part 10

208 19 2
                                    

Suara gemerincing di kejauhan membuat sosok laki-laki yang kala itu sedang berdiri diantara padang ilalang mencari asal suara.

Matanya memicing, berupaya menangkap sosok saat itu bergerak mendekat dari kejauhan.

Sebuah kereta kencana yang ditarik 4 ekor kuda berwarna hitam semakin menampakkan sosok laki-laki yang berdiri gagah di tengah.

Laki-laki itu ingin beranjak menjauh, karena kereta kencana bergerak menuju padanya.

Namun, tubuh laki-laki itu terasa kaku dan sulit untuk digerakkan, hingga ia hanya mampu menunggu kejadian berikutnya.

Mata itu terpejam, kala barisan kuda hampir saja mengenai tubuhnya, tapi apa yang ia takutkan, tidak pernah terjadi. Kuda-kuda itu berhenti tepat hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Perlahan, pemuda itu membuka matanya, mendongak untuk melihat sosok gagah yang saat itu sedang bersedekap di atas kereta kencana dan menatapnya dengan sorot mata yang tajam.

"Sudah saatnya kau pulang anakku, kerajaan membutuhkan dirimu. Aku akan memilih antara kau atau Bhadrika yang akan menggantikan diriku, karena bagaimanapun bukan kau satu-satunya yang akan menjadi raja di kerajaan gaib kita," ucap sosok itu.

Laki-laki itu terdiam, mencoba menelaah ucapan sosok yang saat itu berada di atas kereta kencana. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan, dan ia pun tidak mengenal sosok itu sebelumnya.

"Apa yang Tuan katakan? Saya tidak mengerti apa yang Tuan ucapkan saat ini. Sebenarnya Tuan siapa?" sahut pemuda itu dengan wajah yang bingung.

"Anakku, aku ini ayahandamu. Lihatlah ini,"

Sosok itu memutar tangannya dan tiba-tiba padang rumput yang saat ini ia pijak berubah menjadi istana yang sangat megah.

Ia bisa melihat aktivitas warga, dan pendopo-pendopo yang ada di sekitar istana.

"Kau lihat itu ... itu adalah dirimu,"

Laki-laki itu menunjuk seorang wanita yang saat itu sedang menggendong bayi yang sangat tampan, di sampingnya berdiri laki-laki yang sama persis dengan sosok yang saat ini berada di atas kereta kencana, hanya wajahnya tampak lebih muda.

Pemandangan itu sekejap berubah, seperti sebuah sinetron, menunjukkan perkembangan bayi itu hingga dewasa, dan laki-laki itu pun seperti kehabisan kata-kata saat melihat wajah yang memang sangat mirip dengan dirinya.

Matanya membola saat melihat sosok wanita yang berkali-kali hadir dalam mimpinya, wanita itu terlihat amat mesra dengan sosok yang sangat mirip dengannya itu. Sebenarnya siapa dia? kenapa hatinya selalu sakit jika mengingat tentangnya?

"Wanita itu ...,"

"Wanita itu adalah Resti, manusia yang kau cintai, dan juga dicintai oleh adik tirimu, Bhadrika yang biasa di panggil Ahool," jawab laki-laki itu.

Pemuda itu hanya terdiam. Dan, kelopak matanya kembali membesar, saat melihat api yang berkobar, di mana ia dan wanita itu, serta satu lelaki yang berambut putih, yang memiliki wajah mirip dengannya terbakar bersama.

"Akh!" di saat yang bersamaan ia merasakan panas di sekujur tubuhnya, seolah merasakan apa yang dirasakan laki-laki yang ada di dalam kobaran api tersebut.

"Pulanglah Abiseka! pulanglah! Ayah menunggumu. Datanglah ke Alas Roban dan carilah goa yang ada diantara dua pohon besar, selamatkan kerajaan kita, ini semua buntut dari perbuatanmu!"

"Pulanglah sebelum purnama! atau kau ingin melihat kami tewas dan lebur menjadi abu selamanya!"

Angin tiba-tiba bertiup dengan kencang, disusul dengan asap putih yang begitu pekat, menyapu semua yang ada di depan mata termasuk dengan laki-laki yang saat itu berdiri di atas kereta kencana.

Pemuda itu ingin berteriak saat ia merasakan sesuatu seperti menariknya dengan sangat kencang, ia seperti masuk ke dalam lorong yang sangat panjang, ingin berteriak tapi suara seperti tercekat di kerongkongan.

Bukan hanya seperti tersedot, Ia pun merasakan tubuhnya terlempar dan...

"Tuan ... Tuan Adjie ... Tuan Adjie...,"

Pemuda yang saat itu sedang terbaring di atas ranjang mewahnya, perlahan mengerjapkan mata dan menatap laki-laki paruh baya saat itu tengah berdiri di sampingnya.

"Andre... aku di mana?" tanya pemuda itu dengan napas yang tersengal, dadanya naik turun, berusaha mengatur nafasnya agar kembali normal.

"Tuan Adjie ada di rumah. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Tuan? sejak tadi Tuan berteriak histeris dan sesekali menyebut nama Resti," sahut laki-laki bernama Andre itu.

Pemuda berwajah tampan yang memiliki bibir tipis itu terdiam sejenak. Berusaha mengingat apa yang baru saja terjadi padanya. Apakah itu benar mimpi, atau sebuah pertanda?

"Ndre, Alas Roban itu dimana?" tanyanya tiba-tiba.

Andre mengernyitkan dahi. "Alas Roban itu kalau ga salah di banyuwangi, jawa timur. Kenapa, Tuan?"

"Hmh, besok kita ke sana!"

"Hah, besok?"

***

"Pangeran... Pangeran Bhadrika,"

Zicko yang saat itu sedang berada di depan laptop tertegun saat terdengar suara lirih. Ia menghentikan kegiatannya dan mencari asal suara.

Hening. Zicko mengusap wajahnya kasar.

"Mungkin cuma mimpi," gumamnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Pangeran...Pangeran Bhadrika,"

Kali ini Zicko mendengar suaranya amat jelas. Ia menatap jendela di kamarnya yang tertutup horden berwarna abu-abu tua, senada dengan cat dinding kamarnya.

"Si--siapa? a--apa maumu?" tanya Zicko. Tak dapat dipungkiri ada rasa takut di hatinya, mengingat kamarnya di lantai dua dan tidak ada balkon disana, sehingga sangat sulit bahkan tidak mungkin ada yang bisa berdiri di sana.

Wuzzzhh!

Tiba-tiba datang angin entah dari mana, horden kamarnya tersibak dan kelopak mata Zicko melebar saat ia melihat sosok berjas kini berada di depan jendela kamarnya.

Tok-tok-tok !

Lelaki itu mengetuk kaca jendela dan tersenyum ramah. Bukannya takut, Zicko malah mendekat, ia merasa pernah mengenal laki-laki itu. Dan, hatinya berkata jika ia bukan orang yang jahat, meskipun dalam ruang hati yang lainnya, ia pun tahu jika laki-laki itu bukan manusia biasa. Mana ada manusia terbang, 'kan?

"Kau siapa?" tanyanya.

"Buka dulu, dong, Pangeran. Apa ga kangen sama aku?"

Ragu-ragu Zicko menyentuh kunci jendela. Matanya bergerak dan jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat kaki lelaki itu yang menggantung di udara.

"Pangeran ... jangan takut... aku tidak akan berbuat jahat. Percayalah Pangeran..., ini situasi genting, pulanglah Pangeran. Ratu Nagini kembali membuat ulah!"

Alis Zicko bertaut,menatap lekat sosok itu dan akhirnya meneguk ludah. Meskipun ia tak tahu apa yang di bicarakan manusia yang ia anggap aneh itu, ia pun memberanikan diri membuka jendela.

"Masuk," ucapnya singkat.

Sosok itu tersenyum lebar dan perlahan melayang ke arah jendela, masuk dan berdiri tak jauh dari Zicko.

"Sembah sujud hamba, Pangeran  Ahool. Suatu kebahagian dan kehormatan bagi hamba akhirnya bisa bersitatap langsung dengan Pangeran," ucapnya seraya menurunkan sedikit tubuhnya dan meletakkan tangan kanannya di dada, seperti memberi penghormatan pada seorang raja.

Zicko lagi-lagi hanya bisa termenung. "Kamu siapa? Pangeran Ahool siapa?"

"Saya Baskoro, Pangeran. Dan, Pangeran Ahool adalan Anda,"

"Hah? aku?"

*****

Jin Penunggu Cincin 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang