14. Calvin dan Jiwa-Jiwanya

2.2K 254 25
                                    

Paling menyebalkan dari kondisinya yang tidak menentu akibat autoimun adalah ketika hal sederhana menjadi rumit. Makan contohnya. Iya, kebutuhan pokok semua makhluk hidup itu menjadi masalah Calvin beberapa hari ini. Tiba-tiba Calvin tidak bisa menelan makanan padat maupun cairan, kendati sudah diprediksi Oka dan sudah berupaya dicegah dengan pengobatan.

Setiap penggantian selang NGT pun tidak terlepas dari drama. Setidaknya perlu didampingi 2 dokter dan 3 suster karena Calvin ngeyel dan heboh.

"Mau pake kecil apa besar?" goda Oka pada Calvin yang masih sesenggukan sisa menangis setelah selang ditarik keluar dari hidungnya.

"Hiks kecil."

"Besar aja lah ya?"

"Hiks nggak mau."

"Iya yaudah jangan nangis. Salah masuk nanti malah masuk telinga mau?"

Calvin menggeleng heboh sambil menutup kedua telinganya.

Botol kesayangannya diberikan oleh suster untuk digenggam. Selang kecil yang sudah disiapkan pun dimasukkan perlahan melalui lubang hidung Calvin oleh dokter THT.

"Telan, telan, telan," bimbing sang dokter, sementara Calvin minum demi membantu gerakan seperti menelan selang.

Basta yang ikut menenangkan hanya bisa meringis saat selang mulai mencapai kerongkongan. Beberapa kali Calvin juga tampak akan muntah; reflek ketika benda asing didorong paksa masuk sampai ke perutnya.

Selesai kegiatan itu, mood Calvin berubah一entah memiliki kepribadian ganda atau dasarnya pintar menyesuaikan diri. Berbeda dari Calvin yang banyak merengek di sekitar orang-orang kepercayaan (mostly lebih tua), jiwa lain Calvin berupa anak nakal pemberontak.

Calvin mengendap keluar ketika Basta berbicara serius dengan Oka dan Hendrik. Naas, dia lupa ruangannya masih dijaga dua bodyguard. Mau tidak mau Calvin memasang siasat, berlari kencang, menyelip di antara pengunjung rumah sakit, dan tetap berucap maaf.

Sampai dia membidik seorang familiar yang mengenakan seragam sekolah dan menggendong tas, lantas menabrakkan diri.

"Ikut gue," ajak Calvin menarik pergelangan tangannya, tak peduli orang yang ditarik terseok-seok menyamakan langkah.

"Kemana anj一" Tidak sempat selesaikan umpatan karena Calvin sudah menariknya masuk ke mobil yang baru saja menurunkan penumpang di lobby.

Dengan napas terengah Calvin menepuk bahu pengemudi yang sebagian wajahnya tertutup masker. "Mas ke Jeeva InterSchool."

"Lo一"

"Nggak usah pake aplikasi nanti uangnya saya lebihin," lagi-lagi Calvin memotong Joe.

"Gila," keluh Joe. Alisnya menyatu, menatap lekat-lekat anak di sampingnya. Bukan hanya karena merasa diculik, tapi juga karena benda yang menjulur keluar dari hidung Calvin disertai plester di pipi.

Joe tidak bertanya pun Calvin paham arah tatapannya. Dia melepas plester yang merekatkan selang, lalu berpesan pada si sopir taksi online, "Mas kalo jijik merem aja."

Persetan dengan rasa iba, Joe menoyor kepala Calvin. "Nabrak lah bego."

Si sopir tidak berkata apapun dan hanya melirik sekilas dari spion tengah. Joe menahan hasrat ingin muntah melihat kegiatan Calvin menarik selang, jadi dia mengalihkan pandangan ke laur jendela.

"Lupus," celetuk Calvin begitu NGT terlepas dan dia masukkan wadah kemudian ke tas. "Gue pengidap autoimun lupus dan gue harus pake feeding tube karena Akalasia. Itu apa? Lo bisa cari di Google. Yang pasti nggak menular kok, tenang aja."

Live a Calvin Life ⁽ᴱᴺᴰ⁾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang