9

217 32 15
                                    

Setelah puas membuat Yoongi dan Jimin hampir menanggalkan seluruh pakaian, permainan konyol itu akhirnya selesai. Menyisakan Seulgi yang hangover terduduk di lantai penuh sampah bersama Jimin yang belum juga kembali dari mencuci piring-piring kotor.

Sudah lama sejak Yoongi dan Seungwan pulang, ketika Seulgi kehilangan kantuknya. Jadi ia memindahkan botol-botol kosong dan sampah untuk masuk ke dalam tempatnya, plus dengan membersihkan ceceran krim kue di beberapa sisi lantai. Dan wanita itu mungkin kesal sekarang. Tapi entah, kekesalannya kini berubah jadi pening yang tidak tertahankan sejak tadi.

Menghampiri Jimin yang susah payah mempertahankan kesadarannya, Seulgi akhirnya menyadari jika pria itu memasang kaosnya dengan terbalik. Wanita itu lantas memikirkan sesuatu. Setidaknya mereka berhasil cair berkat kunjungan Yoongi dan Seungwan malam ini.

"Kau tidak mahir memainkan permainan," celoteh Seulgi berusaha mengantar satu lagi barang kotor yang isinya masih utuh. Hanya secangkir kopi untuk Jimin yang sudah ia buat, bahkan sebelum Seungwan dan Yoongi datang.

Melirik isi kopi dingin yang dibawa isterinya, membuat jiminy mual. Ia mungkin terlalu banyak minum. Kemudian dengan berat hati, ia kini membuang seluruh air kopinya ke wastafel tanpa berterima kasih pada Seulgi. "Kau benar-benar keterlaluan saat menyuruhku membuka pakaian."

"Apa bedanya dengan kau yang membuka pakaianku tanpa izin waktu itu?" Balas Seulgi melipat lengannya di dada. "Aku hanya ingin membuatnya impas."

Jimin berubah kesal, kepalanya yang biasanya cerdas malah ingin pecah jadi dua saja rasanya. Pun piring-piring di depannya baru saja berhasil ia bilas dengan benar. Sampai kapan memangnya dia harus selalu peka dengan cucian piring?

"Waktu itu siapa yang punya ide?"

Seulgi yang pening memilih naik ke atas counter. Menunggu Jimin yang sibuk dengan piring-piring kotor yang seharusnya ia cuci. Tapi karena suatu alasan yang tidak pasti, Seulgi malah tidak bertanggung jawab dengan tugasnya. Jadi sebagai perasaan tidak enak hatinya, ia memutuskan untuk menunggu suaminya dengan setia. "Memangnya apa yang kita lakukan malam itu? Kekacauan?"

"Menurutmu?" toleh Jimin kesal. Karena sungguh, ia tidak pernah mau membahas soal keteledorannya hari itu. Ia lantas memindahkan banyak piring yang ia cuci dan meletakkan mereka di tempat yang seharusnya. Sangat rapi sampai Seulgi malas melihatnya.

"Jimin, kau punya hak," celetuk Seulgi mengusap keningnya. Ia tidak khawatir jika terjatuh. Malah memainkan toples kopi Jimin yang masih penuh isinya di tangan.

Maka yang mendengar merampas benda yang dipegangnya. Tidak mau kalau setoples bubuk kopinya tumpah sia-sia ke lantai. "Itu tidak sesederhana yang kau ucapkan."

Seulgi terkikik. Ia memilih duduk dengan lebih manis, lalu menatap lekat bagaimana kesibukan Jimin yang berputar-putar di sisi dapur. Seolah tidak perduli pada keberadaannya yang minta diperhatikan. "Tidak, Jimin. Kau berhak dan aku juga punya kewajiban."

"Itu akan berbeda jika kita saling mencintai. Kita tidak boleh melakukannya walaupun kita sudah menikah." Lagi-lagi Jimin mengambil benda-benda yang dijuput oleh Seulgi. Kali ini pisau, dan itu akan bahaya menurut remang di dapurnya.

"Lalu kau mau kita bagaimana?"

"Jadi kau mau serius mengikuti alur pernikahan kita?" balas tanya Jimin kini. Ia sepenuhnya selesai dengan semua pekerjaannya. Jadi ia berdiri di depan isterinya dengan lengan terlipat di dada. "Seulgi, kau itu menarik. Kau tidak tahu kalau kau menarik?"

Si wanita berambut coklat akhirnya terkekeh. Disugarnya seluruh surai yang ia punya lalu menurunkan salah satu kakinya. "Aku tahu. Aku sudah bilang kalau aku ini orang yang cukup populer. Aku punya penggemar yang selalu menyelipkan surat cintanya di loker kampus."

White Marriage || seulmin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang