ANAK SIAPA (?)

63 13 3
                                    

Rara termenung di dalam kamar inapnya, hari sudah berganti sejak dia mengetahui sebuah rahasia yang cukup mengejutkan. Ingin sekali dia menanyakan pada kedua orang tuanya dan berharap itu semua hanya kesalahan saja. Namun situasi belum memungkinkan, Rara tidak ingin menambah beban pikiran keluarganya.

"Apa bisa saudara kembar itu memiliki golongan darah yang berbeda? Tapi rasanya tidak mungkin, kalo memang benar aku dan Jiya bukan saudara kandung, lalu aku anak siapa? Kenapa aku bisa bersama papa, mama dan Jiya?"

Tangis Rara kembali luruh, semua pikiran buruk menyambar silih berganti. Rara takut akan kenyataan, dia sangat menyayangi keluarganya meski terkadang sang papa selalu memarahinya tanpa alasan yang jelas. Rara tidak pernah membenci papanya akan hal tersebut.

"Apa karena ini papa tidak pernah bisa baik kepada Rara?"

Usapan lembut di kepalanya membuat Rara tersadar dari dialog sendunya.

"Kakek?"ucap Rara kaget.

" Kenapa kamu melamun, ad ayang mengganggu pikiranku kah?"

Rara menggeleng seraya tersenyum tipis, mencondongkan tubuhnya untuk masuk kedalam pelukan yang kakeknya tawarkan.

"Sudah ya, jangan dipikirkan lagi.. Semuanya sudah berlalu, Jiya sudah melewati masa kritisnya, Fildan juga sudah siuman.. "

"Kak Fildan sudah sadar?"tanya Rara menyela.

Tuan Indra mengangguk.

"Kakek kesini kan memang mau menjemputmu.. Fildan mencarimu.."

Rara bergegas turun dari brankar, dia tidak sabar untuk segera bertemu dengan kakak sepupunya, orang yang sangat disayanginya setelah sang kembaran.

"Kak Fildan..."lirih Rara.

"Yaya.."

Rara menghambur ke pelukan Fildan, airmata terjatuh lagi tapi kali ini karena dia merasa senang. Dia senang kakaknya baik-bain saja.

"Maafin Rara kak.. Maaf sudah membuat kakak jadi begini.."

"Sshhs, ini bukan salah kamu.. Kak Fildan aja yang nggak hati-hati nyetir motornya.. Maafin kak Fildan ya kalau udah bikin Rara khawatir, maaf juga udah bentak Rara kemarin.."ucap Fildan.

Rara mengangguk dalam dekapan Fildan, senyum lega terlihat di bibir Fildan. Meski semuanya harus dibayar dengan nyawanya sekalipun, Fildan akan tetap tenang jika adiknya baik-baik saja.

"Sudah ya, jangan nangis lagi.. Kak Fildan gapapa, sekarang Yaya harus doain Jiya supaya cepet siuman ya.. Nanti kita jenguk bareng-bareng ya.."ucap Fildan.

*****

Rara menggenggam erat jemari suadara kembarnya dengan penuh sayang. Ini sudah hari ketiga kembarannya belum juga terbangun. Rara khawatir tapi dia yakin jika saudaranya adalah sosok yang kuat.

"Jiya, tadi Alif sama Azam kesini jengukin kamu.. Ada Gunawan juga, temen-temen juga titip salam smaa kamu.. Mereka kangen katanya, Yaya juga kangen.. Kangen banget sama Jiya.. Bangun ya, maafin Yaya.. Yaya janji nggak bandel lagi, nurut sama semua omongan Jiya.."

Tiga hari kebelakang sangat berat dilalui oleh Rara, apalagi ketika pulang ke rumah dan bertemu dengan sang papa. Ingatan tentang hasil tes golongan darah membuat dadanya sesak. Ingin percaya atau tidak, Rara butuh pegangan dan hanya Jirayut yang ia yakini bisa mengerti.

"Yaya takut.. Takut sekali.. Jiya, jangan tinggalin Yaya.. Yaya sayang banget sama Jiya.."

Genggaman tangan Rara berbalas, merasakan hal itu membuat Rara terkejut dan mengalihkan pandangannya kepada sang kembaran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang