part 1

1.1K 122 35
                                    

"Mbok Desi, Jelita pergi dulu," ucap Jelita, gadis berambut lurus sepinggang yang saat itu mencium punggung tangan wanita renta di hadapannya.

Ia dengan begitu sayang memeluk tubuh itu dan pergi untuk menuntut ilmu.

"Hati-hati, Nduk," ucap Mbok Desi melepas kepergian gadis ayu itu. Gadis itu mengangguk dan mengulas senyum tipis yang membuat wajah teduhnya semakin manis.

Semenjak kematian bapaknya, Wildan, Jelita Magnolia menjadi tulang punggung keluarga.

Hingga akhir hayat, Jelita tak pernah tau apa yang menimpa Bapaknya. Sakit misterius yang membuat sebagian tubuhnya di penuhi koreng yang membusuk. Beberapa diantaranya dikerubuti belatung.

Susah makan dan hanya mau minum. Minum berteko-teko, bawaannya selalu haus tapi entah kenapa Ia jarang sekali buang kotoran, termasuk buang air kecil. Air itu seperti menguap dari tubuhnya.

Almarhum ayahnya pun sering tantrum jika malam, kedua tangannya selalu mengarah ke leher dan kakinya menendang-nendang. Matanya melotot ke langit-langit kamar sembari berteriak minta tolong.

Kondisi yang selalu gadis itu hadapi selama beberapa bulan menjelang kematiannya.

Sebelum ayahnya sakit, terjadi kebangkrutan. Toko pakaian yang ayahnya rintis selama beberapa tahun lamanya, satu persatu kehilangan pembeli tanpa sebab dan menyebabkan kerugian besar. Terpaksa tutup dan mem-PHK banyak karyawan. Usaha pun gulung tikar.

Jelita Magnolia yang waktu kecil hidup bergelimang harta meski hanya hidup dengan ayahnya dan pembantu setia mereka, Mbok Desi, mau tak mau bekerja keras dan menjadi tulang punggung keluarga.

Di usianya yang ke 20 tahun, Ia harus menjadi seorang mahasiswi juga seorang karyawan toko roti.

Gadis itu berjalan dengan tergesa-gesa, melewati lalu lalang kendaraan, sengaja tak memakai jembatan, karena Ia ingin segera sampai di seberang jalan.

Beberapa kali pula ia melirik jam tangan murahnya yang berharga tiga puluh ribuan. Berwarna merah bata dan terdapat goresan di kacanya.

Ia tak ingin terlambat. Setelah memasak untuk Mbok Desi, keluarganya satu-satunya, barulah Lita–panggilan akrabnya, bisa bersiap-siap untuk ngampus dan memulai aktifitas rutinnya.

Suasana pagi yang begitu padat,  riuh suara kendaraan juga klakson yang bersahut-sahutan membuat Lita kehilangan fokusnya, saat Ia akan mempercepat langkahnya karena melihat bus sudah menunggu di seberang jalan, Ia tak sadar jika ada mobil truk yang melaju kencang tak jauh darinya.

Tinnnnn!

"Aaaaaa!"

***

Zicko Faturahman. Lelaki pendiam yang sangat irit berbicara itu melangkah kesal meninggalkan gadis cantik berkulit putih yang sejak tadi mengikutinya.

Tiara, tetangganya itu begitu menggilai Zicko, baginya Zicko adalah laki-laki idamannya. Mempunyai paras tampan dan berambut pirang layaknya bule sedari kecil. Padahal kedua orang tuanya orang Indonesia asli.

Berbeda dari saudara-saudaranya yang lain membuat Ayah Zicko sempat ragu pada dirinya.

Mereka akhirnya menempuh jalur medis untuk memastikan jika Zicko memang benar anaknya, bukan karena tertukar di rumah sakit.

"Zicko, tungguin dong! cepet banget jalannya," gadis berambut pendek itu ngedumel sembari melangkah cepat menyusul langkah Zicko yang semakin cepat.

Zicko berpura-pura tak mendengar. Ia merasa risih karena sedari rumah gadis itu selalu mengikutinya.

Ia berusaha menghindar. Biasanya pergi ngampus pakai motor sportnya, tapi karena gadis itu selalu minta nebeng, Zicko memilih untuk naik bis menuju kampusnya.

Sayangnya,gadis pengintai itu tetap saja menuruti langkahnya, membuat Zicko kesal.

Entah kenapa, sedari kecil Ia tak pernah mampu membuka hatinya pada wanita lain.

Setiap malam Ia selalu bermimpi yang sama. Ia melihat lelaki yang berambut panjang yang berwajah mirip dengannya sedang bercengkrama dengan seorang wanita ayu, tampak bahagia bersama.

Meski tak selalu dalam adegan bahagia, terkadang Ia melihat kobaran api dan terdengar jerit kesakitan dari lelaki itu yang terbakar bersama wanita yang sama.

Mimpi itu selalu mengganggu tidurnya. Terkadang Zicko hanya tertidur beberapa jam saja.

Lelaki berpakaian kuno mirip pendekar itu selalu menghantuinya. Membuat Zicko selalu bertanya siapa Dia? apakah ada hubungannya dengan dirinya? kenapa wajahnya sangat mirip dengannya?

Zicko larut dalam pikirannya sendiri, tanpa mengindahkan gadis yang sejak tadi mengejarnya di belakang.

Entah kenapa Ia seperti mendengar bisikan untuk melihat ke arah kanan saat itu juga, pemuda tampan itu langsung melesatkan pandangan ke arah kanan di mana tanpa sengaja ia melihat seorang gadis yang berjarak hanya beberapa meter dari mobil yang melaju kencang.

Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari saat gadis itu berteriak histeris.

"Kak Zicko!"

Semua mata memandang ke arah pemuda itu yang begitu cepat menarik gadis itu hingga ia selamat dari kecelakaan besar.

Hal yang sangat mustahil dilakukan oleh manusia biasa, tapi itu memang terjadi, pemuda itu bisa dengan cepat menolong gadis yang saat itu hampir saja tubuhnya tersambar mobil truk.

Seketika tempat itu menjadi ramai, mobil truk berlalu begitu saja saat mengetahui  gadis itu selamat.

Gadis itu masih shock. Begitu juga dengan Zicko. Jantungnya berdegup sangat kencang saat menyadari tubuhnya kini berada tepat diatas tubuh gadis tadi, karena sempat terguling saat menyelamatkannya.

"Kak Zicko!"

Sontak saja Zicko melepas pelukannya pada si gadis yang saat itu pun langsung merapikan pakaiannya.

"Ma–maaf, Aku tidak sengaja," ucap Zicko. Gadis yang tak lain adalah Lita itu pun menoleh ke arah Zicko, dan ...

Degh!

Tubuh Zicko membeku melihat paras si gadis, bukan hanya cantik yang alami, tapi saat melihatnya, ada desiran aneh dan kerinduan yang sulit diungkapkan.

"Kak Zicko! ayo! busnya mau pergi!" gadis di balik punggung Zicko berseru. Ia begitu saja menarik tangan Zicko dan mengajaknya menjauh dari Lita.

Zicko terpaksa memutus kontak mata pada gadis misterius itu.

"Ee--terima kasih," ucap gadis itu sebelum Zicko berlalu pergi. Zicko membalas dengan lambaian tangan dan senyuman manis sebelum akhirnya Ia berlalu bersama bus yang sejak tadi menunggu.

Lita terdiam beberapa saat. Selain masih shock, Ia pun merasakan ada sesuatu di dalam hatinya saat ini. Sesuatu yang membuat Ia ingin lagi dan lagi bertemu dengan si lelaki.

Ia begitu nyaman dan seperti pernah merasakan hal yang serupa dengan si lelaki, padahal baru kali ini Ia berjumpa.

Gadis itu hanya mampu mematung, memperhatikan dari kejauhan sebelum lelaki itu benar-benar hilang dari pandangannya.

"Mudah-mudahan suatu saat bisa bertemu lagi dengannya," desisnya sembari menyentuh dadanya dengan telapak tangan.

Ia lalu berdiri. Orang-orang yang semula ramai mengerumuni Nara perlahan menjauh dan kembali pada aktifitasnya.

Lita melangkah menuju halte bus, duduk diam beberapa saat sembari menunggu bus berikutnya bersama beberapa orang.

Pikirannya masih saja tertuju pada lelaki berambut pirang yang berwajah seperti orang luar itu. Sebenarnya siapa Dia? mengapa Lita seperti mengenalnya?

****



Jin Penunggu Cincin 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang