"Lain kali jangan datang ke kampusku," protes Seulgi masih membuang wajahnya ke luar jendela. Mengabsen banyak mobil sampai perutnya mual karena pusing. Salah Jimin yang bisa jauh terlihat keren dari pada jalanan yang ia lihat. Seulgi kan jadi tidak bisa bernafas.
"Aku tidak menemukanmu di rumah," jawabnya setenang air. Matanya yang tajam menitik pada jalanan yang ramai. Tidak membiarkannya lengah barang sedetik.
"Kau tidak bekerja hari ini?" Seulgi masih memunggungi Jimin. Tidak mau menatap pria patung lilin itu lebih baik dari pada kemarin. Katakan saja Seulgi masih merasa canggung walaupun bisa bertanya tentang sesuatu yang vital seperti pekerjaan.
"Aku senggang hari ini."
Seulgi menggaruk hidungnya. Masih menatap keluar jendela walaupun tidak suka dengan deretan gedung menjulang yang ia temukan. Terserah, yang penting bukan wajah Jimin yang ia tatap. "Lalu?"
"Kita harus pergi kencan," singkatnya.
Mendadak Seulgi semakin mual dengan perutnya. Andai ia dipersilahkan turun dari mobil, ia mungkin sudah memuntahkan seluruh isi perutnya pagi ini. "Apa?!"
"Mumpung aku senggang," balasnya mengintip dari ekor matanya.
Seulgi akhirnya memandangi sisi Jimin yang terpaku pada jalanan ramai. Bertanya-tanya mereka hendak kemana karena mobil ini benar-benar tidak berhenti sejak tadi. "Pernahkah kau periksa otakmu itu?"
Yang mendengar hanya bisa tersenyum simpul. Kalau ada banyak gadis yang melihat ini, mungkin mereka akan terjun ke lautan secara sukarela. Karena demi Tuhan, senyum Jimin benar-benar luar biasa manis.
"Aku harus mengenalmu dengan baik," tuturnya tak kalah manis.
"Dengar, kita ini tidak dekat. Kita tidak bisa berkencan hanya karena─"
"Aku sudah bilang padamu kalau aku serius ingin menikah denganmu," potongnya telak. Tidak terbantah, sampai Seulgi benar-benar merasa akan muntah sekarang juga.
Memegangi perutnya yang terasa bergejolak, Seulgi akhirnya bersandar pada kursi. Berharap dengan begitu ia baik-baik saja. Dan kalau dia sampai muntah di dalam mobil mahal ini, ia bisa saja kehilangan sebagian harga dirinya. "Kenapa harus aku, sementara ibumu sudah mengenalkan banyak gadis cantik padamu?"
"Aku tidak suka orang asing," jawabnya seperti biasa. Terlalu singkat, padat dan jelas seperti kalimat perintah soal ujian.
Seulgi tersenyum pedih. Mualnya malah semakin menjadi-jadi sekarang. "Lalu kau anggap aku ini bukan orang asing?"
"Kau kan tetanggaku. Jadi aku lebih mengenalmu daripada orang lain."
Sambil menyeka keringat dinginnya, Seulgi memegangi kepalanya yang mendadak pusing. "Dan kau masih mau menikah dengan tetanggamu ini?"
"Ini mungkin lucu bagimu. Tapi aku benar-benar telah memikirkan ini sejak─" Mendadak Jimin menghentikan laju mobilnya sampai ia sendiri terhentak. Suara ban mobilnya bahkan berdecit cukup keras di luar sana. "Kau baik-baik saja?!"
Seulgi lantas membuka seatbeltnya. Membuka pintu mobil dengan tergesa, kemudian keluar dengan banyak muntahan di jalan. Ia mendadak lemas menekan perutnya. Tenggorokannya perih, tidak punya tenaga untuk sekedar mengeluarkan seluruh muntahannya.
Jimim tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya. Memijit tengkuknya dengan sangat sabar sambil memeganginya bahunya yang berjongkok di aspal. "Kau masuk angin?" tanya pria itu meraba keningnya yang berpeluh.
Seulgi tidak punya cukup tenaga untuk mengusir Jimin dari sana. Ia mau tidak mau membiarkan pria itu memeriksa kondisinya. Membersihkan noda muntahan di sekitar mulutnya, lalu memapahnya kembali ke dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Marriage || seulmin•
FanfictionMenikah bukan tentang melarikan diri, tapi Seulgi yang mengaku tidak pernah menemukan orang yang tepat, dilamar tetangganya, Jimin, yang terlalu realistis. "Semalam kau menciumku, dan sekarang kau minta cerai?" [SEULMIN VER.] [JIMIN X SEULGI] [Marri...