08

17.2K 617 2
                                    


...

Bian mengangkat satu alisnya, melihat temannya baru datang dengan setelan baru.

Ia terdiam sampai Raka terduduk di sampingnya.

"Ada dosen?"

Bian menggeleng. "Katanya istrinya lahiran, lu beli baju?"

"Kesel banget gue, dia yang sange gue yang susah."

Bian sontak tergelak di kursinya, hal seperti ini memang sudah biasa terjadi. Tapi melihat wajah Raka yang melas selalu memang sangat lucu.

Bian menyenggol bahunya. "Btw, tadi dewa ngirimin foto."

"Foto apaan?"

Raka mendekatkan kupingnya ketika si teman sebangku meminta mendekat, bisikan lirih yang ia dengar membuatnya tersedak air liur. "Serius?!"

"Iya, ya gapapa si. Lagipula Alvan pertama kali mimpi basah."

"Kelas sepuluh?! Pertama kali?!"

Bian mengangguk polos.

"Udah gue duga, tuh bocil emang beneran bocil. Masa pas gue ajak nyukur jembut dia bilang ga punya."

Bian yang merasa tertarik, menyilangkan kakinya di atas kursi. "Mungkin di bersihin emaknya, atau yang bersih permanen itu. Apasih namanya gue lupa."

Raka mengangguk setuju. "Bisa jadi, si Dareen sendirian dong di kost an?"

"Enggak lah."

"Lah terus? Kan bang Kai masuk pagi sekarang."

Bian terkikik. "Kan setiap rumah punya penunggunya."


...


Dareen mengunci pintu lalu menaruhnya di bawah keset welcome, merapihkan kemejanya sebelum mengeluarkan mobil dari garasi.

Memang hanya Dareen yang membawa mobil ke dalam kost an ini, yang lainnya hanya memiliki motor bahkan Alvan tak punya kendaraan apapun.

Kecuali sepatu roda.

Jika kemana mana Dareen akan memaksa Kai atau Raka untuk mengantar bocah kecil itu, atau jika saatnya pulang maka maminya akan menjemput Alvan.

"Udah mau berangkat, bang?"

Dareen menutup kembali pintu kemudi. "Kok kamu udah pulang? Bolos ya!?"

"Enggak! Hari ini pulang cepet karena gurunya mau rapat."

"Abang mau berangkat, kamu sendirian dong?"

Alvan menatap pintu utama rumah mereka. "Alvan takut .. bang."

Dareen mengangguk paham, mereka ini memang sudah biasa memanjakan si bontot. Apalagi si Sadewa, apapun yang di minta Alvan pasti akan langsung di beli.

"Abang telfon Bian deh."

Alvan mengangguk, mendudukan bokongnya di atas bale, tempat duduk kayu. Menunggu jawaban bang Bian.

"Halo ian? Pulangnya lama ga? .. Alvan pulang cepet, ga ada orang di rumah! ... gue tunggu, jangan lama lama."

Dareen menatap manik berbinar milik adik kelasya, mengangguk sebagai tanda jika Bian akan datang sebentar lagi.

Bokongnya ia dudukan di samping Alvan, merangkul pundak si bontot ketika kepala itu menyender ke bahunya.

"Abang ..."

Dareen mengusap pipi Alvan. "Hm?"

" .. Nen~"

Yang lebih tua menggeleng tegas. "Abang bentar lagi berangkat, jangan banyak tingkah."

"T-tapi hauss!"

"Di dapur ada jus, ada sirup, ada air mineral."

Alvan memeluk tubuh yang lebih besar secara tiba tiba, menempatkan bibirnya tepat di pentil Dareen dari liar kemeja.

"Alvan! Abang mau berangkat, bentar lagi Bian dateng, sama dia aja."

"Tapi mulut aku udah asem, bang!"

Dareen memejamkan kedua matanya, ia itu sensitif. Jika tak kuliah maka tak apa. Tapi kali ini, ada tugas yang harus di setor.

"Abang inget, kayaknya punya ini deh .."

Alvan menatap abangnya yang sedang mengorek ngorek isi tas, kotak kecil dengan gambar empeng biru terlihat.

"Kemaren abang beli ini, coba aaa!"

Alvan ikut membuka mulut, menerima nipple silikon. Rasanya kenyal seperti dot.

Walaupun asing setidaknya ia masih bisa mengenyot sesuatu.

"Abang mau berangkat, Bian udah di depan komplek."

...

kost 69Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang