part 9

289 24 3
                                    

'Apa laki-laki ini sudah gila?' batinnya.

Terang saja gadis beralis tipis itu shock mendengar ucapan Bos salah satu perusahaan properti besar di kotanya itu.

Baru dua kali bertemu, dan ia bisa bilang jika Lita adalah kekasihnya di masa lalu?

"Saya rasa Bapak sudah mengigau. Kita baru dua kali bertemu. Bagaimana Bapak bisa bilang saya dan Bapak ... di masa lalu ... sebuah reinkarnasi? Bapak terlalu banyak menonton film fantasi," cemooh Lita.

"Tolong Bapak selesaikan pembayaran ini se-segera mungkin, karena waktu saya tidak banyak," ucap gadis itu tegas seraya mengangkat selembar nota pembayaran.

Lelaki bertubuh tegap dan tinggi sekitar 180-an cm itu melangkah mendekat dan menyunggingkan senyum smirk yang membuat Lita membeku di tempat.

Mata teduh gadis itu melebar, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana bisa dua orang berbeda punya wajah yang nyaris sama? apakah mereka kembar?

"Kenapa kamu melihatku seperti itu? apa karena aku tampan?" pemuda itu kembali menggoda.

Mata Lita mengerjap dan seketika tersadar. Jelas lelaki berparas tampan itu sangat berbeda dengan Zicko yang lembut dan punya atitude yang baik.

Lita mendengus kesal. Ia mengulurkan kertas itu dan melangkah mendekat.

"Tolong segera di lunasi, Pak, karena saya harus segera kembali bekerja," gadis itu berusaha se-sabar mungkin. Ia tidak ingin pelanggan VIP itu merasa kesal hingga omset tokonya menurun nantinya.

Sratt!

Pemuda berlesung pipi itu menarik begitu saja kertas yang berada di tangannya.

"Uang ini tidak seberapa, kenapa harus terburu-buru? aku bisa membayar waktumu!"

"Aku Adjie Pamungkas, jangankan uang ini, toko tempat kau bekerja pun bisa ku beli. Mengapa begitu sombongnya?"

Pemuda bernama Adjie itu menatap tajam ke arah Jelita, sedang gadis itu menatap kesal.

Ingin rasanya Lita memaki, tapi ia sadar, jika ia membalas ucapan Bos besar itu, ia pasti akan kehilangan pekerjaan.

"Maaf, Pak, tapi saya benar-benar sedang banyak pekerjaan. Kalau Bapak tidak berkenan membayar secara cash, Bapak bisa membayar via transfer. Di nota itu tertera nomor rekeningnya," Gadis itu berusaha menyunggingkan senyum terpaksa dan berniat untuk meninggalkan tempat itu saat itu juga.

Namun, baru saja ia hendak berbalik, pemuda itu langsung meraih tangannya dan membuat Lita terdiam.

Ia sedikit menyentak tangan Jelita hingga gadis itu berbalik dan menghadap ke arahnya.

"Jelita! apa kamu tidak mengingat aku? pandang aku, Lita!"

Lita memicingkan mata, sedikit mendongak dan menatap lekat laki-laki bertubuh tinggi yang saat ini sedang mencengkeram tangannya.

"Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak ingat Bapak siapa."

Adjie terdiam. Ia menghela napas kecewa dan melepas tangan Lita begitu saja.

"Wajahmu itu ... selalu ada di setiap mimpiku. Kenapa bisa begitu mirip dan kenapa hanya aku yang mengingatnya saja?"

Pupil Lita melebar. Ucapan laki-laki itu sontak membuatnya kehabisan kata-kata.

Bagaimana mungkin ia bisa hadir di mimpi laki-laki yang baru dua kali ia temui? apakah ini hanya sebuah modus belaka?

"Maaf, Pak. Saya harus segera pergi. Pekerjaan saya sudah menunggu," Lita menunduk beberapa saat dan meminta diri untuk segera pergi dari tempat itu.

Adjie hanya mengangguk lesu. Namun, sebelum wanita itu berbalik, Aditya menyuruhnya untuk menunggu.

Lelaki bertubuh tegap itu berbalik dan melangkah menuju meja kerjanya. Ia menarik laci dan menjumput beberapa lembar uang berwarna merah.

Ia mendekat ke arah Lita dan menyerahkan uang yang sejak tadi di pintanya.

"Terima kasih, Pak ...,"

"Adjie Pamungkas," potong lelaki itu dengan senyum terpaksa.

Jelita mengangguk pelan. "Kalau begitu, saya permisi, Pak. Sekali lagi terima kasih atas kerjasamanya, di tunggu orderan berikutnya. Semoga Bapak puas dengan pelayanan dan juga rasa dari toko kami," kata Lita sebelum ia memutar tubuhnya.

Gadis itu berlalu pergi dengan hati yang lega, meski ada sesuatu yang mengganjal batinnya. Apa benar yang di ucapkan laki-laki itu barusan? atau semua itu hanya akal-akalannya saja?

***
"Aku tidak akan membiarkan Abiseka mengambil alih kerajaan jin Tirta Kencana, anakku yang harus mendapatkan posisi itu!"

"Cukup selama ini aku mengalah pada  Raja sialan itu, dan aku akan merebut kerajaan itu karena bagaimana pun Bhadrika adalah anakku!"

Suara menggelegar itu membuat wanita yang saat itu sedang bersandar di kursi berukir berlapis emas itu menoleh dan tersenyum mengejek.

"Aku sih tidak masalah. Asal Abiseka kembali ke pelukanku, tapi yang menjadi masalah, apa Bhadrika masih mau menerima dirimu yang jelas-jelas membuangnya?"

Mata wanita bertubuh separuh ular itu melotot dan berdecak kesal.

"Jangan mulai mengejekku, Dewi! memang kau yang sudah menolongku, tapi aku tak akan segan untuk melawanmu jika kau berusaha mengkhianatiku!"

Wanita yang di panggil Dewi itu mengernyitkan dahi dan bangkit, beranjak dari kursi dan melangkah mendekati wanita yang dari dadanya hingga pinggang di tutupi kemben berwarna kuning berhiaskan intan, sedangkan bagian pinggang ke bawah berupa tubuh ular dengan sisik berwarna perak. Ekornya meliuk-liuk dengan mata yang menatap tajam.

"Ratu Nagini tidak perlu merasa takut ataupun marah, karena Aku hanya ingin memiliki pangeran Abiseka seutuhnya. Aku tidak ingin berbagi seperti dulu," jawab wanita berpakaian serba hitam itu dengan santai.

"Huh, tapi kau harus tahu, Dewi. Itu semua tidak mudah. Kau harus menyingkirkan wanita itu sebelum ingatan Abiseka dan Bhadrika kembali, dan itu tidak lama lagi,"

"Aku tahu, Ratu. Dan, aku berjanji akan menyerahkan darah wanita itu untuk makananmu, supaya kekuatanmu sepenuhnya kembali dan kita bisa merebut kerajaan yang sudah membuang kita dahulu!"

"Ha-ha-ha, ya, Kau benar. Gadis itu adalah tumbal terbaik, karena terlahir dari wanita pezinah dan suami penyembah iblis yang melakukan pesugihan. Di dalam tubuhnya mengalir darah-darah pendosa!" Wanita bertubuh ular itu tertawa terbahak-bahak.

"Ya, dan aku sudah tidak sabar melihat wanita  yang sangat mirip dengan ibunya itu mati di tanganku!"

"Rasanya masih sangat sakit saat ibunya mencuri hati pangeran Abiseka dan membuangku!" wanita itu menggeram. Tangannya mengepal dan tatapannya berkilat penuh amarah.

"Ya-ya, kau pantas marah, dan kita sudah menunggu ini lama. Aku sudah tidak sabar menikmati darah wanita itu."

"Ya, Ratu benar. Namun, kita harus cepat, karena dia-lah kunci ingatan Abiseka dan juga Bhadrika," ucap wanita berbaju hitam yang di panggil Dewi itu.

"Kalau sampai Abiseka ingat, sudah pasti ia tidak akan memandangku dan kembali meraih cinta wanita itu, dan aku tidak mau kecewa untuk kedua kali," imbuhnya lagi.

"Kalau begitu, cepat lakukan rencana kita dan habiskan wanita itu sebelum ingatan Abiseka kembali!"

"Baik, Ratu!"

*****

Jin Penunggu Cincin 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang