14

282 33 7
                                    

Jajaran karyawan berlalu-lalang mendahului. Beberapa hilang menaiki lift, sementara Jimin baru saja duduk dari sibuk pekerjaannya mengantar beberapa dokumen ke dalam ruangan managernya. Anehnya, ini adalah hari berat dimana semua kepala menghadapi keberantakan besar karena dirinya. Tapi ia kembali tidak dilibatkan dalam rapat. Tidak pula disinggung soal pemecatan seperti yang Jimin perkirakan.

Yoongi yang super berantakan sudah menumpuk berbagai dokumen di mejanya. Menimbang beberapa data lalu tidak sempat menyapanya karena alasan kesibukan. Jimin sendiri duduk santai di kursinya dengan sangat tidak enak hati. Hanya bisa menatap sekelilingnya dengan menggaruk tengkuk. Tidak punya tugas sama sekali.

Sampai pada akhirnya sebuah pintu dibuka dengan tidak sabar. Sosok pamannya datang dengan raut sekusut keset di tiap pintu. Membuat semua orang menghentikan aktifitas, termasuk Yoongi yang akhirnya dapat melepaskan pekerjaannya sejenak. Pria pucat itu lantas menatapnya bergantian dengan pamannya di ujung sana.

"Jimin, ke ruanganku!" perintah pamannya yang selaku CEO perusahaan keluarga Park. Gurat-gurat ekstrim di wajahnya lalu membuat seluruh jajaran karyawan yang ada di dalam sana menelan ludah. Sudah berpikir yang tidak-tidak soal masa depan Jimin dalam pekerjaannya.

Jimin dengan santai beranjak dari sana. Mengabaikan Yoongi yang masih ternganga-nganga. Sempat berpikir, jika temannya itu dipecat bagaimana hari-harinya? Namun dengan CEO yang datang memanggil keponakannya sendiri, jauh-jauh menuruni lantai empat, bukankah ada sesuatu yang lebih besar dari pada proses pemecatan?

Jimin tidak berbicara apapun. Membiarkan pamannya membawa dirinya jauh menaiki beberapa lantai dengan lift. Tidak juga mengawali beberapa hal dengan senyuman hingga Jimin berpikir jika ia memang benar-benar hendak dipecat.

"Mulai besok pindahkan barang-barangmu ke meja direktur," bicara pamannya membuka pintu ruangannya. Tidak mempersilahkannya duduk, alih-alih membiarkannya duduk dimanapun yang ia sukai.

"Tidak perlu, pak," tolak Jimin mengambil duduk di sofa. Walau bagaimanapun, pamannya adalah pimpinan dimana ia bekerja. Jadi tidak baik baginya membawa hubungan keluarga ke dalam urusan pekerjaan.

Pamannya menghela nafas panjang. Tidak lupa memijit pangkal hidung di dekat tumpuan kaca matanya. "Kau tidak bisa terus berada disana dengan keras kepalamu itu."

"Ada beberapa hal yang─"

"Kau pernah menghilang dua hari lamanya saat rapat itu dimulai."

Jimin terdiam ketika kalimatnya dipotong. Sedangkan pamannya lebih dahulu mengambil sebuah note kecil di atas mejanya. Sekertarisnya ternyata sudah menitipkan setumpuk laporan penting pagi ini.

"Karenamu, kita kehilangan beberapa hal penting." Komentar adik mendiang ayahnya itu mengambil ponsel. Berniat ingin mengirim pesan pada ibu sang keponakan, tapi ada perasaan yang tidak pas saja baginya. "Aku ingin kau keluar dari sana."

Jimin berkedip. Sedikit sadar diri bahwa kelalaiannya pada tugas hari itu adalah bencana bagi perusahaannya. Walaupun tidak sebesar krisis perusahaan tahun lalu, tapi bagaimanapun semua itu mampu menggulingkan sistem perusahaan keluarga Park jika Yoongi tidak menggantikan kehadirannya. Pamannya mungkin sudah menyimpan amarah pada suatu tempat, tapi sayangnya, semua amarah itu seolah sengaja dihilangkan. Tak lain adalah karena alasan klasik─hubungan keluarga.

"Kau tidak cocok berada disana."

Medengar itu, Jimin mulai menindak tegas pamannya. Ia sendiri bosan mendengar alasan sekelas 'tidak cocok' seperti barusan. Terlebih ia sudah berusaha keras dengan tugasnya selama ini. Mengorbankan banyak waktu hidupnya, sampai ia berubah menjadi manusia robot. Pulang bekerja ia menjadi seonggok mesin yang butuh bahan bakar. Bahkan menjadi orang yang emosional. Bagaimana mungkin seluruh kinerjanya itu masih saja dikatakan tidak cocok untuk disandingkan dengan posisinya?

White Marriage || seulmin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang