01. Tragedy

1.3K 121 16
                                    

Hai bii comeback here 😀😀
balas dendam dibook sebelah
aku bawa dobrakan a Jakehoon story 🙏

Let's meet our main character

Jake Shim 23 years old

Park Sunghoon 20 years old

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Park Sunghoon 20 years old

Park Sunghoon 20 years old

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.


.

Cw/ blood, age gap, aborsi, kekerasan!

Cw/ blood, age gap, aborsi, kekerasan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

. . .  Happy Reading  . . .

.

.




.

Sunghoon menatap kosong gumpalan darah yang keluar dari tubuhnya. Air matanya mengering bahkan sudah tidak bisa keluar dari pelupuk matanya.

"M—maaf.. maafin papa nak.. hiks—maaf.."

Tangisannya pecah terdengar sangat pilu. Tidak ada seorangpun yang membantunya. Tubuh ringkihnya terseok menggendong janinnya dalam robekan kaos tipisnya. Tetesan darah mengiringi setiap langkahnya.

"A-adek baik-baik ya main sama kakak.. m–maaf hiks—papa minta maaf ke kamu ya nak? .."

Sunghoon menciumi dua nisan kayu jati itu bergantian. Tak mempedulikan jemari lentiknya kotor penuh dengan tanah, ia hanya ingin menemani kedua anaknya.

"Kak, maafin papa ya? Papa ga bisa jagain adek dari a-yah.. maaf.."

Ribuan kata maaf terlontar dari bibir Sunghoon, kesal, marah, kecewa, dan sedih. Marah terhadap dirinya sendiri karena ia tidak bisa menjaga kedua janinnya dari amukan suaminya.

Seharusnya Sunghoon tidak membuang testpack itu dalam tempat sampah kamarnya. Andai saja ia lebih berhati-hati mungkin, sang buah hati masih ada dalam perutnya.

Suara petir mulai terdengar melewati rungu lelaki cantik itu. Sunghoon menatap sendu kearah langit malam disertai angin kencang.
Tak beranjak, lelaki itu memilih menidurkan tubuhnya diantara gundukan tanah yang ia gali.

"Papa disini jagain kakak, sama adek juga.."

Sunghoon menutup matanya merasakan rintik hujan yang kian deras mengguyur sekujur tubuhnya. Tangannya tak berhenti menahan tanah yang baru saja ditinggali putra keduanya.

"Selalu saja seperti ini hiks— kakak ayo bantu papa tahan rumah adek.. kasian adek nanti kedinginan.."

Malam itu berakhir Sunghoon memeluk makam kecil itu dengan tubuhnya, tak peduli bahwa dirinya akan kotor maupun sakit.

Keesokannya Sunghoon masih enggan beranjak dari tempatnya. Ia menyandarkan tubuhnya di pohon akasia sembari memandang kedua gundukan tanah.

"Rumah kakak cantik, ada bunga yang mau tumbuh juga .. adek jangan iri sama kakak ya? Besok punya adek juga sama punya kakak kok, nanti ada selimut rumput hijau terus dihias cantik pakai bunga."

"ADEK!!!"

Sunghoon tersentak kala sebuah sepatu pantofel menginjak gundukan tanah yang ia buat semalaman.

"A—adek.. hiks—adek kesakitan ya? Hiks—adek gapapa disana huh? Adek.. jawab papa.."

Jari kurusnya bergerak ribut berusaha memindah kaki seseorang itu yang jelas-jelas menginjak makan anaknya.

"J—jake.. .. jangan.. kasian adek hiks—"

Bugh!
Sunghoon tersungkur kala sepatu berbahan keras itu menendang mulutnya kuat. Tubuh ringkih itu bergetar meringkuk berusaha melindungi dirinya sendiri.

"A-ampun.. maaf tuan–"
"Ini peringatan terakhir Park, jika kau mengandung lagi aku tak segan-segan membunuhmu."

Sunghoon mengangguk patuh, bibirnya sangat sakit barang sekedar mengecap.

Lelaki itu Jake Shim, suaminya. Sunghoon tertatih memasuki rumahnya. Tak lupa memberi kecupan kecil dikedua nisan kayu anak-anaknya.
Pemandangan itu tak luput atensi suaminya, Jake Shim. Seperginya Sunghoon pun ia masih menatap lekat kedua makam kecil yang Sunghoon buat dibelakang rumah dari balik jendela kamarnya. Rasanya ada setitik rasa sesal yang menggangu pikirannya.

Tok! Tok! Tok!
Terlalu kalut dalam pikirannya sampai tak sadar sudah waktunya makan siang.

"ma-kanan–nya.. si–ap.."

Jake mengangguk kecil meninggalkan Sunghoon yang meringis kesakitan. Mulut laki-laki manis itu robek. Terbayang sekuat apa lelaki Shim itu menendang Sunghoon tadi.

Sunghoon mendudukkan dirinya disudut kamarnya. Mulutnya sangat sakit dan nyeri. Ia rasa giginya akan patah, tidak akan tapi memang sudah ada yang patah.

Laki-laki manis itu sangat lapar, sedari tadi malam ia belum memakan apapun. Ditambah lagi dengan keadaannya Yang seperti ini, bagaimana cara ia bisa makan?

Setelah Jake pergi kekantor, Sunghoon memutuskan untuk membuat bubur. Setidaknya ia harus makan sedikit, untuk bisa atau tidaknya ia membuka mulut urusan nanti.

Setelah berhasil menelan tujuh sendok bubur, Sunghoon menghentikan aktivitas makannya. Ia sudah tidak sanggup lagi, ia lebih memilih mengurus pekerjaan rumah layaknya seorang istri pada umumnya.

Rumah sederhana namun cukup mewah.
Tinggal berdua bersama suaminya lebih dari kata cukup untuk meninggali rumah tersebut.

Tidak ada pembantu maupun pekerja rumah seperti orang-orang kaya pada umumnya. Hanya ada dirinya sendiri untuk melakukan segala jenis pekerjaan rumah.

Tak apa Sunghoon sudah terbiasa melakukannya sendiri.

Tbc—

pendek dulu ya 😃
maaciw udah mampir baca hehe tes dulu kalo ada yang baca lanjut pt.2

Anw you can find me @nshxxjh on twitter as daisy guys, aku buat beberapa au disana barangkali kalian mau baca

bye-bye see you ❤️

Please love me, Jake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang