"Sepertinya, kau sedang ada masalah, sunbae," ucap Oh SeHun, hoobae-nya. Tao hanya melirik sekilas hoobae-nya tanpa berbicara apapun untuk membalas perkataan hoobae-nya. "Bahkan saat sunbae tidak menjawab pun.. Aku sudah tahu masalah apa yang menimpa sunbae.." ucap SeHun sok tahu.
Tao kembali melirik hoobae-nya lalu memutar bola matanya malas. Ia mendengus sebal lalu menoyor sembarangan kepala SeHun dan SeHun hanya bisa tertawa keras.
"Kalau menurutku, lebih baik sunbae ungkapkan saja sejujurnya... Yah, walaupun itu berat. Pasti ku yakin ia juga akan mengerti keadaan sunbae yang seperti ini.." ucap SeHun yang masih belum di gubris Tao. SeHun menghela nafas panjang karena omongan samasekali belum di respon oleh yang si pendengar.
"Sunbae, jika seorang menjalin suatu hubungan, adakalanya seseorang itu pasti merasakan titik jenuh. Yah, kurasa bertahun - tahun pacaran dengan segala lika - likunya, kau pasti juga merasakan titik jenuh. Bukankah begitu?" tanya SeHun tepat dengan apa yang sedang Tao pikirkan. Tao langsung menoleh kearah SeHun dan wajah SeHun pun berubah girang karena tebakannya benar - benar tepat.
"Jadi, kurasa lebih baik sekarang kau temui yeojachingu-mu, bilang baik - baik tentang apa yang sedang kau rasakan. Dan kuyakin 100% ia akan mengerti apa yang kau rasakan. Percaya denganku," SeHun menepuk pundak sunbae-nya dan Tao hanya bisa tersenyum miring atas perkataan hoobae-nya yang cerdas.
"Terimakasih atas saranmu, Oh SeHun,"
*
To : My Precious Girl
Aku sudah di parkiran.
Tao memberi pesan singkat pada yeoja tersayangnya sambil menggigit bibir bawahnya tanda kebingungan. Ia menunggu kedatangan yeoja-nya sambil berpikir tentang 'kejenuhannya' yang makin lama makin membuat Tao pusing sendiri.
"Oppa, hey!" suara NiDa yang sedikit kencang membuat Tao tersadar. NiDa terkikik pelan lalu mencubit lengan namjachingu-nya pelan. "Jangan melamun terus! Kerasukan setan tahu rasa!" Tao tersenyum dan mengacak surai NiDa karena gemas.
"Hari ini ada waktu luang?" tanya Tao seraya menstarter mobilnya dan sekaligus mengendarainya. NiDa mengangguk mantap atas jawaban Tao. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat..."
*
"Hm? Tao oppa sepertinya ingin berbicara sesuatu... Katakanlah," ucap NiDa sesaat setelah menyeruput coktailnya. Tao menaruh hot coffee late-nya lalu wajahnya berubah menjadi serius.
"Aku tidak tahu harus mulai darimana..." ucapan Tao terpotong. Ia terlalu panik sekarang karena NiDa juga memasang wajah serius dihadapannya. "Tapi, bisakah aku meminta satu hal saja darimu?"
"Apa itu, oppa?" tanya NiDa penasaran. Tao menarik nafasnya dalam - dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Ia siap untuk mengatakan hal itu didepan NiDa.
"Tolong, beri waktu aku untuk sendiri..."
"Ma-maksud oppa?"
"Aku tidak bermaksud untuk apapun. Tapi kumohon, beri waktu aku untuk sendiri..."
Sembari menahan tangisnya, NiDa meraih tangan Tao lalu menggenggamnya erat. Ia mencoba memberanikan dirinya untuk menatap mata elang milik Tao. Melihat pupil pekat itu dan berharap melihat seberkas kebohongan menyoroti mata tajam nan indah itu. Tapi nihil, Tao benar - benar serius dan saat ini bukan waktunya untuk bercanda.
"Aku tidak bisa berkata apa - apa lagi. Semua sudah sangat jelas di telingaku dan aku sudah mengetahui alasannya. Mianhaeoppa, aku belum bisa menjadi apa yang kau inginkan... Mianhae..." ucap NiDa berlawanan dengan kata hatinya.
"Kalau itu bisa membuat hati oppa lega.. Yah, apa boleh buat?" NiDa tersenyum simpul kearah Tao dan Tao melihat mata NiDa yang mulai berkaca - kaca. Ia tahu yeoja-nya pasti tidak akan setuju atas permintaan 'kesendiriannya' ini.
Tanpa banyak kata, Tao tersenyum lalu melepas genggaman tangan NiDa. "Terimakasih telah banyak untuk mengerti, Kim NiDa..." NiDa mengangguk lalu memaksakan diri untuk tersenyum simpul di hadapan Tao.
"Terimakasih atas tumpanganmu, oppa. Kuharap kau benar - benar tidak menyesal untuk mengantarku sampai dorm," ucap NiDa memecah keheningan. Tao mengangguk pelan dan membiarkan yeoja-nya keluar terlebih dahulu sebelum ia tancap gas.
TAP
TAP
TAP
CEKLEK
BLAM
NiDa tidak bisa membendung airmatanya lebih lama lagi. Sudah hampir sekitar 1 jam ia menahan tangis dan akhirnya ia menumpahkan segala emosinya lewat isakan penuh luka. Ia meremas celana jeans yang ia gunakan lalu menangis sekencang - kencangnya karena toh tidak ada yang peduli dengan suara tangisannya yang menggelegar.
Ia memeluk lututnya yang membenamkan wajahnya. Sambil terus menangis, ia menutup matanya dan membiarkan memori lama merasukan pikirannya saat ini.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Bored?
FanfictionSemua hubungan pasti mempunyai rasa jenuh, tapi semua bisa diatasi bukan dengan kata 'putus', kata terakhir untuk mengobati kejenuhan adalah 'pertemuan', jika tidak bisa bersabarlah. Karena pertemuan itu bukan kamu-dia yang menentukan, tapi waktu ya...