[ 🐰 ] My One and Only · 1/4

214 30 0
                                    

“Ra, hari ini aku gak bisa jemput, gak apa-apa ya? Ada Hans sama Chelsea main ke rumah, gak enak kalo ditinggal,” suara Satya menyapa pendengaran Yara ketika ia menerima panggilan teleponnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ra, hari ini aku gak bisa jemput, gak apa-apa ya? Ada Hans sama Chelsea main ke rumah, gak enak kalo ditinggal,” suara Satya menyapa pendengaran Yara ketika ia menerima panggilan teleponnya.

Gadis itu mengerutkan keningnya, ia sudah pernah mendengar tentang Hans sebelumnya, tapi Chelsea? “Chelsea siapa, Sat? Baru denger.”

“Ah, aku belum pernah cerita ya? Dia sepupunya Hans, sering mabar juga, meski gak jago-jago banget hahaha—anjir ngambek anaknya, aku dipelototin masa.”

Jawaban Satya membuat Yara sedikit merasa kesal, meski ia sendiri tidak tahu alasannya. “Oh. Ya udah, aku pulang dulu.”

“Gak marah kan, Ra? I'm so sorry. Besok aku—hei!”

“Halo! Yara ya? Gue Chelsea, salam kenal!”

“Halo,” balas Yara singkat. Tingkah perempuan bernama Chelsea ini membuatnya dongkol, seenaknya saja memotong pembicaraan orang dan tanpa permisi mengambil ponsel Satya.

“Pacarnya gue pinjem dulu ya, Ra! Gak akan diambil kok, kecuali Satya-nya mau.” Chelsea tertawa geli.

Yara rasanya ingin memutuskan panggilan saat itu juga, tapi ditahannya. “Bisa tolong kasih teleponnya lagi ke Satya?”

“Ih, kenapa? Cemburu ya? Satya gak suka tau, Ra, sama yang cemburuan, nanti—aduh! Apaan sih, Sat? ... Iya, iya, nih!”

Sesaat kemudian suara Satya kembali terdengar, “Sorry, Ra, main rebut hapeku aja tadi tuh anak. Gak usah didengerin omongannya.”

“Iya. Aku pulang ya, salam buat Hans, have fun kalian.”

“Kabarin aku kalo udah nyampe rumah.”

Okay,” sahut Yara sebelum mengakhiri panggilan teleponnya. Ia menghela napas, nyeri di pergelangan kakinya mulai terasa lagi.

“Woy, kok belum balik? Nunggu dijemput?”

Yara menoleh, mendapati Ryan—teman satu angkatan sekaligus mantan kekasihnya—sedang berjalan ke arahnya. “Eh, Yan. Gak dijemput, ini baru mau pesen taksi online.”

“Kaki lo kenapa?” tanya Ryan, menunjuk kaki Yara yang terbalut perban.

“Keseleo tadi, pas jatuh dari tangga.”

“Jatuh dari tangga?” teriak Ryan, membuat Yara meringis. “Kok bisa? Terus sekarang gimana, masih sakit? Gue telepon Apis ya.”

“Gak usah, Yaaan. Tadi itu tau-tau kepeleset pas turun tangga, terus jatuh, tapi ditolongin anak-anak kok, langsung dibawa ke klinik, ini hasilnya.” Yara mengangkat kakinya sedikit. “Cuma masih nyut-nyutan dikit aja, tapi udah gak apa-apa. Apis lagi ada club meeting, jangan diganggu.”

“Bener udah gak apa-apa? Ke rumah sakit ya, Ra, biar yakin.”

Gadis berambut panjang itu terkekeh. “Gak apa-apa, beneran. Kocak banget sih, jadi lo yang panik gitu.”

SHOOT!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang