Hendrik.
Jonas ingin melihat Calvin, tapi belum bisa karena Calvin yang sudah siuman kini kembali tidur dan butuh banyak istirahat. Maka Noah dan Jonas pamit pulang karena tidak membawa baju ganti. Setelah keduanya pergi, Harsa tetap bergeming. Memang tadi dia sempat berganti pakaian di mobil.
"Kamu nggak ikut temenmu?" Hendrik bertanya.
Teman? Oh sekarang mereka (bersama Noah dan Jonas) berteman? Tidak penting sebab ada hal lain yang sedang mengganggu pikirannya.
"Dua hari lalu saya ketemu Calvin. Keliatan sehat tapi tadi kata dokter dia sakit. Apa gara-gara kejadian itu?"
"Kejadian?" Basta pastikan pendengarannya.
Diangguki Harsa dan dia pun kini ikut bingung, menduga Basta maupun sang dokter tidak tau 'kejadian' yang dia maksud.
"Namamu Harsa 'kan?"
Harsa terkejut karena Basta mengetahui namanya padahal dia belum memperkenalkan diri. "K-kok tau?"
Bersamaan dengan itu, ruang UGD terbuka lagi. Menampilkan Calvin tidur dengan kepala bersandar bahu Oka yang menggendongnya. Tubuh Calvin dibungkus selimut seperti lumpia. Di belakangnya adalah Kinanti yang membuka dan menahan pintu untuk Oka lewati.
Paham pemandangan itu pasti baru bagi Harsa, lalu Basta menambah kebingungan si mahasiswa. "Saya bisa percaya sama kamu?"
Sempat diam karena bingung, ragu-ragu Harsa pun mengangguk. Dan dari semua pertanyaan, tidak ada satupun yang langsung terjawab karena mereka mengikuti Oka membawa Calvin ke kamarnya.
Sungguh Harsa ingin berseru heboh setelah hari ini mendapat kejutan bertubi-tubi. Kamar yang dimaksud tidak seperti kamar rawat inap dalam bayangannya; ini lebih seperti kamar di rumah. Plafonnya bertabur bintang bak berada di ruang angkasa. Bingkai lukisan tiga kartun astronot di atas televisi, serta pernak-pernik galaxy lainnya.
"Harusnya ini kejutan buat Calvin eh anaknya dateng-dateng drop lagi," ucap Basta.
Mereka ke ruangan terpisah, ruang keluarga dengan meja makan dan sofa empuk. Basta persilahkan Harsa duduk. "Saya banyak denger tentang kamu sama siapa itu temen sekolahnya Calvin."
![](https://img.wattpad.com/cover/325650261-288-k601972.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Live a Calvin Life ⁽ᴱᴺᴰ⁾
FanficCalvin punya cara untuk menciptakan bahagianya sendiri. ⚠️ 𝘢𝘯𝘨𝘴𝘵