05

21.5K 741 7
                                    


...



"Tolol, tas lu ini kagak di bawa?"

Bian nyengir, mengambil tas yang di sodorkan oleh Kai lalu berlari kembali menghampiri motornya.

Pagi pagi sekali Bian dan Raka sudah bangun dan sarapan, katanya ada satu tugas yang belum di kerjakan.

Makanya kedua upin ipin itu sudah berangkat sebelum Dareen, si kutu buku yang rajin sekali berangkat pagi. Jika ada kelas pagi tentunya.

Kai menutup pagar tanpa menggunakan alas kaki, menyapa sebentar ibu ibu yag sedang belanja sayuran segar.

Ia berbalik.

Dan terkejut, sudah mendapati Dareen yang sedang menggendong Alvan yang menangis sesenggukan.

"Itu bontot, kenapa?"

Dareem mengajaknya ke ruang tamu, mendudukan tubuh Alvan di pangkuannya. Tapi ada yang aneh.

"Dia pertama kali mimpi basah bang, jadinya nangis, katanya gak enak."

Kai menyerngit. "Apanya yang ga enak?"

"Kontolnya lah!"

Kai menunduk, menepuk nepuk bokong Alvan yang tak menggunakan celana apapun.

"Ini celananya kenapa di buka? Masih pagi, dingin."

Alvan merengek. "Gak enak~ abang!"

Dareen menyerahkan seluruhnya pada yang lebih tua, menarik Sadewa yang sedari tadi hanya diam saja. Tak minat mengganggu.

"Sadewa, bantu abang."

Yang di panggil acuh tak acuh. "Gue sibuk, mau berangkat."

"Abang~ ini gimana~??"

Kai menghela nafas, mengusap air mata yang masih mengalir dari sumbernya. Menepuk nepuk punggung Alvan agar kembali tenang dan terdiam.

"Abang bantu, mau? Ini pertama kali kan?"

Alvan mengangguk patah patah.

Membiarkan tubuhnya di balik menghadap televisi, titit imut miliknya masih tegang.

Menurut Alvan, jadi tidak imut lagi!!

"G-gimana ..?" Alvan masih saja sesenggukan.

Tubuhnya tersentak, ketika rasa dingin melingkupi kontol miliknya. Sesekali ujung tempat ia pipis di usap dengan lembut.

"Hmmmnn~"

Kai terkekeh. "Enak ya? Kalo tegang lagi, kamu kocok aja. Biar licin pake sabun."

Alvan mengangguk kaku, menikmati kocokan abangnya yang bertambah kecepatan.

Karena baru pertama kali merasakan, sesekali desahan lolos dari mulutnya.

"Ahh~ abang ng .. c-cepet!"

Yang lebih tua memeluk pinggang Alvan, menambah kecepatan kocokannya agar ia bisa mandi dan makan.

Perutnya sudah keroncongan.

Saat klimaks, Alvan berteriak nyaring keenakan.

Sedari tadi, semua desahan si bontot terdengar hingga dapur.

Dareen dan Sadewa bahkan sampai terkejut ketika mendengar desahan klimaks milik adiknya, rasanya tak rela jika bocil itu bertambah dewasa.

"Sini abang elap pake tisu, diem."

Alvan memainkan tititnya yang sedikit demi sedikit mulai melemas, ia terkekeh ketika merasa geli karena angin.

Ada sedikit cairan kepuasannya yang jatuh di atas paha, Alvan menyentuhnya. Lalu kembali mengoleskan ke ujung kontol, dimana ia kencing.

Kai menghela nafas.

"Sini tangannya dulu abang elap, mandi dulu atau makan?"

Alvan melonjak. "Makan!!"

Yang lebih tua membiarkan si bontot berlari menuju dapur tanpa menggunakan celana, ia sibuk membersihkan tangannya yang lengket.

Juga ada cairan yang menempel di atas lantai.

"Gini amat nasib gue .."

Setelah selesai, Kai berjalan menuju dapur.

Tapi kembali terdiam ketika melihat Sadewa sedang terkekeh dan Alvan yang merengek kesal bersama teriakan teriakannya.

"Gausah nangis! Suruh Dewa tanggung jawab!"

Alvan mencebikkan bibirnya. Membuka kaus bergambar pisang untuk ia gunakan memukul Kai yang menjauh.

Bocah itu mendekat ke arah Sadewa ynag terlihat menahan tawa.

"Abang juga! Ngapain di kocok lagi! Jadi keras lagi kan titit aku!"



...

kost 69Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang