03. Langit Malam

46 9 1
                                    

Tubuh Chala berlekuk cepat mengikuti musik hip-hop yang sedang diputar. Kakinya semakin gencar untuk bergerak ke sana kemari. Bahkan rambutnya ikut terhempas ketika gerakan itu dengan cepat berganti.

Gloria School Dance Indonesia (GASDI) sudah ia anggap sebagai rumah kedua bagi Chalandra. Chala sangat aktif dengan hobinya, dance menjadi salah satu kegiatan favoritnya. Ia bahkan bercita-cita bisa menjadi dencer profesional.

Namun disayangkan sekali, orang tuanya sangat tidak menyetujui apa yang diinginkan gadis itu. Chala tak perduli, ia bertekad untuk melanjutkan cita-citanya. Walaupun Chala harus mengikuti lomba tanpa sepengetahuan orangtuanya dulu, bahkan sering memenangkan event.

"Huft..."

Prok

Prok

"Perkembangan kamu cukup cepat, kamu bisa menghapal satu koreografi dalam satu hari. Perfect!" ucap Arseya. Ia adalah pelatih kelas dance Chala.

Chala tersenyum tipis mendengar pujian kak Arseya. "Ini semua berkat kak Arsey!"

"Kakak pikir, kamu ikut audisi minggu kemarin, ternyata engga. Padahal kamu sudah bagus!"

Chala sedikit tersentil akan hal itu, mengingat kejadian dimana dirinya dikurung dalam gudang. "Adik saya sakit, jadi saya menjaganya." Chala tersenyum kecut, tentu saja ia berbohong.

"Ah begitu, semoga adik kamu cepat sembuh," ujar Arseya, seraya menepuk bahu anak muridnya.

"Terima kasih, kak!"

Chala mengambil tasnya, lalu ia menyampirkannya di bahu. Latihan kali ini cukup membuat Chala puas, tak sadar dirinya sudah 2 jam berada di sini. Sebentar lagi pukul 5 sore. Chala harus bergegas ke warung makan tempat ia bekerja. Jika tidak, hari ini Chala tidur dengan perut kosong.

Chala meneguk air mineral yang tadi ia ambil di dalam tasnya. Lalu melemparkan botol itu ke dalam tempat sampah saat menampakkan botol itu sudah kosong.

"Chala!"

"Ya kak Bima?" sahutnya.

"Gue cuman mau ngasih tau, mulai minggu depan lo masuk kelas A ya." Chala hampir tersedak dengan ludahnya sendiri. Ini terlalu mengejutkan, Chala mengangguk dengan cepat.

Senyuman itu tercetak jelas di wajahnya, sangat senang dengan kabar baik itu. "Iya kak!"

"Semangat Chala!" Seniornya itu memberi kepalan tangan. Membuat Chala semakin senang dibuatnya. Chala segera berpamitan untuk pergi dari sana.

•••

Helaan nafas terdengar menderu saat berhadapan dengan cucian piring yang begitu banyak. Tetapi itu sudah tugasnya setiap hari.

"Banyak banget sih!"

Chala segera menyelesaikan pekerjaannya, setelah itu dirinya harus pergi ke rumah sakit untuk menjemput adiknya. Kondisi adiknya sudah kembali pulih, Chala hanya tak mau membuat biaya rumah sakit semakin besar.

Chala, gadis itu berkorban untuk hidupnya. Bahkan Chala harus membanting tulang di saat remaja lain masih bisa bermain bebas dan bersenang-senang. Walaupun Chala harus terjun ke dunia gelap untuk mendapatkan uang.

Ayahnya tidak mau membiayai dirinya, hanya karena Chala tak tinggal bersamanya. Bahkan ibunya memberi uang yang hanya mencukupi kebutuhan Haikal saja.

Chala lelah.

•••

"Kakak kok baru jemput?" tanya Haikal. Meskipun Haikal adik tirinya, tetapi Chala sangat menyayangi anak dari mamanya itu. Hanya Haikal yang dirinya punya.

Aku Hanya Luka!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang