12 | Kebebasan

538 79 52
                                    

Sejak semalam, pikiran Sohyun terganggu. Ia mungkin salah lihat atau salah dengar. Tetapi setelah meyakinkan diri, suasana dapur saat itu tidak gelap-gelap amat kok. Kedua mata dan telinganya pasti berfungsi dengan baik.

"Aw!"

Jungkook yang sibuk melukis, dikagetkan oleh rintihan suara Sohyun yang tanpa sengaja menggigit bibirnya sendiri. Ada sedikit luka darah di sana. Gara-gara resah seharian ini, Sohyun terus melakukan kesalahan. Tadi saat sarapan, ia nyaris saja melukai tangannya dengan pisau. Dan saat membantu menyiapkan perlengkapan melukis Jungkook, ia hampir menumpahkan seluruh isi cat dari wadahnya. Dibandingkan itu semua, satu hal yang paling ia syukuri adalah ia tidak bertemu pria cabul itu hari ini.

"A-apa ini?" Terlebih lagi, Sohyun dikejutkan akan kepekaan Jungkook yang jauh lebih baik dari biasanya. Ya, pria itu mengalami perkembangan sosial yang positif.

"Apakah Istri baik-baik saja?" tanya Jungkook sambil mengusap bekas luka Sohyun di bibirnya.

Sohyun mengulas senyum. Ia senang melihat suami tidak pekanya tiba-tiba bertanya mengenai kondisinya. Sungguh momen langka dalam sejarah. Ia harus memberitahukannya nanti pada Bu Jiyoon.

"Aku nggak apa-apa. Kau lanjutkan saja kegiatanmu. Aku mau mengobati lukaku dulu. Aku akan segera kembali."

Sohyun meninggalkan Jungkook untuk mengambil obat merah dari kotak P3K. Ia melangkah ragu, karena letak kotak itu ada di salah satu kabinet yang ada di dapur. Persis lokasi dimana kejadian semalam terjadi.

Semua akan baik-baik saja, Sohyun. Tenangnya pada diri sendiri.

Ia pun membuka satu per satu kabinet dan mendapati kotak P3K ada di bagian yang paling atas. Cukup tinggi untuk diraih. Terpaksa, Sohyun menggeret sebuah kursi untuk ia jadikan pijakan. Namun, belum sampai ia meraih apa yang ia cari, tiba-tiba sepasang lengan melingkari pinggangnya. Sohyun sontak menoleh ke belakang.

"Apa yang kau lakukan!" Sohyun meronta. Mencoba melepaskan diri dari rangkulan paksa itu. Pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Lim Wooseok. Sohyun ngeri melihat wajahnya.

"Sst ... tenang, Kak. Adik iparmu ini hanya mencoba untuk menunjukkan kasih sayangnya. Apa kau sebegitunya membenciku?"

"Lepasin nggak?" Sohyun ketakutan. Hingga ia mengerahkan seluruh tenaganya ketika Wooseok menghirup aromanya.

"Lepas! Dasar gila!" teriak Sohyun sambil menyikut perut Wooseok.

Ia mundur menjauh. Sementara Wooseok dengan mata elangnya masih memperhatikan gerak-gerik Sohyun seolah-olah itu tontonan seru.

"Kakak Ipar kenapa sih?"

Mengerikan. Pria itu sempat-sempatnya menyeringai setelah ia hampir melecehkan kakak iparnya sendiri. Apa orang itu masih waras? Sambil menuang air putih ke dalam gelas, Wooseok berjalan menghadang Sohyun agar tidak lolos dari hadapannya.

"Kakak takut?"

Sohyun waspada. Ia tidak boleh menunjukkan kelemahannya walau kenyataannya kakinya sangat gemetaran.

"Kenapa takut, Kak? Semalam saja, kau sangat berani mengintip kami, kan?"

Hah? Di-dia tahu?

"Kenapa? Sekarang Kakak penasaran bagaimana aku bisa tahu?" Wooseok pelan-pelan melangkah maju. Mengikis jaraknya dari Sohyun. Sedangkan Sohyun sudah terlalu lemas. Mau mundur pun tidak ada ruang.

"Kakak bilang dong, kalau iri. Aku kan nggak perlu repot-repot merayu Kakak seperti ini."

"Kau gila! Menjauh dariku!"

"Ssh ... ssh ... ssh ... ssh. Jangan terlalu berisik. Lagi pula, tidak akan ada yang datang. Jangan buang-buang suara indahmu untuk berteriak."

Bu Jiyoon? Ah, tidak. Bu Jiyoon bilang dia harus pergi ke kota hari ini. Bagaimana ini?!

Love LanguageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang