"Aku akan mengeksekusi dirinya lebih dulu, kalian nanti bergantian!" ucapnya setengah berbisik.Ucapan itu di sambut tawa renyah. Jelita masih terus memohon. Ia pun masih berontak. Apalagi saat tangan-tangan itu mulai merajai lekuk tubuhnya. Gadis itu menggigit bibirnya dan menutup matanya, saat ia merasakan tubuhnya semakin lemah dan hanya bisa pasrah.
Tangannya mengepal menahan gejolak di dalam dirinya, ingin berontak tapi kekuatan laki-laki itu sangat kuat dan sangat sulit bagi Lita untuk lepas.
Di saat mencekam itulah, tiba-tiba saja salah satu dari orang-orang itu terpental, wajahnya membentur pohon dan d*rah segar muncrat dari bibir dan hidung.
Sontak orang-orang itu melepaskan Lita begitu saja, dan gadis yang saat itu pakaiannya sudah separuh terbuka itu dengan sigap menutup tubuhnya dengan kedua tangan, dan berusaha untuk bangkit, terduduk, menyeret tubuhnya menjauh dengan tenaga yang masih tersisa.
Para pemuda itu langsung memutar tubuh dan mendapati seorang anak muda yang memakai hoodie dengan tubuh yang sudah basah dan nafas terengah-engah menunjukkan tinju kepada mereka.
Derasnya hujan malam itu dengan suasana yang sepi dan juga tanah yang di genangi air hujan tak menjadi penghalang bagi anak muda dan orang-orang itu untuk saling adu jotos.
Orang-orang itu mengira laki-laki ber-hoodie itu hanya anak muda biasa, mereka sama sekali tak menyangka jika laki-laki itu punya kekuatan yang sangat luar biasa.
Satu tinjuan saja mampu membuat salah satu dari mereka terpental menghantam tanah dengan wajah yang membiru dan gigi yang patah.
Hanya satu tinjuan saja, lawan tidak bergerak dan hanya terbaring tak berdaya di tanah becek dan di guyur air hujan.
Dua orang sudah terkapar, memegangi wajah mereka yang kini membiru dan mengeluarkan darah di sudut bibirnya.
Sedangkan dua orang lagi memilih melarikan diri dan lari pontang-panting, mereka lebih memilih mencari aman daripada tubuh penuh dengan luka.
Lita menatap laki-laki itu dengan mata yang berkaca-kaca. Terisak, merasa beruntung karena laki-laki itu datang di waktu yang sangat tepat.
Jika lambat sedikit saja, ia yakin saat itu ia pasti sudah tidak perawan lagi.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya laki-laki itu saat ia berjongkok dan menyetarakan tubuhnya dengan Lita.
Laki-laki itu dengan gentlenya membuka Hoodie yang saat itu melekat di tubuhnya, dan menyorokkan hoodie itu ke tubuh Lita.
Lita hanya terdiam dan hanya bisa mengucapkan terima kasih dengan suara bergetar.
"Bagaimana dengan Anda?" Tanya Lita sesegukan, ia menatap sendu ke arah laki-laki yang saat itu sudah menolongnya.
"Jangan pikirkan aku, yang penting sekarang saat ini kau bisa pulang dalam keadaan yang baik dan tidak kurang satu apapun. Lain kali berhati-hatilah, banyak orang jahat sekarang mengincar gadis-gadis cantik seperti Anda,"
Lita hanya mengangguk. Sekilas Ia seperti pernah mendengar suara itu, tapi untuk melihat wajah laki-laki itu, sangat sulit karena suasana yang gelap dan juga remang-remang.
Lita pun terkesiap saat laki-laki itu tiba-tiba saja mengulurkan tangannya dan menggendongnya.
"Eh, ti--tidak usah," tolak Lita.
"Sudah, percaya padaku, aku tidak akan berbuat buruk padamu. Aku hanya ingin menolongmu. Tubuhmu basah dan juga kotor. Rumahku tidak jauh dari sini, aku akan membawamu ke sana," ucap laki-laki itu.
"Ta--tapi...,"
"Di rumahku ada ibu dan juga Ayah, kamu jangan takut ya, aku hanya berniat untuk menolongmu saja,"
Lita akhirnya menggangguk dan membiarkan laki-laki itu mengangkatnya. Spontan Lita mengalungkan tangannya di leher laki-laki itu karena takut tubuhnya lolos dan jatuh dari gendongannya.
Hujan turun kian deras. Bunyi gemuruh sesekali terdengar menggelegar di selingi kilat yang menyambar-nyambar. Lita pun terjingkat saat suara itu mengejutkan dirinya dan spontan menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki berkaos hitam yang basah karena guyuran air hujan.
Begitu tersadar, Lita cepat-cepat menjauhkan wajahnya, meski Ia pun sempat mendengar suara degup jantung yang begitu berisik dari dada pemuda itu.
Saat mereka akhirnya keluar dari taman yang gelap, Lita mendongak dan akhirnya bisa melihat dengan jelas laki-laki yang saat ini telah menolongnya.
Matanya seketika membulat sempurna dan tanpa sadar bibirnya terbuka dan berucap," ka–kamu ... yang tadi siang, 'kan?"
Mendengar suara Lita, laki-laki yang saat itu fokus menggendongnya, menurunkan pandangannya dan ia pun sama terkejutnya dengan Lita.
"Ka–kamu ...,"
"A--aku turun saja, a--aku sudah ....,"
"Sudah, jangan sungkan. Sebentar lagi kita sampai di rumahku, kamu diam dan tenang saja ya," Lita melihat senyum terulas di bibir laki-laki bermata biru dan berambut perak itu.
Di bawah sinar lampu jalan yang mereka lewati dan titik hujan yang masih saja jatuh menemani perjalanan mereka malam itu, Lita tak mampu menyembunyikan rasa kagumnya pada sosok pria macho yang saat itu tengah menggendong dirinya, tampak gagah dan begitu mempesona.
Angin malam dan tetesan air hujan yang membasahi tubuhnya, sesekali membuat Lita bergidik dan menggigil menahan dingin yang menusuk hingga ke sumsum tulangnya.
Seolah mengerti, pemuda itu mempererat cengkraman tangannya dan sesekali menggosok lengan Lita, memberikan efek hangat.
Hingga akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah berlantai 2. Arsitektur rumah modern dengan cat dominan berwarna abu-abu tua dengan pekarangan kecil dan berada di samping jalan aspal.
Lita pun di turunkan perlahan dan pemuda itu langsung membuka pintu pagar yang ternyata tidak terkunci.
Ia lalu mengajak Lita masuk, dan mereka sempat berdiri beberapa saat di depan pintu, setelah pemuda itu mengetuk pintu berkali-kali.
Tidak menunggu lama dari dalam terdengar suara hentakan langkah kaki mendekat.
Seraut wajah sendu menyambut Lita dan juga pemuda itu begitu pintu terbuka dengan perlahan.
"Zicko, ya ampun, kenapa kamu hujan-hujanan? bawa temanmu masuk, sepertinya ia sangat kedinginan," wanita itu menyambut Lita dengan ramah dan tanpa basa-basi ia langsung menarik Lita untuk masuk.
"Bu, dia ini ...,"
"Sudah, nanti aja jelasinnya. Ibu mau ambil baju. Kasihan temanmu ini bajunya kotor dan basah," potong wanita paruh baya berambut sebahu itu.
Lita menurut saja saat wanita itu membawanya masuk dan menyuruhnya duduk di sofa.
" Kamu tunggu di sini sebentar, ibu masakin air hangat. Kamu mandi dan nanti ibu buatkan teh jahe agar kamu tidak jatuh sakit," ujarnya yang diangguki Lita.
Sementara pemuda itu berlalu begitu saja, yang membuat Lita bertanya-tanya. Mau kemana dia?
Saat Lita sedang merapatkan kedua kakinya dan menahan dingin yang membekap tubuhnya, tiba-tiba saja seorang laki-laki paruh baya datang dari arah belakang dan sekonyong-konyong mendekati dirinya.
"Kamu ... pacarnya Zicko?"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Jin Penunggu Cincin 2
Mystery / ThrillerKehidupan keturunan Resti yang dicintai dua manusia super yang bersatu dengan jiwa Ahool dan juga Abiseka. Siapakah yang nantinya gadis itu pilih? Ahool atau Abiseka?