“Jadi nanti kalo udah dapet hasilnya, semuanya tinggal lo jumlahin, nah itu jawabannya. Ngerti kan?” Yeonjun menoleh pada gadis di sampingnya yang sedang fokus menatap kertas-kertas di atas meja.
“Mm.”
“Mm apa? Udah ngerti?” tanya Yeonjun lagi.
“Mm. Belum,” jawab sang gadis, bertentangan dengan kepalanya yang mengangguk-angguk.
“Bagian mana yang belum ngerti?”
“Semuanya. Yeji gak ngerti sama sekali, Yeonjuuun,” rengek gadis itu sambil mengacak rambutnya sendiri.
Yeonjun menghela napas panjang. Ia ingin melakukan hal yang sama dengan rambutnya. Atau mungkin menariknya sedikit keras.
Hampir satu jam ini Yeonjun berusaha membantu Yeji mengerjakan soal matematika, namun akhirnya dirinyalah yang merasa sakit kepala karena Yeji tidak juga mengerti penjelasannya.
“Yang ini gak ngerti, yang ini juga susah, kenapa sih Yeji harus belajar matematika? Kata Soobin asal bisa tambah-tambahan sama kurang-kurangan, itu udah cukup. Lagian kan ada kaligator,” celoteh Yeji, menunjuk benda di dekatnya.
“Kalkulator,” ralat Yeonjun, menahan diri agar tidak menyobek kertas di tangannya. “Ya jelas Soobin bilang gitu, dia alergi sama matematika.”
“Yeji juga alergi,” sahut Yeji. “Alergi itu apa?” sambungnya beberapa saat kemudian.
Untuk kesekian kalinya, Yeonjun kembali menghela napas. “Itu—”
“Ah!” Belum sempat Yeonjun melanjutkan ucapannya, Yeji menoleh ke arah pintu, kupingnya menegak, ekornya bergoyang-goyang penuh semangat.
Tak lama pintu terbuka, disusul oleh seorang laki-laki yang melangkah masuk sambil membawa dua kantong kertas.
“Soobin!” Yeji berlari menghampiri pemuda itu lalu melompat memeluknya.
“Ugh, pelan-pelan, Ji.” Soobin tertawa, menyimpan kantong yang dibawanya di lantai agar bisa menahan tubuh Yeji dengan benar. Satu tangannya terangkat untuk mengusap-usap telinga Yeji, membuat gadis itu terkekeh senang dan membenamkan wajahnya di bahu Soobin.
Oh ya, Yeji adalah hybrid kucing milik Soobin, sahabat sekaligus sepupu Yeonjun.
“Udah selesai? Belajar apa hari ini?”
“Belajar matematika.”
“Ew, matematika.” Soobin memasang wajah jijik, yang diikuti oleh Yeji.
“Lo minta gue ngajarin dia yang gue bisa, matematika juga termasuk.” Yeonjun yang sedari tadi hanya memperhatikan interaksi keduanya berjalan mendekat kemudian mengambil kantong yang tergeletak di lantai. “Apaan nih? Buat makan malam? Gue bawa ke dapur ya.”
“Iya, makasih, Bang.” Soobin menggendong Yeji dan membaringkannya di sofa. “Tunggu di sini,” ujarnya sebelum menyusul Yeonjun.
“Bang, lo bisa nginep gak hari ini? Ada yang mau gue omongin.”
“Ada apa? Hal penting?”
“Lumayan, nanti lah kita obrolin abis makan.”
Yeonjun mengangguk. “Oke.”
*
“Gue sama Beomgyu ada workshop, tiga hari,” Soobin berkata saat ketiganya sudah kembali bersantai di ruang tengah.
Yeji mengalihkan pandangannya dari layar televisi. “Workshop itu apa?”
“Kayak pertemuan gitu, Ji. Nanti di sana ngomongin soal gambar, lukisan, dan semacamnya,” Soobin mencoba menjelaskan dengan kata-kata sederhana.
“Tempatnya jauh?”
“Jauh, di luar kota.”
“Kita bakal jalan-jalan?”
“Yeji.” Soobin menggenggam tangan hybrid kesayangannya lalu bicara dengan hati-hati, “Gue gak bisa bawa lo, lo gak bisa ikut. Ini kerjaan, bukan jalan-jalan.”
Binar di mata Yeji meredup. “Oh.”
“Bang.” Soobin menoleh pada Yeonjun. “Gue boleh titip Yeji?”
“Hah?”
“Please, gue minta tolong banget. Gue gak tenang ninggalin dia sendirian tiga hari penuh, gue juga gak percaya siapa-siapa buat jagain dia selain lo,” pinta Soobin.
Yeonjun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Gue gak tau, Soob, gue belum pernah punya atau ngurus hybrid sebelumnya,” sahutnya jujur.
Meski Soobin dan beberapa orang yang dikenalnya memiliki hybrid, ia tidak tertarik untuk melakukan hal yang sama. Menurut Yeonjun, mengurus dirinya sendiri saja ia terkadang tidak becus, apalagi harus ditambah mengurus makhluk hidup lainnya.
“Yeji gak ngerepotin kok, Bang. Cuma dia kadang ceroboh, dan masih ada beberapa hal yang dia belum paham. Gue khawatir kalo dia harus ditinggal 24 jam sehari tanpa pengawasan. Lo gak perlu nginep kalo lo gak mau, masalah makanan pun bisa gue yang pesenin nanti. Gue cuma minta lo cek keadaannya sesekali,” Soobin berkata panjang lebar.
Yeonjun melirik gadis yang kini berada di pelukan sepupunya. Ia masih terlihat murung. “Harusnya sebelum ngomong sama gue, lo obrolin dulu hal ini sama Yeji.”
“Iya, gue salah.” Soobin menengok ke arah Yeji. “Maaf ya, Ji. Kalo bisa, gue bakal ngajak lo, tapi gak diizinin. Gue juga belum tau gimana situasi di sana, gue gak mau nanti lo kenapa-napa.”
“Soobin kapan berangkat?”
“Masih minggu depan.”
“Nanti Yeji ditemenin Yeonjun?” tanya Yeji lagi.
“Kalo lo mau, dan kalo Bang Yeonjun gak keberatan. Atau lo mau diem di rumah Kai aja?” Soobin memberi pilihan.
Kai adalah sepupu Soobin yang lain, dari pihak ibu, sedangkan Yeonjun merupakan saudara dari pihak ayah. Apartemen Kai berada cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
“Gak mau, Yeji mau di sini. Atapermen Kai gak ada kebun, gak ada pohon-pohonnya.” Yeji menggeleng.
“A-par-te-men,” Soobin mengoreksi ucapan Yeji.
“Ap-par-tem-men. Gak mau, Yeji mau di sini,” ulang Yeji. Mata kucing gadis itu beralih menatap Yeonjun yang masih terdiam. “Sama Yeonjun ya?”
“E-eh? I-iya, sama gue.” Yeonjun menyumpah dalam hati. Sial, kenapa kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya?
“Lo beneran mau, Bang?” Soobin memastikan.
“Hm.” Laki-laki yang lebih tua mengangguk pasrah. Mau bagaimana lagi? Yeonjun hanya berharap tidak akan ada masalah yang terjadi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SHOOT!
FanficDrabbles, oneshots, scenarios, anything featuring Hwang Yeji with +×+'s Choi Line. [bxg, but it will probably contain a little bit of bxb and gxg as well, Bahasa Indonesia]