PROLOG

2K 315 51
                                    


"Kamu selalu sibuk! Enggak pernah ada waktu untukku!"

Gui melepaskan ikatan dasinya dengan tampang bosan. Setiap hari selalu seperti ini. Lan, istrinya, selalu meneriakinya setiap dia pulang kerja. Kalimat yang selalu sama. Sibuk. Meeting. Enggak pernah ada waktu. Perempuan itu berteriak-teriak enggak puas dengan apa yang sudah Gui lengkapi untuknya. Rumah mewah. Amexcard. Mengizinkan perempuan itu bergabung di kelompok sosialita Bali. Melakukan apa saja. Tapi Lan selalu protes. Apa perempuan itu lupa Gui ini kerjanya apa? Dari mana Lan bisa menikmati semua kemewahan itu kalau bukan karena Gui?

Sialan! Gui melepas kemeja kerjanya, berjalan ke arah kamar mandi. Lan masih mengomel di belakangnya di kamar tidur mereka.

"Akukan pingin juga bareng kamu! Ngelakuin banyak hal. Shopping... "

Gui melorotkan celana panjang linennya yang licin. Tanpa menoleh, dia menjawab dingin.

"Kalau begitu hamillah untukku."

Ajaib. Rentetan kalimat penuh tuntutan itu berhenti. Tanpa menoleh pun Gui tahu Lan mengunci rapat mulutnya. Gui melemparkan kalimat fatal untuk Lan Amora Jasita. Hamil. Seorang anak yang enggak mereka miliki selama perjalanan pernikahan mereka 10 tahun ini.

Sambil memegang kenop pintu kamar mandi, Gui menoleh sekilas. "Kamu tahu aku adalah anak pertama di keluarga Ong untuk generasi ini. Tapi aku sama sekali belum memberi keturunan untuk Papa." ada senyum kecil bermain di sudut bibir Gui. "Selama ini aku enggak pernah menuntut kamu. Tapi hari ini sepertinya aku harus mengatakan apa yang menjadi kelemahan rumah tangga kita."

Gui masuk ke kamar mandi dan membiarkan Lan yang diketahuinya keluar kamar sambil membanting pintu. Dia menghela napas dan membuka keran bathup dan menunggu sampai air penuh ke batas yang ditentukan. Air dingin bercampur dengan air panas sehingga akan menghasilkan air mandi yang hangat.

Gui melepas handuknya dan membiarkan tubuh atletisnya telanjang bulat. Dia menekan kedua tangan di pinggiran bathup dan memejamkan mata. Pernikahannya bersama Lan enggak berjalan mulus. Terlepas dari perjodohan sekalipun, Gui berharap mereka bisa menjalani pernikahan ini dengan layak. Tapi apa yang terjadi?

Lan hanya menikmati kemewahan dan marga Ong. Bersenang-senang dan sengaja menelan pil anti hamil. Gui selama ini pura-pura enggak tahu tapi sebenarnya dia selalu tahu apa yang dilakukan Lan.

Air bathup sudah sesuai, Gui masuk ke dalam bak dan bersandar di dalamnya. Dia memejamkan matanya. Ah.. Segarnya. Pernahkah Lan tahu bagaimana Gui menjalankan perusahaan besar selama ini? Menjadi direktur dan di panggil bos besar di salah satu perusahaan modal asing furnitur di Bali? Bagaimana Gui mengatur perusahaan besar itu? Seharusnya Lan mensupport hari-hari melelahkan yang dijalani Gui bukannya protes ini itu.

****
Ai menatap layar komputernya malam itu. Jantungnya berdebar saat mengecek email yang masuk beberapa menit lalu. Adiknya yang menemaninya sampai menekan bahunya untuk segera membuka email tersebut.

"Cepat dong buka."

Ai menoleh adiknya, Mei, dengan wajah bimbang. "Gimana kalau jawabannya maaf untuk saat ini enggak ada posisi untuk anda?"

Mei mengetuk dahi Ai. "Buka aja dulu deh. Nanti mikir aneh-anehnya."

Ai menekan email. Memejamkan mata dan berdoa. 1...2...3... Dia dan Mei memajukan wajah ke dekat layar komputer. Keduanya membaca jawaban perusahaan itu berulang-ulang.

"Berdasarkan surat lamaran yang anda kirimkan bulan lalu dapat dipastikan bahwa anda diterima di posisi yang anda lampirkan yaitu pada bagian perencanaan design di perusahaan kami. Diharapkan  untuk segera bergabung pada tanggal... "

Love in BaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang