bab 15 rvs

27 7 0
                                    

Terkadang rumah tak selalu berbentuk bangunan, bisa jadi rumah adalah rasa luka yang kemudian menenangkan_Arunika

....

....

....

Sepertinya semesta tak ada bosan nya membuat Arunika merasa hancur, alih alih berpikir bahwa semua sudah sampai batas nya, semesta malah menambah kembali luka untuk Arunika.

Ucapan pria yang sore tadi datang ke rumahnya masih tercetak jelas terngiang-ngiang di kepala.

Renata merupakan putri tiri ayahnya adalah fakta terkejam yang ia dapatkan. Sosok yang seharusnya menjadi payung saat dirinya kehujanan kini berpihak pada hujan yang membasahi dirinya.

Ah kembali bayangan sosok Genta terbayang jelas di otak nya. Sosok yang ia perjuangkan rupanya kini memiliki kekasih.

Namun saat membayangkan nya, bukannya menangis, Arunika lantas tertawa. Entah apa yang lucu di sini.

Kebodohan membawanya pada luka mendalam, agaknya jiwa miliknya terlalu rapuh untuk menghadapi kenyataan.

Lantas tawa menutupi perih yang terasa, seakan sebuah alibi untuk menutupi fakta bahwa kini jiwa nya tak baik baik saja.

Kenapa dirinya selalu tak beruntung? Bahkan dalam percintaan sekalipun. Kini satu satunya alasan dirinya bertahan tak lagi dapat di harapkan.

Aruni kembali berargumen malam ini, dengan luka di hati yang kian menganga tak kunjung terobati, dan malam itu..., malam panjang yang ia lalui dengan beberapa goresan luka menganga.

Darah agaknya cukup menenangkan bagi Arunika, bahkan saat rasa perih mendera, ia malah tersenyum penuh kepuasan. Hey, kepuasan macam apa yang kau dapat dari melukai diri sendiri?.

Nyatanya diri itu kini tak lagi kuat mempertahankan rasa angkuh nya dalam menutup luka, perlahan pertahanan untuk tak lagi meluka itu kembali terbuka.

..... oOo.....

Pagi ini Arunika kembali menjalani harinya seperti biasa, tanpa memperlihatkan bagaimana luka yang kini masih terasa jelas di hati kecilnya.

Cardigan berwarna hijau tosca menutup bekas sayatan sayatan kecil di kulit putih nya, sengaja ia menutupi luka itu agar dunia kembali percaya bahwa dia baik baik saja.

Tujuan pertama yang akan dia datangi adalah ruangan yang tempo waktu lalu masih kerap ia kunjungi.

Dengan langkah ragu ia masuk, suara seseorang terdengar, ia sangat sangat begitu mengenal suara itu, bahkan di saat suara lain juga terdengar.

Ia menarik nafasnya dalam, lalu menghembuskan nya perlahan, ia mencoba menguatkan hatinya untuk kembali masuk ke ruangan itu.

Suara bisik bisik terdengar samar saat salah satu di antara mereka menyadari keberadaan nya yang kini tepat di dekat pintu.

"Ta, Aruni", bisik salah satu di antara mereka.

Sosok yang di maksud pun tak sedikit berniat melihat ke arah yang di tunjukkan.

Aruni pun masih setia berdiri tanpa berniat mendekat, hingga suara dari luar mengalihkan atensi Aruni.

" Lah Arun, kok di sini? ", ujar gadis yang agaknya pernah Aruni temui beberapa saat lalu.

Alya, gadis yang sempat bertanya padanya di depan perpustakaan. Ah ia sedikit samar mengingat wajahnya.

" Eh hai babe", teriak Alya pada salah satu manusia di dalam, dan turut mengalihkan atensi Aruni.

Dan... Ya..., rupanya sapaan itu tertunjuk pada sosok pria yang ya..., dia Bintang. Ah dapat di simpulkan bila Alya adalah kekasih Bintang.

Pantas saja Alya bertanya sesuatu yang aneh beberapa hari lalu, mungkin itu ada kaitannya dengan Bintang.

"Run masuk aja", ujar Alya lalu mendahului Aruni dan duduk di samping Bintang, dasar bulol.

Aruni dengan ragu masuk, mendekat ke arah Genta. Ia membawa sesuatu untuk sosok itu. Kini bukan lagi surat cinta atau susu coklat, namun kali ini sebuah hadiah kecil darinya.

" Ngapain lo ke sini", ujarnya ketus menatap Aruni nyalang.

Tanpa berucap apapun Aruni memberikan kotak berukuran sedang yang ia bawa ke sosok Genta.

Sang empu mengernyitkan dahinya tak paham, karena biasanya Aruni akan memberikan sesuatu dengan suasana yang tak seperti ini. Biasanya senyum mendominasi dengan kalimat yang ia ucapkan dengan menggebu gebu, namun tidak untuk saat ini.

Bahkan sejak kapan sosok itu menggunakan pakaian tambahan saat ke sekolah, Genta baru menyadari ada yang berbeda dengan gadis di depan nya.

Namun lantas ia menerima apa yang di berikan Aruni, bahkan saat ia menerima nya, tak lagi terlihat senyum manis di wajah ayu yang sedikit pucat itu, mungkin karena tak menggunakan pewarna bibir.

Tatapan Aruni meredup, ia sangat berterima kasih saat apa yang dirinya beri kali ini di terima tanpa adanya kembali luka.

"Nanti di belakang sekolah istirahat terakhir", ujar Aruni sebelum memilih keluar kelas itu.

Ia kali ini sangat berharap sosok itu hadir, bahkan untuk kali terakhirnya.

ARUNIKA fdrfzaa |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang