Bab 01

47 3 0
                                    

Halo temen-temen semua, gimana kabar kalian hari ini? Semoga semuanya sehat yaa!✨

Lanjut lagi yuk, baru bab 1 nih, kita kenalan dulu dengan para tokoh-tokoh di cerita ini secara perlahan.

Hope you like it! Happy reading 💖✨

Duduk bersandar di kursi kebesarannya, lelaki itu nampak lelah setelah seharian menatap monitor tanpa henti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk bersandar di kursi kebesarannya, lelaki itu nampak lelah setelah seharian menatap monitor tanpa henti. Jarinya mengetuk-ngetuk meja kaca seakan tidak ada kegiatan lain tuk mengusir rasa lelahnya.

Ia mengotak-atik laptopnya sebentar, memastikan semua pekerjaannya aman, dan menutup laptop itu setelah sebelumnya ia matikan.

Matanya menatap ke arah luar, hujan deras nampak mengguyur kota Jakarta. Huh, setidaknya udara di luar nanti akan terasa sejuk, biarlah ia mampir ke kafe seraya menikmati secangkir coklat panas.

Sudah lama rasanya ia tidak pulang ke rumah, selalu menginap di kantor, atau sekedar singgah ke apartemen yang dekat dengan kantornya.

Tidak lama kemudian ia bangkit dari kursi kebesarannya, mengambil laptop berlogo apel digigit miliknya, lalu memasukkannya ke dalam tas. Setelah dirasa semua yang dibawanya sudah siap, ia beringsut keluar dari ruangan ini.

Ceklek

"Waktunya pulang, Jen."

"Wah! Ada apa gerangan seorang Julian Xabier Haitham pulang bahkan saat waktu masih menunjukkan pukul delapan tepat."

"Bersikaplah sopan, saya atasanmu!"

"M-maaf, Tuan."

"Hahahaha," tawa lepas seketika keluar dari bibir seorang Julian Xabier Haitham. Ya, lelaki yang dikenal Julian itu adalah seorang Direktur Utama di suatu perusahaan besar. Sedangkan orang yang tadi sempat mati kutu tadi, dia adalah sahabat yang merangkap menjadi sekretarisnya.

Vijendra Fahlevi Khaisan namanya.

"Gila lo! Gue sampe ketar-ketir tadi," celetuk Vijen yang kini nampak mengusap dadanya yang sempat bergemuruh seperti saat mendengar kabar buruk.

"Lebay," pungkas Julian yang kini sudah melangkah pergi meninggalkan Vijen yang berdiri di depan ruangannya.

"Bisa ya gue punya sahabat kayak gitu," gumamnya sambil menatap Julian dari belakang.

Julian berjalan dengan gagahnya melewati para karyawan kantor yang menatapnya secara terang-terangan. Bagaimana tidak? Wajah lelah sang Direktur bahkan tidak membuat mereka bosan.

Tetap berkharisma.

Berulang kali Julian berkata tegas bahwasannya ia tidak suka diperhatikan. Namun, sepertinya memang wajahnya ini kelewat tampan, hingga para karyawannya itu masih berani menatapnya secara terang-terangan.

Mantan MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang