18. Painful Truth

2.2K 281 33
                                    

⚠️

Hari membahagiakan bagi Calvin mungkin akan jatuh di hari ini. Setelah liburan yang membuatnya lebih 'manusia', walau fisiknya lelah, tapi hatinya tetap bersorak kegirangan.

Hanya satu yang mampu membuatnya merasa demikian, yakni pesan dari sang Ibunda.

Bunda ingin bertemu, artinya dia bisa kembali menatap mata elok sosok yang telah melahirkannya itu.

Katakanlah Calvin naif. Namun ini kesempatan yang dia dambakan sejak lama.

Baru tiba dari perjalanan jauh saja Calvin sudah bersemangat mengemas duplikat piala olimpiadenya. Piala yang asli disimpan pihak sekolah. Tidak masalah, yang penting dia bisa seperti anak-anak lain.

Dia akan menunjukkan bahwa dia anak yang bisa dibanggakan. Dia menang olimpiade, maka Bunda bisa dengan bangga bercerita ke teman-temannya.

Kakinya terus bergerak di bawah meja kala menanti di sebuah kedai es krim. Dulu Bunda sering mengajaknya ke sini setelah semalam suntuk belajar. Mata berbinarnya terus menatap piala yang dia taruh tepat di hadapan. Kepalanya menoleh setiap dentingan bel di pintu berbunyi pertanda pelanggan datang.

Hingga siluet sosok yang ditunggu pun muncul, membuat matanya terpusat ke pintu kaca toko. Spontan dia berdiri, menyembunyikan piala ke belakang punggung bak kejutan istimewa.

Namun, binarnya redup ketika sang Bunda tidak sedetikpun menatap matanya. Bahkan wajah Bunda terkesan muram. Tak ada basa-basi melepas rindu, wanita itu langsung menarik kursi untuk diduduki.

Hening. Mereka berhadapan, tapi hanya Calvin yang menatap partner se-mejanya.

Shelvia menunduk, tangannya yang berpaut di atas meja saling meremat. "Bunda..." Memberi jeda tuk kumpulkan keberanian. "Bunda janji nggak akan lama karena mungkin kamu juga nggak betah liat Bunda, tapi Bu一"

"Calvin kangen," potongnya cepat. "Kangen banget sama Bunda."

Shelvia menggeleng, masih tak mau mengangkat wajah. "Tapi Bunda harus menyampaikan ini dan setelahnya Bunda yakin kamu akan lebih benci sama Bunda." Dia menarik napas dan dihembuskan kasar. "Ini soal keluarga Bunda."

Tangan Calvin yang masih di balik punggung otomatis meremat piala di genggamannya. Terlebih saat Shelvia melanjutkan, "Keluarga Bunda kacau. Kamu tau sekarang Regan mendekam di penjara. Bukan cuma itu, perusahaan mas Thomas一Ayah Regan sekaligus suami Bunda一juga bangkrut."

Mendengar deskripsi yang Bunda pakai untuk menekankan siapa Thomas membuat dada Calvin seperti ditekan. Sesak.

"Semua aset berharga disita bank. Kami berdua tertatih-tatih buat bertahan hidup, sedangkan Regan masih butuh bantuan hukum."

Calvin tidak tau kenapa dia harus mendengarnya. Sejauh ini dia sudah berusaha tidak memikirkan kasus Regan, mempercayakan seluruhnya kepada Tyan, sehingga dia tak tau menau perihal nasib buruk yang dialami sang Ibu.

"Sampai beberapa hari lalu kakekmu一Tuan Arthur datang menawarkan modal. Beliau bilang akan memberi modal untuk membangun usaha baru, asalkan Bunda pergi sejauh mungkin dari kamu."

Ternyata sang kakek turut bertindak.

Lalu tiba-tiba Shelvia bangkit, siap bersimpuh di samping Calvin duduk. Otomatis Calvin berdiri, hendak mencegah tapi Shelvia terus berucap dalam satu tarikan napas.

"Kalo itu yang kamu mau, Bunda siap, Calvin. Bunda siap pergi sejauh mungkin dari kamu karena Bunda sadar kesalahan Bunda nggak bisa diampuni dan kamu pasti benci sama Bunda."

Tidak. Dalam lubuk hati terdalamnya, Calvin ingin beri kesempatan, tapi entah kenapa lidahnya enggan bersilat, sebab kata Shelvia, "Tapi Bunda mohon biarkan Regan ikut sama kami. Keadaannya memburuk selama di penjara. Sakitnya sering kambuh bahkan sempet dirawat. Kamu pasti tau gimana rasanya sakit dan dirawat di rumah sakit itu nggak enak."

Live a Calvin Life ⁽ᴱᴺᴰ⁾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang