6

2.8K 146 9
                                    

Adeeva Afsheen Myesha POV

Jam beker berdering nyaring, namun anehnya kali ini tanganku tak dapat menggapai nakas, terasa begitu lemah hampir tak berdaya.

"Ma... ma...." panggilku, namun tak ada sahutan sama sekali. Baru tersadar kalau ada secarik note berwarna biru langit di nakas.

Mama hari ini pergi, sampai besok mungkin di rumah eyang. Jaga rumah! Jangan lupa kunci kalau mau pergi, uang di tempat biasanya. Jaga diri baik-baik. -Mama-

Aku membaca dengan alis berkerut, ke rumah eyang? Ada apa? Eyang sakit? Namun lagi-lagi kepalaku kali ini terasa sangat pening, kutempatkan lagi di bantal. Mencoba memejamkan mata, barangkali sedikit reda. Apa harus aku izin tidak masuk sekolah?

Cercah matahari semakin menyilaukan, menembus jendela kamarku, membuat semakin pening. Hanya sekedar duduk saja tidak berdaya, apalagi berjalan mengambil obat. Harus dengan siapa aku minta tolong? Sedangkan di sini aku sendirian.

Afkar, keberatan tidakgdhs ke rumahksn sekarang? Kepalakus sakit, gak ada orang.

Aku mengetikkan pesan tersebut, setelah kubaca ulang ternyata banyak typo, jariku sangat tidak berdaya. Namun tidak menunggu lama deruman sepeda motor terdengar, mungkin Afkar. Dan dengan cepat dia membuka pintu kamarku, wajahnya nampak sirat ke-khawatiran.

"Sheen... pucat sekali, ayo ke rumah sakit. Aku antar," sergahnya cepat sambil menangkup pipiku dengan telapak tangannya, terasa sangat dingin.

"Sht... maaf merepotkan. Aku hanya perlu obat, tolong ambilkan di ruang belakang. Kepalaku pening, gak kuat buat duduk." Wajah cemasnya tetap tidak bisa hilang, dia kembali dengan butiran obat dan segelas air putih. Kakinya menghantar menuju nakas, mengambil carik note biru tadi.

"Ya sudah, aku tunggu kamu di sini. Sampai kamu lebih membaik"

"Gak usah... sudah balik sana ke sekolah, maaf ya ngerepotin kamu. Aku udah mendingan, balik gih." Namun tatapannya tajam mengintimidasi, Afkar sepertinya sedikit berubah semenjak kejadian "itu", lebih menakutkan. Sulit untuk ditebak.

"Aku udah izin Sheen... biarkan aku di sini. Apa kamu mau ke rumahku? Jadi lebih ada yang menjaga. Gak baik kamu sakit sendirian, entar kalau kamu-"

"Hei, bicara apa kamu? Aku yakin, aku lebih baik. Baiklah aku gak maksa kamu untuk ke sekolah, tapi aku di rumah aja." Potongku cepat, seulas senyum terukir di bibirnya. Bibir yang pernah kurasakan sensasinya itu.

"Ide bagus. Oke, tunggu aku mau buatkan sesuatu untukmu." Lagi-lagi Afkar membuatku bingung, apalagi yang mau dilakukan olehnya.

Mataku kembali terpejam, rasanya ingin untuk segera terlelap. Mungkin efek dari obat tersebut, bunyi glontangan-pun tak merasa mengganggu lagi, mata sangat ingin untuk dipejamkan kali ini.

**

"Sheen... Sheen... benar-benar tertidur?"

"Sheen...."

Erangan kecil terlontar dari bibir mungilku, "Ya?"

"Belum sarapan kan? Kubuatkan bubur untukmu, cepat makan sebelum dingin." Aku menggeleng lemah, disisi lain aku tidak ingin makan. Namun apa aku tidak mau menghargai jerih payahnya sedikitpun? Sebegitukah jahatnya aku? Rasa penyesalan tertanam di hatiku.

"Ta-tapi aku gak mau makan," ucapku lesu, sangat tidak enak hati dengan kalimatku sendiri. Namun anehnya Afkar malah tersenyum.

"Makan sedikit saja, hanya untuk memberi makan lambungmu, agar lebih baik Sheen... tidak mau lebih parah kan?" Lagi-lagi aku menggeleng, layaknya anak kecil yang menatap ibunya sedang berbicara menasehati.

Friendzone?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang