Kedatangan Adjie sontak membuat gadis-gadis yang berada di toko roti histeris, tapi tidak dengan Lita. Gadis itu malah asik melayani tamu.
Segelas coklat panas dan cake berbentuk segitiga dengan rasa tiramitsu sudah berada di nampan yang Ia genggam, hingga tanpa sengaja Ia melihat sosok Lita yang seketika membuat jantungnya berdegup kencang.
"Gadis itu ...," lirihnya sembari menunjuk ke arah Lita yang sibuk melayani tamu siang menuju sore itu.
"Tuan?" Andre menatap heran Tuan mudanya yang saat itu tatapannya hanya tertuju pada gadis berseragam pelayan toko roti yang sama sekali tak menatap balik padanya.
"Andre ... cari tahu siapa gadis itu. Kenapa Aku seperti mengenal dirinya? apa Dia salah satu dari karyawan kita?" Adji Pamungkas menduga-duga.
Andre menatap ke arah gadis itu. Ia sepertinya tidak pernah melihat gadis itu sebelumnya.
"Tuan duduk dulu, nanti Saya akan mencari informasi tentangnya," ujar Andre seraya mengajak Adjie duduk di kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Pemuda kaya raya dan tampan itu tak bisa mengalihkan pandangannya dari Jelita yang saat itu begitu sibuk hingga tak menyadari jika dirinya saat ini tengah di perhatikan secara intens dengan laki-laki yang menjadi incaran banyak gadis di luar sana.
"Maaf, Nona, bisa bicara sebentar?" tanya Andre saat Lita sedang sibuk menyiapkan pesanan. Gadis itu hanya mendongak dan menatap sekilas.
"Maaf, Tuan, Saya tidak bisa. Saya sedang bekerja dan pesanan saya banyak," ujarnya sesopan mungkin seraya tangannya masih menyiapkan pesanan.
Andre mengerti dan meninggalkan Lita. Ia kembali ke meja di mana Adjie sedang menunggunya.
"Bagaimana, Ndre? siapa dia? namanya? tempat tinggalnya?" cecar Adjie yang hanya direspon helaan napas gusar dari Andre.
Adji yang melihat sikap Andre langsung menyadari, jika asistennya itu gagal mencari informasi tentang gadis yang baru saja mencuri perhatiannya itu.
"Gagal, ya?"
Lelaki berjanggut tipis itu mengangguk. Ia menoleh ke arah Lita yang saat itu masih sibuk melayani tamu-tamunya.
"Andre ... biar aku saja yang beraksi," Adjie dengan percaya diri menggeser kursi dan merapikan kerah kemeja dan menepuk-nepuk jasnya. Memastikan jika selain tampan, ia juga berwibawa.
"Kamu tunggu di sini, Andre. Aku pastikan gadis itu tidak akan pernah menolakku," ujar Adjie dengan ulasan senyum smirk yang membuat wajahnya terkesan misterius.
Saat Adjie berjalan melintasi orang-orang yang sedang bersantap dan berbincang, tak ada satu orang pun yang tidak menatap takjub ke arah Adjie.
Aura laki-laki itu sungguh luar biasa menarik perhatian, apalagi bagi kaum hawa, tak terkecuali Lita yang saat itu sedang melayani pelanggan.
Matanya tak mampu beralih dari Adjie yang saat itu seperti melangkah ke arahnya.
Segelas coklat panas dan cake berbentuk segitiga dengan rasa tiramitsu sudah berada di nampan yang Ia genggam, hingga suara seseorang menyadarkannya.
"Lita, ngapain ngelamun? itu pembeli sudah menunggu,"
Gadis itu terjingkat. Hampir saja coklat panas itu tumpah karenanya. Beruntung ada Sinta, temannya yang dengan sigap meraihnya.
"Lita, kamu sakit, ya? kok hari ini ga fokus?"
"Ma--maaf, Kak, a--aku...,"
"Saya mau pesan dua ribu cake tiramisu, bolu cake biasa dan juga coklat panas untuk sabtu pagi, apa bisa?"
Sinta dan Lita sontak menatap ke arah sumber suara. Mata Lita mengerjap. Bukan hanya tampan, tapi sosok itu seperti pernah ia lihat.
"Bisa, Tuan. Sabtu pagi, akan kami siapkan. Atas nama siapa, Tuan?"
Pemuda berhidung mancung itu mengerling ke arah Lita, yang membuat gadis itu mematung menatap mata indah yang saat ini menggoda dirinya.
"Saya mau dia yang antar. Jangan yang lain. Jika orang yang berbeda yang antar, akan saya tolak,"
"Ini kartu namaku. Apakah perlu down payment? jika memang iya, akan saya biarkan asisten saya yang mengurusnya," pemuda berkemeja pas badan itu menyerahkan kartu nama dan Sinta menerimanya dengan tangan gemetar.
"Ti--tidak perlu, Tuan. Te--teman saya akan mengantarkannya,"
Lita melesatkan pandangan ke arah Sinta dan matanya menyorot tajam.
"Aku tidak bisa, Sin. Besok aku harus ke kampus," bisik Lita yang langsung di jawab Sinta.
"Libur dulu, besok. Atau kita bakal di pecat. Ini orderan tidak main-main, Lita. Ikan kakap ini mah," sahut Sinta sedikit menyenggol Lita.
"Saya tunggu kedatangan kamu, besok. Jangan di tolak, karena saya tidak suka penolakan,"
Adjie memutar tubuhnya dan melangkah menjauhi dua gadis yang saat ini kembali berjibaku dengan kegiatannya.
Ia mengulum senyum. 'Hebat sekali aku. Siapa yang akan menolak permintaanku?' batin Adjie seraya menghentak kakinya di marmer putih toko kue itu.
"Ayo, Andre. Kita pergi dari sini. Aku sudah tidak bernafsu makan kue lagi," ujar Adjie saat mendekat ke arah Andre-- asisten pribadinya.
Pria berumur 40 tahunan itu mengangguk dan berjalan mendahuluinya, membuka pintu kaca toko roti dan segera mensejajarkan langkah dengan tuannya--Adjie Pamungkas.
Sementara itu Lita berdecak kesal karena Sinta memaksa dirinya, padahal tanpa harus dia yang mengantar, laki-laki itupun pasti tidak akan marah.
'Memangnya sepenting itukah dirinya? kenalpun tidak!' batin Lita.
"Pokoknya kamu yang harus antar, kamu dengar sendiri, 'kan? tidak ada yang boleh antar selain dirimu,"
"Tapi, aku kan harus ke kampus?" Lita masih bersikukuh.
"Mau ke kampus atau mau di pecat? itu terserah kamu. Karena aku akan mengadu pada Bos, kamu menolak pelanggan besar yang pasti akan merugikan jika di tolak," Sinta menyunggingkan senyum jahat. Ucapan bernada ancaman itu sudah pasti membuat Lita diam.
"Oke-oke, fine! aku akan lakukan semua," jawab Lita putus asa dan menyerah.
"Nah, gitu. Kan pinter. Dah kita lanjut kerja. Kamu ambil pesanan di meja nomor 03, dari tadi mereka melambai ke arah kita," suruh Sinta.
Lita hanya menoleh sesaat, sebelum ia beranjak dari sisi Sinta. Ia yang masih sebal dan merasa tertindas, menghentak kaki dan melangkah dengan kesal ke arah meja 03.
Seorang laki-laki yang kepalanya di tutupi dengan tutup kepala hoodie menunduk saat Lita melangkah ke arahnya.
Lita berhenti di sisinya dan menyerahkan menu dengan lembut di atas meja.
Ia menarik napasnya sebelum berucap. Menyingkirkan bongkahan kekesalan yang saat ini membeku di hatinya.
" Selamat siang, Tuan. Terima kasih sudah mampir di outlet kami, Ada yang bisa kami bantu? ini menu kami hari ini," ucap Lita seramah mungkin.
Laki-laki itu mengangguk dan meraih menu yang di serahkan Lita padanya.
Ia membolak-balikkan menu dan terdengar helaan darinya. Kening Lita mengernyit. ' Apakah ia tidak tertarik pada menu kami?' batinnya.
"Apa yang paling best seller dari toko roti ini? aku bingung karena semua tampak nikmat," laki-laki itu mendongak dan tersenyum ke arah Lita.
D*rah Lita berdesir saat menatap wajah laki-laki itu. Seolah tak percaya dengan apa yang baru ia lihat.
"Ka--kamu ....,"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Jin Penunggu Cincin 2
Mystery / ThrillerKehidupan keturunan Resti yang dicintai dua manusia super yang bersatu dengan jiwa Ahool dan juga Abiseka. Siapakah yang nantinya gadis itu pilih? Ahool atau Abiseka?