13

287 34 7
                                    

Dua hari berselang, semua kesunyian terasa sama rasanya. Seulgi kembali disambut mualnya sendiri tanpa bisa ia hindari. Di pagi buta ia harus terbangun dengan muntah dan pusing yang tidak tertahankan. Pelariannya selalu berakhir di kamar mandi, memuntahkan apapun yang berada di dalam lambungnya. Lengkap dengan beberapa sakit yang mendera.

Terkadang bibi Gong membantunya, menemaninya sampai ia benar-benar mampu untuk makan dengan baik. Tapi hari ini Seulgi tersadar bahwa Jimin tidak pernah ditemuinya pulang. Pun tidak pernah mengatakan sesuatu yang membuatnya harus berpikir jika pria itu tengah sibuk dengan pekerjaan.

Jimin menghilang, entah kemana. Tapi anehnya Seulgi tidak pernah tenang. Ingin menelpon untuk memastikan, tapi ada sesuatu yang terlampau tinggi dan berhasil membuatnya urung. Ia merasa berat untuk menyentuh tombol panggil pada sederet nomor Jimin di layar ponselnya. Entah sebuah harga diri atau mungkin sebuah rasa yang selalu tidak ia pahami.

Sebuah bel pintu akhirnya menggema sebelum ia meletakkan ponselnya. Dengan cepat Seulgi menyambar pintu depan tanpa menyaksikan layar intercom. Terlalu membingungkan rasanya. Dipikirnya Jimin yang datang, tapi sosok laki-laki lainnya lah yang ia temukan.

"Aku mencari Jimin─"

Yoongi dengan setelan kantornya berbicara di depan pintu. Berbicara to the point sebelum Seulgi menawarkan masuk. Belum lagi dengan wajahnya yang pucat, lengkap dengan nafasnya yang tidak beraturan.

Seulgi diserang bingung, hal rumit menghinggapi kepalanya yang pening. Ia bahkan tidak tahu tepatnya keberadaan Jimin dimana. Dan sempat berpikir Jimin sibuk dengan urusan kantor sampai tidak pulang adalah kesalahan fatal dalam tebakannya.

"Kami harus melakukan sesuatu, tapi sampai hari ini dia sama sekali tidak bisa dihubungi," ujar Yoongi kembali menenggelamkan Seulgi dalam kecamuknya sendiri. Tidak ada yang akan menyelamatkannya, hanya saja ia merasa tengah dibuang.

"Seulgi?"

Seulgi tergerus ombak. Ia mematung memikirkan bagaimana kesimpulannya berulang kali. Entah, bagaimana mungkin hatinya berubah menjadi sakit dengan hanya mengetahui bahwa Jimin pergi. Meninggalkannya sendiri tanpa bicara sedikitpun.

Menatap Seulgi yang pucat, kini Yoongi berubah kalut. Pria itu kehilangan waktu, kehilangan seluruh planing yang seharusnya ia selesaikan hari ini. Sementara semua karyawan dan petinggi telah menunggu di meja rapat.

"Jadi Jimin tidak di rumah?"

Linangan mata Seulgi kembali mengaburkan suasana. Dengan sigap ia membuka habis pintu rumahnya, mempersilahkan Yoongi masuk sambil merapus air matanya sendiri. Diam-diam, tanpa harus Yoongi tahu.

"Ada yang kau butuhkan? Aku bisa mencarikan beberapa hal di ruangannya," tawar Seulgi memaksakan bibirnya tersenyum. Menutupi pertanyaan Yoongi yang tiba-tiba saja jadi ingin bertanya tentang banyak hal yang terjadi.

"Kau baik-baik saja?" tanya Yoongi mengekorinya. Mengikutinya masuk ke dalam ruang kerja Jimin yang berada di sisi kiri rumah. "Dimana Jimin?"

Namun Seulgi tidak kuasa menjawab. Ia sendiri tidak tahu kemana perginya seorang Jimin. Kenapa pria itu pergi tanpa bicara padanya pun ia tidak tahu alasannya.

"Seul?"

Seulgi menghentikan lengannya yang menarik dua map di atas meja. Tidak juga membukanya untuk memeriksa lembaran di dalamnya. Karena percuma, Seulgi pun tidak akan paham tentang isinya.

"Aku tidak tahu─"

Kalimat itu gemetar. Tetesan air mata Seulgi lalu terjatuh begitu saja di punggung tangannya. Menyadari itu, Yoongi lantas ikut terdiam dalam beku. Hingga ia memutuskan sesuatu.

White Marriage || seulmin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang