Prolog

13.8K 431 19
                                    

Gadis kecil berlarian di taman, tertawa gembira. Dia belum mengerti persoalan yang rumit. Hati-hati mereka masih suci. Belum tersentuh oleh dosa apapun. Bahagia bukan?

"Ma... ma... doyong Cheen, yang kencang ma..." kata gadis itu sambil menaiki ayunan di taman.

"Ayoo... ma,"

"Iya sayang, mau beli es krim gak?"

"Es klim? Cheen mau yang cokat ya ma." Dengan cadelnya dia berbicara.

"Ayo beli dulu es krim nya, keburu abis" namun gadis kecil itu mengangguk saja.

"Maaf ya Sheen, yang coklat habis nak. Mau yang lain?" Namun raut gadis itu menjadi sedih dan menggeleng kecil.

"Yaudah puyang aja, Cheen gak jadi main. Ayo ma"

Gadis kecil dengan bibir mungil itu selalu ceria, namun sangat tidak suka bila ada orang lain yang mengatur keinginannya, dia sangat marah apabila ada yang mengatur kesukaannya.

"Papa kok beyum puyang cih ma? Katanya nanti puyang? Kok gak ada-ada?"

"Sheen tidur aja dulu, papa masih diperjalanan. Besok pagi kalau Sheen sudah bangun pasti papa pulang" kata mamanya haru.

"Gak mau! Cheen mau nunggu papa! Cheen gak pernah lihat muka papa! Cheen mau tunggu di sini sama mama"

"Sheen...." raut muka wanita muda ini selalu sendu apabila mengingat anaknya yang selalu berceloteh 'di mana papa?' Hatinya sangat miris, Sheen masilah kecil jika harus dihadapkan oleh kenyataan hidup yang pahit.

"Ayo Sheen cantik tidur, nanti mama bangunkan kalau papa.datang"

"Huh, mama bikin Cheen cebel!" Namun gadis kecil itu sudah menguap berkali-kali dan akhirnya tidur di pangkuan mamanya.

Gadis yang malang, mamanya selalu menangis setiap kali anaknya menanyakan soal papa. Bukanlah anak haram dia, namun satu tahun yang lalu ayah Sheen kecelakaan saat pulang dari kerja.

Umur Sheen sekarang tiga tahun, bayi kecil berumur dua tahun masih belumlah bisa untuk menghapal muka seseorang dengan benar. Tapi papa Sheen sudah meninggalkan nya begitu saja.

***

Adeeva Afsheen Myesha POV

Aku, gadis remaja berusia enam belas tahun. Berjuang hidup demi mama, mama pun juga sebaliknya, berjuang hidup demi aku. Papa? Sudah meninggalkan aku dan mama sejak empat belas tahun yang lalu.

Mama adalah sosok yang sangat tegar dalam melewati rintangan hidup ini. Aku juga, kurasa aku cukup tegar walaupun tidak sekuat mama. Tidak usah muluk-muluk, aku dan mama hanya tinggal di rumah sederhana saja. Semenjak kepergian papa, hidup mama berubah. Setiap sore aku juga membantu mama menjaga toko kue nya.

"Ma, mau aku bantu buatin brownies atau cupcake?"

"Buatkan brownies untuk tiga loyang ya Sheen, takaran bahannya yang sesuai. Biar mama yang buat cupcake"

"Oke," ya beginilah aku, membantu mama yang toko kue-nya cukup ramai pelanggan karena mereka senang dengan cake mama yang selalu baru.

Aku bersekolah di SMA Cahaya, sekolah juga biasa, aku dan mama selalu hidup dalam kesederhanaan. Walaupun sederhana tetapi kebahagiaan selalu terpancar. Bagi diriku, percuma apabila kaya-raya namun tidak tercipta rasa sayang di dalam keluarga, karena rasa sayang itulah yang membawa kehangatan.

Tumbuh dewasa? Mungkin sedikit sulit bila mengingat diriku yang manja ini. Sangat manja, bisa dibilang seperti itu.

Hari ini aku bersekolah, menginjakkan kakiku untuk hari pertama masuk sekolah kelas sebelas.

"Sheen," sapa seseorang dengan suaranya yang sedikit berat.

"Eh Afkar, ya?" Tapi dia tidak segan-segan memutar bola matanya kepada ku.

"Huft... kita sekelas lagi ya, untuk dua tahun ini." Katanya sambil muka ditekuk.

"Oh... jadi ini ceritanya kamu gak mau sekelas lagi sama aku? Yasudah, fine! Aku bisa bilang ke guru BK kok."

"Haduh-haduh Sheen... gitu aja ngambek! Bercanda doang kali, yaudah yuk"

Namanya Zeroun Fidelyo Afkar, sahabat dari masa kecilku. Periang, easygoing, dan penyemangat juga untukku. Terkadang, kasih sayang nya ku ibaratkan seorang ayah.

Ayah, dimana orang itu sudah pergi jauh. Meninggalkan mama dan aku, membuat diriku selalu menunggunya disetiap malam. Membuat diriku dan mama selalu merindukannya.

Apa aku anak yang malang? Tidak tahu sedikitpun wajah ayah, tidak-tidak. Aku pernah melihatnya di sebuah foto yang sudah usang. Sangat usang.

***

Awan sedang mendung, semendung hati Sheen. Gadis yang cukup malang. Rintik-rintik hujan mulai turun. Membasahi kaca jendela rumah Sheen kecil. Di situ, Sheen selalu berharap-harap kecil agar ayahnya mau pulang.

Sheen kecil selalu berharap, kapan ayahnya akan pulang? Harus sampai kapan dia akan menunggunya? Menunggu itu memang melelahkan, namun jika untuk orang yang dikasihinya? Tidak, tidak melelahkan untuk Sheen kecil.

Walaupun sering kali Sheen kecil berfikir, sampai kapan ia harus menunggu?

---

Selasa, 20 Mei 2015 (11:00)

Friendzone?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang